Part 10

4.2K 217 29
                                    

Namun, saat Alisa melanjutkan kembali untuk berjualan. Ada sebuah mobil yang melaju kencang dari arah depan dan menyerempet sepedanya. Alisa terjatuh dan darah segar mengalir dari sikut dan lututnya.

___________

"Astagfirullah," ucap Alisa seraya menyentuh kedua lututnya yang berdarah. Lalu ia mencoba untuk berdiri, tapi sia-sia. Luka di lututnya terasa ngilu dan perih, sehingga membuatnya kesulitan untuk berdiri.

Mobil yang menyerempet tadi berhenti, dua wanita turun dari mobil dan langsung menghampiri Alisa. Mereka tersenyum puas, rencana untuk mencelakai Alisa berjalan mulus.

"Sudah kubilang, jangan pernah membuat masalah denganku! Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku. Kalau kau masih nekad untuk mempertahankan hubunganmu dengan Arkan, aku bisa lebih dari ini untuk membuatmu celaka!" ucap Elisa, yang tak lain bundanya Arkan.

Alisa mencoba untuk berdiri kembali. Menahan sedikit rasa perih di lutut dan sikutnya, kali ini ia berhasil berdiri. Namun, gadis yang datang bersama Elisa langsung mendorongnya dan membuat Alisa terjatuh kembali.

"Ingat, gadis kampung! Arkan itu milikku, tidak ada seorang pun yang boleh memilikinya. Kalau aku tidak bisa memiliki Arkan, maka siapa pun tidak akan pernah bisa memilikinya!" ucap Sofi, gadis yang datang bersama Elisa.

Sofi mengangkat dagu Alisa menggunakan kedua jarinya. Menatap tajam manik cokelat milik Alisa, seraya tersenyum sinis padanya. "Parasmu tidak cantik dan harta pun kau tak punya, lalu apa yang membuat Arkan tertarik padamu?"

"Mungkin karena aku tidak serakah seperti kalian! Kalian terlalu membanggakan harta  dan jabatan, sehingga lupa makna dari sayang dan cinta yang sesungguhnya!"

"Kau berani sekali berbicara seperti itu pada kami!" hardik Elisa seraya bersiap untuk menampar Alisa.

"Bunda, hentikan!"

Tiba-tiba Arkan datang dan mendekati Alisa. Melihat darah yang mulai mengering di lutut Alisa membuat ia tak bisa lagi menahan amarahnya.

"Apa yang telah kalian lakukan padanya?" tanya Arkan dengan wajah merah padam menahan amarah. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang menjawabnya.

"Jawab!" bentak Arkan kembali.

"Aku merindukanmu, Arkan!" Sofi tiba-tiba bergelayut manja di lengannya Arkan.  Namun, Arkan langsung menghempaskannya dengan kasar.

"Sampai sekarang aku masih menganggapmu sebagai Bundaku, tapi bila kau terus-menerus berniat memisahkanku dengan Alisa. Jangan salahkan aku, bila suatu saat aku benar-benar meninggalkanmu dan tak lagi peduli padamu."

"Arkan! Kau berani sekali berbicara seperti itu pada bundamu. Gadis ini sudah memberi ajaran buruk padamu!"

Arkan tersenyum sinis. "Apakah selama ini Bunda tidak sadar, kalau Bunda hanya memanfaatkanku saja? Aku seperti boneka hidup, yang segala sesuatunya harus mengikuti kehendak Bunda."

"Arkan!"

"Aku sudah meninggalkan rumah dan kemewahan. Jadi, tidak ada alasan lagi untuk Bunda menggangu kehidupanku bersama Alisa. Kalau Bunda masih menggangunya, apalagi berniat mencelakai istriku, aku tidak segan-segan akan melaporkan Bunda pada pihak yang berwajib!"

"Arkan, Tante Elisa ini bundamu. Jangan berbicara seperti itu padanya!" bentak Sofi.

"Aku juga peringatkan padamu, Sofi! Jangan pernah mengusik wanitaku. Kalau kau masih melakukannya, aku akan membuat perhitungan denganmu!"

Arkan mendekati Alisa dan langsung membopongnya. Ia tidak peduli pada Elisa dan juga Sofi yang marah besar kepadanya. Kini hanya satu keinginan terbesarnya, bertemu dengan sang papa kandungnya.

Cinta Seorang Mualaf (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang