Pt.44

383 37 4
                                    

Di hari yang cerah ini, Jennie dibuat kesal oleh Kai. Mengapa tidak, saat mereka asik berkencan tiba-tiba dengan seenaknya Kai meninggalkannya dengan alasan ada hal penting yang tidak bisa ditinggal. Dengan terpaksa Jennie diturunkannya di tepi jalan, bahkan Jennie tak tau arah jalan pulang.

"Huh!" Jennie menghempuskan napasnya. Ia sudah berjalan cukup lama. Namun, tidak ada tanda-tanda ia akan keluar dari pemukiman ini.

Tiba-tiba ada sosok laki-laki berbadan kekar mendekati Jennie. "Neng sendiran aja."

Jennie tidak menggubris orang itu. Ia hanya menunduk takut, dan mepercepat langkahya.

"Ngga usah takut sama abang cantik." Ucap laki-laki itu yang mencolek dagu Jennie. Sontak membuat Jennie langsung menepisnya.

"Jangan pegang-pegang!" Ketusnya.

"Galak amat sih neng." Sosok itu semakin mendekati Jennie.

"Jangan deket-deket atau gue bakal teriak." Ancamnya.

Laki-laki itu langsung membekap mulut Jennie.

"Mphhhhh." Jennie menggoyangnya tubuhnya, namun gagal, karena tubuh sosok itu lebih kuat. Keringat dingin mengguyur sekujur tubuhnya. Jennie menendang alat laki-laki itu, sehingga membuatnya melepaskannya. Dengan cepat Jennie berlari menjauhinya.

Jennie bersembunyi di belakang pos ronda dengan napas yang tidak beraturan. Namun, laki-laki kurang ajar itu masih mengejarnya.

Ketika melihat laki-laki itu sudah pergi dari hadapannya, ia bernapas lega.

Saat Jennie hendak berdiri tiba-tiba ada yang menepuk pundanya dari belakang, yang membuatnya mebelalakan matanya.

"Mampus!" Batinnya. Dengan sigap Jennie langsung menjok perut seserang itu hingga membuatnya merintih kesakitan.

"Aduh....."

"Tega lu Jen." Ucapnya yang mendongak.

"Hanbin?" Ucap Jennie kaget, ternyata yang di tonjoknya bukan lelaki kurang ajar tadi, melainkan Hanbin. "Eh maaf Bin, gue nggak sengaja." Ucapnya yang mengigit bibir bawahnya.

"WOI JANGAN LARI LO!!!!"

"Hanbin kaburr!!!" Tukas Jennie yang menyeret lengan Hanbin.

"Ada apa sih Jen?"

"Nanti gue jelasin. Sekarang lari dulu."

"Ngga ah. Kayaknya ngeladeni dia enak juga."

"Gila lo!"

"Udah lo tinggal diem aja." Jennie mendekat ke arah Hanbin, dan bersembunyi di belakangnya.

Sosok tersebut semakin mendekat. "Heh itu udah punya gue." Ucapnya yang menunjuk ke arah Jennie. "Jangan maen ambil aja lo bocah."

"Terus?" Ucap Hanbin yang menaik turunkan alisnya.

"Balikin sini!" Tukasnya.

"Nggak akan!" Ucap Hanbin yang melayangan pukulannya tepat pada perut lelaki itu.

"Sakit bangsat!" Rutuk sosok itu.

"Nggak sengaja," ujar Hanbin.

Lelaki itu hendak memukul Hanbin, dengan sigap Hanbin menangkap tangannya lalu mendorongnya.

Sosok tubuh kekar itu tampak sedang mengelus-elus pantatnya yang baru saja terjatuh.

"Pantat gue sakit sat!" Ucap pria itu.

"Gue harus apa?" Balas Hanbin.

"Lo songong banget jadi orang!"

"Bukannya songong...."

Jennie menelan ludah dengan susah payah.

"Terus mau lo apa? Mau berantem?" Tantang sosok pria itu.

Hanbin menghela napas, menggaruk bagian belakang kepalanya. "Bangsat! Mau lo apa sih!" Celetuk Hanbin dengan suara kencang. Dia merasakan cengkraman yang kuat di lengannya. Dia menoleh dan melihat wajah Jennie yang sudah pucat. Pria di depan mereka berjalan mendekat. Ekspresi wajahnya semakin menunjukkan rasa marah.

Hanbin mundur selangkah, menabrak tubuh Jennie yang entah sejak kapan berada sangat dekat dengannya. "Lo bisa lari kenceng kan?" Bisik Hanbin.

"Hah? Kenapa emang?"

Hanbin berdecak. Pria di depannya semakin maju. Hanbin menggenggam tangan Jennie. "Sorry. Lari!"

Hanbin berbalik dengan cepat dan menarik tangan Jennie agar mengikutu gerakannya. Terdengar sumpah serapah dari arah belakang. Namun, Jennie sama sekali tidak berusaha menoleh. Dia berfokus melihat ke depan dan berusaha sebisa mungkin menyamai kecepatan langkah Hanbin, menghindari barang-barang yang ada di kanan dan kiri jalan.

Mereka berlari keluar dari jalan yang tadi mereka masuki. Tangan Hanbin mengenggenggam erat tangan Jennie, menariknya cepat. Akhirnya Jennie menoleh ke belakang, wajahnya terkejut melihat sosok pria besar itu masih berada di belakang mereka.

"Bin, dia masih ngejar!" Teriak Jennie sambil terengah-engah.

"Berengsek! Itu orang maunya apa sih!" Hanbin mempererat genggaman tangannya membawa Jennie masuk ke jalan menuju sebuah pemukiman lain.

Setelah berlari-larian cukup lama, mereka akhirnya melihat sebuah dinding besar di depannya, itu adalah dinding belakang rumah Hanbin.

Jennie melihat ke belakang, memastikan pengejar mereka sudah tidak ada. Tak sengaja kaki Jennie tersandung batang kayu yang sedikit melintang di jalan, membuatnya kehilangan keseimbangan, dan tersungkur ke depan.

"Aduhh....aduh...." rintih Jennie merasa perih di lengan dan lututnya.

"Lo nggak apa-apa?" Tanya Hanbin.

Jennie membuka matanya dan terbelalak sengan posisinya yang berada di atas tubuh Hanbin. Wajah mereka berdua berdekatan, membuat mata Jennie menatap lekat mata Hanbin.

"Kok?" Tanya Jennie bingung.

"Lo kesandung," ujar Hanbin. "Ceroboh banget sih jadi orang," tambahnya.

"Sorry."

"Lo bisa berdiri? Berat ini."

"Sorry." Ucapnya lagi. Dia mencoba untuk berdiri, namun perih di lututnya membuatnya meringis dan sedikit tumbang ke depan. Dengan cekat Hanbin memegang bahu Jennie, menahan supaya tidak jatuh.

"Gue tanya tadi, lo nggak apa-apa?" Tanya Hanbin.

Jennie menggeleng. Dia berbohong. Telapak tangan, lengan, dan lututnya terasa perih. Hanbin memegangi Jennie agar bisa berdiri tegak. Dalam beberapa detik Jennie meringis karena perih di lutitnya.

"Bin..." panggil Jennie lirih. "Gue bohong, sakit ini..."

Hanbin berdecak. "Makannya jangan sok kuat."

Dengan cepat Hanbin mengangkat tubuh Jennie. "Ehh ehh ngapain?" Ucapnya bingung.

"Udah deh tinggal diem apa susahnya sih. Katanya sakit."

Jennie hanya menelan ludahnya. Lalu melingkarkan lengannya pada leher Hanbin, dan menenggelamkan wajahnya di dada Hanbin karena malu dengan posisinya saat ini.


KKN✔ [Ikon×Blackpink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang