I

103 11 0
                                    

Preview

Preview

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku membuka mataku, mataku masih melihat raga terbaring di atas meja operasi yang dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku membuka mataku, mataku masih melihat raga terbaring di atas meja operasi yang dingin. Ini pasti mimpi. Tubuhku masih berjuang disana, berjuang menghadapi maut ketika dokter dan asistennya melakukan tugasnya. Dan ketika dokter itu mengangkat benda kecil dari tembaga runcing itu keluar dari tubuhku, dadaku langsung terasa nyeri tak karuan. “Sialan kenapa mimpi ini terlihat nyata.”

Ini pasti mimpi. Tak mungkin bukan jika kejadian di film terjadi padaku? Orang itu berada di alam antara dunia dan alam baka, jiwanya bergentayangan sedangkan tubuhnya mengalami kritis. Film hanyalah sebuah fiksi dan karangan si sutradara, jadi aku yakin semuanya hanyalah mimpi konyol dari bunga tidurku.

Aku kembali mencengkeram dadaku saat dokter menjahit luka di tubuhku yang lain. Rasanya benar-benar ngilu hingga aku jatuh tersungkur ke lantai ruang operasi yang dingin.

Sakit itu segera menghilang ketika dokter selesai memberi kain kasa di luka jahitannya. Napasku terengah, seperti telah melewati siksaan, semuanya menjadi kacau.

“Detak jantungnya kembali normal, butuh berapa jam sampai biusnya habis?” Aku menoleh, asisten dokter itu tengah merapikan alat-alat operasi. Ia bertanya sembari menghampiri dokter dan melepas sarung tangan karetnya.

Aku mengerutkan kening ketika dokter paruh baya itu melepas kacamatanya dan menghembus napas berat. Kenapa? Dia terlihat khawatir. “Biusnya akan habis 3 jam lagi, tapi saya tak dapat menjamin dia akan segera siuman,” ia menatap tubuhku yang terlelap dalam itu dengan pandangan seperti ‘kau telah berusaha keras’ dan melanjutkan ucapannya. “Saya sudah melihatnya, ada trauma besar di saraf otaknya karena racun yang berbahaya.”

Aku bangkit berdiri. “Sarafku terganggu, jadi bagaimana?” Berkacak pinggang serta memiringkan kepalaku masih tak mengerti. Semuanya sangat tak nyata. Sungguh, seperti film-film yang sering ku tonton. Apakah sekarang dalam mimpi aku mendapat tontonan film gratis secara langsung dari tempat kejadian? “Apa artinya aku akan koma?” lanjutku, dan tentunya tak akan ada yang mendengar.

GWTN II; Phantom ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang