Berita kematian Mingi membuat mereka yang tersisa menjauhi San. Bukannya benci, mereka hanya kecewa dan takut.
San sempat meminta Yeosang untuk bertemu, tapi temannya itu menolak karena mau menenangkan diri. Siapa sih yang tidak marah kalau sudah dikerjai sampai merenggut nyawa.
Kini, San berdiri di depan kaca kamar mandi rumahnya, menatap pantulan dirinya yang sangat berantakan. Rambut acak-acakan, kantung mata yang terlihat menghitam, juga bibirnya yang pucat, persis seperti mayat hidup.
Semenjak pemakaman Mingi kemarin, dia terus dilanda rasa bersalah karena ide gilanya untuk mengerjai Yeosang.
"Huft, gue kan cuma ngasih ide, gak beneran bikin mereka meninggal."
San meniup poni rambutnya yang menutupi kedua matanya. Kemudian, dia menyalakan keran air wastafel dan membasuh wajahnya.
Setelah itu, dia memutuskan untuk makan, mengingat ia belum makan sejak kemarin.
"Habis ini gue mau ke rumah Yeosang, gue harus dapetin permintaan maaf darinya. Begitu juga yang lain, gue harus minta maaf," gumam San penuh tekad seraya menggenggam erat pinggiran wastafel.
"Ya, gue harus." San mengangguk pada pantulan dirinya di cermin sebelum melangkahkan kaki dari sana.
Tapi sayang, dia tidak sadar ada genangan air di dekatnya. Sehingga, ia tak sengaja terpeleset dan kepalanya membentur cermin. Tak hanya itu, kepalanya juga membentur pinggiran wastafel.
Membuatnya jatuh dengan posisi menghadap lantai, dengan genangan darah yang semakin lama semakin banyak, membasahi sekitarnya.
Yang terakhir San ingat, ada seseorang yang menatapnya dengan puas dari ambang pintu kamar mandi, sebelum kegelapan menyelimutinya.
"Kak Yeosang! Kak Yeosang!!!"
Ceklek
Pintu rumah Yeosang terbuka lebar, menunjukkan si pemilik yang dalam keadaan mengantuk.
"Apaan sih, gak sopan banget," marah Yeosang dan menahan diri untuk tidak memukul Jongho yang terlihat panik sambil menunjuk-nunjuk suatu arah.
"Itu... itu!"
"Kalau mau ngomongin hal yang gak penting, lo pergi sekarang. Gue mau lanjut tidur!" Usir Yeosang geram.
"Kak San meninggal!"
Mata Yeosang yang awalnya hanya setengah terbuka sontak terbelalak karena terkejut. San... meninggal?
"Kok bisa?! Lo tau dari mana?!"
"Gue kan mau ke rumahnya, pengen hibur dia supaya jangan terlalu merasa bersalah, gue takut dia depresi. Pas gue sampe di depan rumah, gue liat pembantunya teriak-teriak minta tolong. Gue tanya apa yang terjadi, terus gue masuk ke dalam dan liat Kak San udah tergeletak di lantai. Pas gue cek denyut nadi dan nafasnya, ternyata gak ada."
"Yang lain udah tau?"
Jongho mengangguk tanda mengiyakan. "Gue udah telpon lo berkali-kali, tapi gak lo angkat."
"Hp gue hilang anjing, hp gue hilang pas di makamnya Mingi," balas Yeosang seraya mengusak rambutnya frustasi.
"Ya udah, urusan hp nanti aja. Sekarang lo mandi, ganti baju, terus kita ke rumah Kak San."
"Lo tunggu di dalem."
"Oke!"
Jongho mengekori Yeosang masul ke dalam lalu duduk di sofa yang berada di ruang tamu. Setelah Yeosang pergi, Jongho memandangi foto-foto yang terpajang di dinding.
Mulai dari foto mereka berdelapan, lalu foto Yeosang dan Wooyoung, dan masih banyak lagi.
Tapi, ada satu foto yang menarik perhatian Jongho. Di foto itu ada Yeosang, namun tatapannya begitu tajam. Entah kenapa, dia merinding melihatnya.
"Eh, gue kan baru baca di gugel. Katanya, di dalem foto bisa ada setannya," gumam Jongho sembari bergidik ngeri.
"Jongho, kalau mau minum bikin sendiri!" Teriak Yeosang dari dalam kamar mandi.
"Makasih kak!"
Tok tok tok
Jongho menolehkan kepala ke arah pintu rumah Yeosang yang diketuk. Dia pun beranjak bangun dan menuju pintu udah membukanya.
Namun, begitu dibuka, dia malah dibuat heran dengan kedatangan Wooyoung dengan pakaian tertutupnya.
Dia memakai masker, kupluk jaket menutupi sebagian keningnya, serba hitam pula.
"Lo ngapain disini?" Kening Jongho mengernyit. "Katanya lo mau ke rumah Kak San."
Wooyoung diam sesaat, kemudian terkekeh seraya membuka maskernya.
"Seharusnya gue yang tanya, kenapa lo ada disini, hmm?"
Silahkan curahkan uneg-uneg, pemikiran, ide, atau dugaan kalian disini ↓