Part 4

4K 226 24
                                    

PoV Alisa

"Kamu punya janji padaku, hari ini kamu harus menjawabnya. Kamu tahu menunggu itu hal yang membosankan, dan kamu tidak bisa menggantung hatiku terlalu lama!"

_________

Teriakan pria di belakangku, menghentikan langkahku. Segera kumenoleh padanya, memaksakan senyum semanis mungkin. "Aku belum siap untuk menikah," ujarku, lalu berbalik dan melangkah pelan sembari menuntun sepeda bututku.

"Why? Apa yang kurang dariku? Tampan, tajir, manis, imut, dan lucu."

"Sombong!"

"Kamu belum tahu, kalau aku itu baik hati, tidak sombong dan rajin menabung," ucapnya, sembari berlari menyamai langkahku.

"Bodo amat!"

"Eh ... kenapa jadi jutek, aku bercanda kok. Tapi perihal menikahimu, aku serius, bahkan dua rius."

"Kenapa harus aku? Di luar sana masih banyak wanita yang lebih cantik dariku."

"Memang sih stok wanita cantik itu masih banyak di dunia ini, tapi wanita yang unik dan alim sepertimu, sudah sangat langka!"

Aku tahu dia hanya sekedar menggombal, tapi entah mengapa mendengar gombalannya membuat wajahku memanas, mungkin sekarang pipiku sedang memerah bak kepiting rebus.

"Oh iya ... terima kasih sudah membantu biaya pengobatan ibuku, dan terima kasih juga untuk hari ini, sudah memborong semua kuenya."

"Itu semua harus ada imbalannya!"

"Huss ... berbuat baik itu jangan mengharapkan imbalan! Supaya dapat pahala dan menjadi berkah."

"Justru itu, aku ingin menikah denganmu. Biar ada yang membimbingku dalam mengenal dan mempelajari agamamu."

"Maksudmu?"

"Aku non Islam."

Aku terkejut saat mendengar ia bukan seorang muslim. Namun, aku juga senang, karena ini bisa menjadi alasan untukku menolak permintaannya. "Bagus dong, dengan begitu aku tidak perlu memikirkan kembali tawaranmu."

"Apa maksudmu?"

"Aku hanya akan menikah dengan seorang muslim!"

"Kalau itu alasannya, aku siap menjadi seorang mualaf!"

________

Mengingat ucapan terakhir Arkan membuat mataku sulit terpejam. Benarkah ia akan meninggalkan agamanya, hanya demi menikahi gadis miskin sepertiku? Bahkan tak pernah terpikir olehku, kalau dia akan senekad itu.

Awal pertemuan yang tidak baik! Namun, mengapa kini tiba-tiba dia mengajakku menikah? Memangnya mudah menjalani rumah tangga tanpa cinta? Rumah tangga yang awalnya penuh cinta saja banyak yang kandas di tengah jalan, apalagi tanpa cinta. Ah ... ini semua benar-benar di luar nalarku!

Aku beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi, mengambil wudhu dan melaksanakan salat sunah istikharah. Untuk meminta petunjuk tentang kegundahan hati yang kini tengah melanda hidupku.

Di atas sajadah, aku memohon untuk diberi kemudahan dalam mengambil keputusan. Aku percaya tak ada satu manusia pun di dunia ini yang tak luput dari campur tanganNya.

Ya Allah ...
Apa yang menurutku baik ...
Belum tentu baik di mataMu ...
Dan apa yang menurutku buruk ...
Belum tentu ia buruk di hadapanMu ...
Bila memang dia adalah jodoh dan takdirku ...
Dekatkanlah dan persatukan kami dalam sebuah ikatan suci ...
Namun, bila memang dia bukan yang terbaik untukku ...
Maka jauhkanlah kami dengan cara yang baik ...
Karena kupercaya SkenarioMu jauh lebih baik dari apa yang kurencanakan ...
Amiiin ....

Cinta Seorang Mualaf (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang