Part 6

3.9K 230 21
                                    

"Ambil uang itu dan tinggalkan anak saya, jangan menampakkan kembali wajahmu di depan Arkan!"

___________

Alisa membeku menatap wanita yang berada di depannya, hatinya terasa teriris mendengar ucapan wanita yang tidak berperasaan sama sekali. Namun, Alisa tidak merasa heran karena ia kerap kali menjumpai wanita kaya seperti ini. Mereka diperbudak harta, hingga tidak pernah sudi memandang baik, manusia yang berada di kalangan bawah seperti dirinya.

"Maaf, Tante. Saya tidak pernah mendekati Arkan dan saya tidak pernah memintanya untuk menikahi saya!"

"Bohong! Kamu sudah guna-guna anak saya 'kan, supaya dengan mudah bisa menaklukan Arkan dan bisa menguasai hartanya dengan sesuka hatimu."

"Astagfirullah ... saya memang miskin, tapi saya tidak memiliki pikiran jahat seperti itu! Apalagi dengan mengguna-guna seseorang, itu perbuatan  musyrik. Allah tidak menyukainya."

"Jangan bawa-bawa Tuhan kamu, saya ke sini hanya ingin menegaskan padamu, jauhi Arkan secepatnya!"

"Kalau tujuan Tante datang ke sini hanya untuk meminta saya untuk menjauhi Arkan. Tante salah besar, karena yang memegang kendali pernikahan ini Arkan bukan saya! Jadi, Tante bisa bicara baik-baik dengannya. Untuk membatalkan pernikahan kami."

"Berani-beraninya kamu membantah perkataan saya, apakah ibumu tidak mendidikmu dengan benar?"

"Tidak ada satu pun ibu di dunia ini yang memberikan didikan yang tidak benar pada anaknya. Seorang ibu, senantiasa selalu memberikan yang terbaik untuk masa depan anak-anaknya."

"Kamu-"

"Aku hanya merasa kasihan pada Arkan, memiliki seorang Ibu yang kejam sepertimu. Ibu yang tidak pernah memberikan kebebasan kepada anaknya, Ibu yang selalu mengutamakan keegoisannya hanya untuk kepentingan  dirinya sendiri. Sepertinya sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan, silahkan tinggalkan rumah saya dan bawa sekalian uang ini. Kami keluarga miskin, tapi hati kami tidak serakah seperti Anda. Assalamualaikum!"

Alisa menutup pintunya dan bersandar lama di belakangnya. Air mata deras mengalir hangat di kedua pipinya. Baru kali ini, ia berani berkata seperti itu pada seseorang.

Alisa segera menghapus air matanya, saat ada seseorang yang kembali mengetuk pintu rumahnya. Saat mengetahui sang ibu yang datang, Alisa langsung membukakan pintu dan berhambur ke dalam pelukannya.

"Ada apa denganmu, Alisa?" tanya ibunya panik.

"Maafkan Alisa, Bu! Alisa sudah berkata tidak sopan pada seseorang."

"Apa maksudmu, Sayang?"

Alisa menceritakan semua yang terjadi pada ibunya. Wanita paruh baya itu tersenyum getir, saat mendengar apa yang diceritakan putrinya.

"Jangan merasa bersalah seperti itu! Apa yang kamu katakan memang benar apa adanya. Orang kaya selalu memandang sebelah mata pada kita, tapi lain kali kamu tidak harus meladeni orang seperti itu!"

"Alisa tidak mau menikah dengan Arkan!"

Ibunya mengangguk dan langsung memeluk putrinya. Semoga apa yang terjadi di masa lalunya,  tidak akan terjadi di kehidupan rumah tangga anaknya kelak.

___________

Siang harinya seperti biasa, Alisa berjualan kue dengan menggunakan sepedanya. Ia tidak ingin terus-menerus larut dalam kesedihan yang tak kunjung mereda.

Sebuah senyuman terukir indah dari kedua sudut bibirnya. Tatkala mengetahui banyak pelanggan baru yang menyukai kuenya. Hari ini ia mencoba membuat kue dengan rasa dan bentuk yang berbeda. Tak heran, dengan sekejap mata jualannya habis terjual.

Alisa tidak berniat untuk langsung pulang, ia berhenti di sebuah danau yang pernah ia kunjungi bersama Arkan waktu itu.

Masyaallah ... pemandangan yang indah sekali, membuat rasa sakit di hatinya lenyap seketika.

Alisa membuka mata, saat merasakan ada seseorang yang menggenggam erat tangannya. Dia tersenyum hangat kepada Alisa, seakan memberikan semangat baru untuk menata masa depan yang lebih baik.

"Arkan!"

Pemuda itu hanya mengangguk dan melempar senyum kepada Alisa. Namun, kemudian Arkan berdiri dan mendekati danau, lalu melambaikan tangannya pada Alisa. Alisa menjerit saat Arkan dengan perlahan melangkah mundur dan terjatuh ke danau.

"Arkaaaan!"

Alisa terkesiap dan mengucek kedua matanya, cuaca mendung dan tak ada siapa pun di sana. "Ternyata cuma halu!" ucapnya lirih seraya tersenyum tipis.

Alisa beranjak mendekati sepedanya dan menggowesnya dengan kecepatan cukup tinggi. Hujan akan segera mengguyur bumi. Alisa membenci hujan karena hujan sering menyebabkannya sakit.

Di tengah jalan sebuah mobil berhenti tepat di depannya. Membuat Alisa mengerem sepedanya secara mendadak, seorang wanita turun dan tersenyum mengejek ke arahnya.

"Kita bertemu lagi di sini. Dan lihatlah calon istrinya Arkan berjualan keliling seperti ini," ucapnya seraya memperhatikan penampilan Alisa dari atas kepala hingga ujung kaki.

"Maaf tante, sebaiknya kita tidak usah berdebat di tengah jalan. Urusan kita sudah selesai!"

"Wow ... secepat itukah kamu menyerah? kasihan sekali Arkan, menjadi mualaf dan merasakan sakitnya di sunat hanya demi wanita sepertimu!"

"Arkan su.sudah di sunat tante?"

Bukannya menjawab, wanita itu melirik sinis ke arahnya.  Lalu masuk ke dalam mobil dan langsung melajukannya dengan kecepatan sedang. Disenggolnya sepeda Alisa, yang menyebabkan ia terjatuh. Alisa meringis kesakitan, saat merasakan perih di sekitar sikunya.

Dengan perlahan Alisa kembali menuntun sepedanya. Ada cairan bening yang mengalir dari kedua sudut matanya. Sesekali Alisa menghapusnya, ketika cairan itu menghalangi penglihatannya.

Hujan deras turun dengan diiringi petir yang menyambar-nyambar. Namun, Alisa tidak menghentikan langkahnya. Ia tetap berjalan menerobos air hujan yang telah membasahi tubuhnya.

Di tengah derasnya hujan, seseorang melindunginya dengan payung.

"Mengapa kamu keras kepala? Seharusnya kamu mencari tempat untuk berteduh. Bukan hujan-hujanan seperti ini!"

Alisa tidak menjawabnya, ia mempercepat langkah kakinya.

"Sya!"

"Berhenti mengikutiku!"

"Tidak!"

Alisa menghentikan langkahnya, menatap nanar ke arah pria yang tak lain adalah Arkan. "Cukup sampai di sini saja, kita saling mengenal. Tidak perlu lagi kita bertemu!"

"Apa karena ibuku? Bukannya aku sudah pernah membicarakan ini denganmu! Kalau ibuku memang seperti itu."

Alisa diam, kemudian dia menggeleng. "Tidak, cari saja wanita yang mencintaimu dan diterima secara terbuka oleh ibumu. Aku tahu diri, aku tak pantas untuk menjadi pendampingmu!"

"Tap-"

"Tetap di sana dan jangan mendekat!"

Arkan bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak mungkin harus menyerah saat rasa cintanya mulai bersemi di hatinya.

"Baiklah, tapi besok aku akan datang ke rumahmu. Aku akan menikahimu, dengan atau pun tanpa bunda!"

Bersambung ....

Terima kasih sudah membaca🤗
Tinggalkan jejak vote dan coment😍

Cinta Seorang Mualaf (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang