Hari itu Alisa memutuskan untuk berjualan kue kembali. Dengan setia Arkan membantu sang istri membuat kue di dapur. Kekurangan ekonomi tidak membuat mereka larut dalam kesedihan, justru membuat mereka semakin dekat dan akrab.
Hati yang dulu keras, kini mulai meluluh. Lambat laun, Alisa mulai menerima kehadiran Arkan di dalam kehidupannya. Kegigihan Arkan dalam mencari rupiah, demi membahagiakannya, membuat hati Alisa terenyuh. Walaupun sering kali gagal, tapi cukup membuat Alisa menangis dalam diam. Sungguh ia tidak tega bila harus melihat lelakinya menderita seperti itu.
"Aku ikhlas dan rida, Mas. Bila kamu tinggalkan aku dan kembali pada keluargamu. Aku tidak ingin melihat kamu menderita seperti ini!" ucap Alisa di tengah pekerjaannya membuat kue.
Arkan menghentikan adonan kuenya. Ia melirik sebentar pada sang istri. Lalu melanjutkan kembali pekerjaannya.
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Sa. Apa pun dan bagaimanapun keadaan kita, aku akan selalu menemani di setiap waktumu. Sekali pun badai kehidupan menerjang, aku tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkan cintamu."
Butiran air mata jatuh membasahi kedua pipinya. Alisa tahu, akan ketulusan yang Arkan miliki untuknya. Namun, ia juga tidak ingin bila seorang CEO seperti Arkan, hidup menderita seperti saat ini, hanya karena kehadiran dirinya.
Arkan mencuci bersih tangannya, lalu berjalan mendekati Alisa. Ia mendekap tubuh sang istri dan menenggelamkan kepalanya diceruk leher Alisa.
"Jangan pernah berkata seperti itu lagi, aku tidak akan sanggup bila jauh darimu. Aku bisa gila bila kau tak lagi ada di sampingku. Aku tanpamu hanya butiran debu, Sa!"
Alisa tak membalas pelukan Arkan, air matanya berlinang deras di pipinya. Tubuhnya bergetar hebat, ia berusaha menahan isak tangisnya.
"Asal kamu mau menerimaku apa adanya seperti ini, hidup susah selamanya juga tidak apa, asalkan selalu bersama denganmu!" sambung Arkan.
Alisa memejamkan matanya, ungkapan hati Arkan membuatnya semakin hanyut, dalam perasaan yang ia sendiri tidak mengerti.
"Dulu, aku memang bergelimang harta, tapi itu tidak membuatku bahagia. Berbeda dengan sekarang, walaupun hidup susah, tapi aku merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Darimu aku mengerti akan sebuah ketulusan dan keikhlasan. Tetaplah bersamaku, jangan pernah menyuruhku melakukan apa yang tidak ingin kulakukan!"
Alisa diam membungkam, ia tidak tahu harus berkata apalagi. Kesungguhan Arkan untuk memiliki hatinya begitu besar. Alisa membalas dekapan Arkan dan langsung menumpahkan tangisannya di sana.
"Harusnya semesta tidak mempertemukan kita, bila akhirnya akan membuatmu menderita," ucap Alisa di tengah isak tangisnya.
Arkan melepaskan pelukannya, menghapus jejak air mata di pipi Alisa dan mencium singkat keningnya. Ada getaran hangat yang menyelusup di relung kalbu. Getaran yang selama ini tak pernah ia rasakan, getaran yang kini membuatnya pada pilihan yang semakin sulit.
"Aku bersyukur karena semesta sudah mempertemukanku denganmu. Pertemuan yang telah merubah jalan hidupku menjadi lebih baik dan pertemuan yang telah memberikanku istri salihah sepertimu! Aku mencintaimu, bahkan cintaku padamu tak akan pernah terkikis oleh waktu maupun keadaan!"
Alisa mengangguk. "Terima kasih, Mas. Aku beruntung memiliki suami sepertimu!"
Arkan menarik kembali tubuh Alisa ke dalam dekapannya. Lengkung senyum bahagia terbit di bibirnya. Mungkin inilah awal kisah cinta mereka, kisah cinta yang akan membawa mereka untuk menggapai mahligai bahagia yang sesungguhnya.
__________
Siang harinya Alisa sudah siap dengan sepeda dan kuenya. Dia akan berkeliling kembali untuk menjual semua kue-kuenya. Arkan yang ingin menemaninya berjualan, ditolak keras oleh Alisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Seorang Mualaf (Terbit)
RomanceAlisa Najwa Azzahwa, seorang gadis penjual kue yang hidup berdua bersama ibunya. Kekurangan ekonomi tidak membuat ia putus asa dan mudah menyerah. Tujuannya satu, ingin membahagiakan sang ibu di masa tuanya. Pertemuan tak terduga dengan pemuda berna...