Preliminary

187 14 5
                                    

October, year 21

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

October, year 21


“Taehyung, makan siang?”

Taehyung mengangkat kepalanya dari tumpukan kertas di atas meja. “Ah iya,” kembali berkutat dengan kertas di atas mejanya tak acuh ketika Jimin masuk ke dalam ruangannya. “Satu lembar lagi.” Lanjutnya.

Jimin hanya terkikik sembari menaruh bokongnya di sofa empuk. “Tolonglah lembaran itu memiliki banyak bagan, waktunya tiga kali waktu makan siang.”

“Tak selama aku menghabiskan waktu di rumah sakit.”

“Oh, Taehyung? Kau duluan yang bicara.”

Taehyung memang menghabiskan sebagian hidupnya di rumah sakit, 10 bulan dan 3 bulan tambahan untuk pasca koma. Jadi ia tak mengelak tentang hal itu.

Memang amat tersiksa saat siuman, ia tak dapat berbicara hampir seminggu karena rahangnya yang kaku—selang yang masuk ke dalam tenggorokan selama berbulan-bulan—tentu saja sangat lega ketika benda itu dilepas dari mulutnya. Jari-jarinya yang hampir mati rasa, napasnya jadi sedikit sesak sehingga ia harus memakai alat bantuan saat tidur, hingga ia tak bisa mengingat siapapun kecuali orang yang pertama kali dilihatnya saat siuman—Jimin.

Namun, Taehyung merasa baik-baik saja sekarang. Perlahan tapi pasti ia memulai kehidupan barunya dari awal, Jimin dengan senang hati membantunya mengingat semua yang ia lupakan. Mulai dari orang tuanya, Soonshim, rekan-rekan di Gewetensvol, Han Seunji—pujaan hatinya Jimin, dan gadis bernama Lee Soo An. Walau ia tak bisa mengingat semuanya, setidaknya ia mengetahui orang-orang yang ia lupakan sebelum jatuh dalam tidur panjang.

Jimin bangkit dari duduknya, menyingkap kertas-kertas dihadapan Taehyung dan mengamit pena yang di pegang Taehyung dan menyelipkannya di saku jas hitamnya. Ia menaruh kertas itu jauh dari meja kerjanya hingga membuat Taehyung menghela napas jengkel. “Makan siang sekarang atau pena Aigner seharga 87 dolarmu ku berikan pada keponakannya Seunji. Dia akan memakainya dengan baik untuk menggambar gunung.”

“Keponakannya ada di Paris.” Taehyung terdiam, Jimin ikut hening. Saat ini Taehyung baru menyadari jas yang dipakai Jimin sangat rapih, bahkan dasinya dipasang dengan baik dan benar. Berbeda dengan hari kamis kemarin dimana Jimin memakai dasinya longgar-longgaran atau bahkan di hari sebelumnya hanya dibiarkan melingkar di kera bajunya tanpa diikat. Taehyung bersandar pada kursinya sembari menautkan jarinya. “Seunji menyiapkan jas untukmu dan memakaikan dasi?”

Jimin mengulum bibirnya membuat Taehyung terbahak. “Sudah cukup menggodaku, cepat ke kafeteria.” Jimin mengangkat dagunya seraya menepuk-nepuk jasnya yang tidak kotor, berbalik hendak keluar ruangan tapi tungkainya terhenti ketika Taehyung memanggil namanya. Tangannya yang sudah meraih gagang pintu menggantung, ia menoleh. “Hm?”

GWTN II; Phantom ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang