III

56 7 0
                                    

Preview

Hi!Before all of this aku mau kasih tau, Preliminary aku update for some reason (literally gambar-gambarnya aku hapus karena makin kesini dirasa unnecessary) dan aku re-publish sekaligus hari ini sama update with The New Version of The Beginning

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hi!
Before all of this aku mau kasih tau, Preliminary aku update for some reason (literally gambar-gambarnya aku hapus karena makin kesini dirasa unnecessary) dan aku re-publish sekaligus hari ini sama update with The New Version of The Beginning. Boleh di baca dulu jika kepo hehe

Happy reading>0<

Sebuah situasi makin tak masuk akal ketika hari-hariku masih ditemani oleh Dorothy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah situasi makin tak masuk akal ketika hari-hariku masih ditemani oleh Dorothy. Dia tak tampak seperti malaikat pencabut nyawa, tapi aku harus mengakuinya kalau dia memang malaikat pencabut nyawa karena dia telah membuatku menderita selama beberapa hari ini. Tak hanya pertemuan pertamaku dengannya, tapi bagaimana cara dia mengawasiku dan menatapku kalau dia ingin mencabut nyawaku sekarang juga.

Dorothy tentunya dia hanya mengawasiku, tidak seperti di film-film yang biasa ku tonton, malaikat pencabut nyawa sibuk mengelilingi area kritis dan memanggil para arwah yang akan segera dijemput. Tidak seperti itu, Dorothy benar-benar hanya diam disampingku selama seminggu terakhir ini dan gilanya dia menjadi teman mengobrol ku. Tubuh asliku mungkin memiliki tekanan yang cukup kuat pada otak sehingga membuatku gila dalam khayalan Imajinasiku, mengobrol dengan malaikat pencabut nyawa.

"Kau memang gila dan kau baru menyadari itu pada saat arwahmu keluar, benar?"

Aku mengerutkan kening karena Dorothy dapat membaca pikiranku sekarang. Aku yang duduk di sudut kamar menoleh kepada Dorothy yang wajahnya tak pernah menunjukkan ekspresi yang penting. Ia mengayunkan kakinya di samping ranjang pesakitan tubuh asliku yang tentunya masih terpejam dengan erat. "Apa yang membuatmu berkata begitu?" Kataku tak terima bahwa aku baru saja dideklarasikan sebagai orang gila.

Dorothy mengangkat alisnya sangat heran melihatku yang biasanya panik akan segala hal dan sesuatu yang tak masuk akal bagiku, sekarang meringkuk di ujung ruangan dan terlihat putus asa. "Kau memang gila, banyak catatan kehidupanmu yang tercatat bahwa kau sudah membunuh banyak orang."

Sekali lagi tersenyum miris, aku hanya terpikir ini ketika arwah ku berada di ambang kematian dan dunia. Aku kembali mengingat saat aku masih beraktivitas di organisasi detektif Gewetensvol, dalam keadaan hidup dan sadar tentunya. Banyak para target yang kubunuh untuk keberhasilan misi, kalau dilihat lagi aku benar-benar seperti pembunuh. "Apakah jika membunuh orang jahat adalah sebuah dosa?"

"Tidak." Dorothy memejamkan matanya. "Karena kau membunuh seseorang dengan maksud menyelamatkan banyak nyawa.  Aku tak mengerti dengan manusia, banyak manusia yang berkorban bertaruh dengan nyawanya untuk menyelamatkan orang lain, itu termasuk dirimu bukan?"

Aku memejamkan mata sekali lagi sangat rapat. Aku Ingin menutup telingaku rapat-rapat tapi itu percuma saja, Dorothy adalah malaikat pencabut nyawa, dia bisa berbicara dengan hati. Aku sangat ketakutan ketika Dorothy terus-menerus berbicara dalam hatiku sehingga membuatku jengkel dan ingin segera mati saja. "Aku tak ingin memberitahumu." Ucapku ketus.

"Tak apa jika kau tidak mau mengakuinya, aku tahu setiap manusia selalu sulit untuk mengucapkan dosanya."

"Apa malaikat pencabut nyawa tidak tahu kalau berkorban itu bukanlah sebuah dosa?"

"Ralat, maksudku pengakuan."

Aku mendelik sedikit tak mengerti dengan malaikat yang satu ini. Benarkah ia seorang malaikat pencabut nyawa? Tak terlihat meyakinkan karena ia lebih terlihat seperti manusia bodoh yang tak tahu menahu apapun. Aku bahkan kembali meragukan pengakuanku kemarin saat aku berbicara dengan lantang bawa aku yakin ia adalah seorang malaikat.

"Aku tahu semuanya Kim Taehyung, aku tahu." Lagi-lagi Dorothy dapat membaca pikiranku.

Ngomong-ngomong soal tahu menahu, aku jadi penasaran akan sesuatu. "Kapan aku mati?" tanya ku masih tak lepas menatap kedua bola mata Dorothy.

Dorothy mengangkat sebelah alisnya. Sepertinya cukup kebingungan karena pertanyaan tiba-tibaku. "Aku tak bisa memberitahunya."

Alisku berkerut. "Apa?" Seraya mengangkat kepalaku yang setengah menunduk,  Aku makin menatapnya dengan jengkel. "Jangan bilang kau tidak ingin memberitahu karena kau memang pelit."

"Aku tidak pelit tapi memang tidak boleh diberi tahu sebelum nyawamu akan ku cabut," Dorothy melirik ke arah tubuh asliku, menatapnya dengan lekat seakan mencari sesuatu pada wajahku yang terlelap. "Apa ya? Mungkin dalam dunia manusia ini disebut dengan kejutan."  Tangannya terulur meraih puncak kepalaku dan mengusap rambutku dengan halus, tetapi berbanding terbalik dengan senyumannya yang terlihat menakutkan dan picik.

Aku, dengan wujud arwahku, langsung merasa merinding karena sentuhan yang Dorothy lakukan pada tubuh asliku. Dia memang wujud gaib atau biasa disebut hantu, Jadi mungkin jika seseorang dapat sentuhannya maka semua tubuh akan merinding sampai pada jiwanya.

Saat itu aku sangat tersentak karena tiba-tiba seseorang, maksudku 3 orang masuk ke dalam kamar rawat ku. Bukan Dokter ataupun perawat, mereka hanyalah pengunjung biasa. Apa aku sekarang sudah bisa dijenguk oleh siapapun?  Tapi bukan itu yang membuatku tersentak, berdiri dengan terburu-buru.

"Jimin?"

Mataku bergetar hebat ketika melihat Jimin yang duduk di kursi roda dengan banyak luka di tubuhnya. Apalagi aku kembali teringat saat di ruang operasi, luka mengerikan yang mengeluarkan darah merah pekat dari leher beserta pahanya. Sangat mengerikan untuk di ingat, dan saat itu juga ketakutanku ada di titik puncaknya.  Tapi kini aku bersyukur melihat Jimin yang bangun lebih cepat daripada aku dan tidak memiliki komplikasi lain pada tubuhnya. Dengan melihatnya masih hidup saja sudah membuatku merasa tenang sedikit. Setidaknya kekhawatiranku berkurang satu.

Selain Jimin, Jungkook dan Seunji juga ada disana. Hatiku semakin sakit saat melihat Jimin menitikan air matanya. Matanya lurus tak berhenti memandangi tubuh asliku. Aku hendak meraihnya sebelum tubuh si gadis meraihnya terlebih dahulu dan merengkuh nya dalam dekapan yang hangat dan tentunya nyata.

Aku diam mematung.  Sebenarnya, aku ini apa? Dalam keadaan Jimin yang sedang butuh sandaran aku bahkan tak bisa memberinya dukungan yang nyata. Aku kembali teringat bahwa aku disini hanyalah sebuah arwah yang bahkan tak terlihat olehnya,  bagaimana bisa aku memberikan pelukan hangat?

Tetapi setelah aku keluar dari seluruh kekonyolan dunia diambang kematian ini, aku akan segera berterima kasih kepada gadis Han yang telah menemani sahabatku selama aku tak dapat bercengkerama dengannya.

"Kau menyebutku konyol."

Aku melihat ke belakang ku, entah sejak kapan Dorothy sudah berada di sana. Lagi-lagi ia membaca pikiranku, lain kali aku akan berhati-hati dalam memikirkan sesuatu. "Kau memang konyol." ucapku sekalian menyuarakan isi pikiranku yang sudah terlanjur terbaca.

"Terserah." Setelah itu Dorothy menghilang. Entah kemana, Ia hanya menyisakan asap hitam yang segera mungkin ikut menghilang juga seperti partikel yang menyebar.

Kemudian seakan jiwaku tertarik, mataku memutar tak karuan, pandanganku langsung bertemu Jimin yang di hatam pisau bertubi-tubi sebelum mengenai jantungnya. Mulutnya mengeluarkan darah sedangkan orang di hadapannya mati dengan pelurunya silvernya Astin. Dua enggok manusia itu terjatuh di atas pasir yang semakin banjir darah. Saat tubuh itu bertabrakan dengan pasir, suara nyaring serta garis lurus pada monitor yang tersambung ditubuhku terdengar memekakan telinga.

Bayangan malam itu, aku seperti melihat kematianku dan Jimin.

GWTN II; Phantom ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang