Part 7

3.9K 268 55
                                    

🍀Happy Reading🍀

"Baiklah, tapi besok aku akan datang ke rumahmu. Aku akan menikahimu, dengan atau pun tanpa bunda!"

___________

Mentari pagi menyapa hangat lewat jendela kamar seorang gadis, beberapa kali ia mencoba membuka kedua matanya. Namun percuma, karena kepalanya terasa berat dan badannya menggigil kedinginan.

Alisa pasrah di atas tempat tidurnya, semua memang salahnya. Tidak seharusnya ia memaksakan diri berjalan di derasnya hujan sedangkan dirinya memang rentan bila terkena air hujan.

Suara pintu kamar diketuk, seorang wanita paruh baya masuk dan menghampiri Alisa.

"Sudah siang, Nak. Mengapa belum bangun? Di depan sudah ada beberapa orang yang akan mendekorasi rumah kita," ucap ibunya Alisa seraya duduk di samping putrinya.

"Iya, Bu. Bentar lagi Alisa akan bangun," ucap Alisa dengan suara parau.

Bu Halimah menempelkan telapak tangannya di kening Alisa dan ia langsung panik, saat mengetahui suhu badan putrinya di atas normal.

"Kamu demam, Lisa!"

Alisa menggeleng. "Tidak apa-apa, Bu. Lisa cuma kecapean saja, istirahat sebentar juga sembuh. Bu, untuk apa rumah kita di dekorasi?"

"Memangnya Arkan belum memberitahumu, kalau besok kalian akan menikah?"

Deg ....

Alisa kembali teringat ucapan Arkan kemarin, lelaki itu mengatakan akan segera menikahinya. Ia berteriak di tengah derasnya hujan, seakan butiran air dari langit menjadi saksi bisu, akan tekad seorang lelaki mualaf untuk menjadikannya kekasih halal.

Ternyata Arkan menepati ucapannya, membuat Alisa berpikir keras untuk bertemu dengan lelaki itu dan membujuknya agar membatalkan niatnya.

Alisa bisa saja menerima pinangan Arkan, belajar mencintai lelaki itu setelah menikah. Namun, bila mengingat kejadian kemarin di mana bundanya Arkan melabrak dirinya. Ia menjadi sangsi, karena orang kaya seperti bundanya Arkan akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan keinginan hatinya.

"Bu, Alisa tidak ingin menikah dengan Arkan. Alisa tidak mencintainya!"

"Ibu tahu, Lisa. Kamu ragu karena sikap bundanya Arkan kepadamu. Awalnya ibu juga tidak menyetujui rencana Arkan untuk menikahimu, tapi Arkan sudah meyakinkan ibu, Sa. Dia akan berusaha melindungi dan membuatmu bahagia."

"Tapi, Bu-"

"Alisa, ibu sudah tua dan penyakitan. Tidak mungkin ibu akan selalu menjaga dan bersama denganmu, Nak. Ibu tahu ini berat untukmu, tapi ibu yakin kalau Arkan adalah yang terbaik untukmu!"

"Kenapa harus dia, Bu?"

"Karena ibu melihat kesungguhan Arkan, dalam memperjuangkanmu. Walaupun dia belum sepenuhnya mencintaimu, tapi dia sudah berkorban banyak untukmu. Tidak semua lelaki seperti Arkan, yang dengan mudahnya menjadi seorang mualaf demi untuk menikah dengan gadis yang baru dikenalnya."

Alisa membenarkan ucapan ibunya, dia juga tidak bisa membohongi hati kecilnya kalau Arkan memang sosok lelaki yang bertanggung jawab. Namun, haruskah pernikahan ini terjadi tanpa rasa cinta dan restu dari bundanya Arkan?

Alisa menarik napas panjang. "Baiklah ... bila memang menurut Ibu, Arkan memang yang terbaik untuk Alisa. Alisa akan menerima pernikahan ini!"

"Terima kasih, Lisa. Doa ibu selalu menyertaimu. Semoga kamu bahagia bersama Arkan, lelaki yang kelak akan membawamu menggapai jannah-Nya. Amin."

Alisa mengangguk dan terharu, sebegitu yakin ibunya pada sosok Arkan. Satu yang selalu Alisa ingat, rida Allah ada pada rida orang tua. Semoga dengan rida ibunya, Allah swt akan selalu meridai setiap langkah baik di hidupnya. Amin

Cinta Seorang Mualaf (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang