🎀 3 🎀

388 33 1
                                    

Dua minggu akhirnya tiba dan Queen sudah merapikan dirinya sebab hari ini calon suaminya bersama keluarganya akan datang melamarnya.

Ayah dan bundanya tampak tersenyum dengan bahagia sejak tadi hingga membuat ia ikut bahagia saat melihat senyum mereka.

Bel akhirnya berbunyi dan para tamu dipersilakan masuk. Queen menghembuskan napas yang ia tahan sejak bel berbunyi. Walau tak ingin merasa gugup tapi dirinya lumayan gugup saat ingat akan bertemu calon suaminya.

Dengan perlahan ia keluar dari kamarnya, menemukan Evelyn juga Rodrick sudah duduk ditemani kedua orangtuanya.

Ia mencari-cari dengan matanya tapi tak menemukan seorang laki-laki yang menjadi calon suaminya dan dirinya mulai bertanya di dalam kepalanya.

Queen menghampiri kedua calon mertuanya kemudian memberikan salam pada mereka, setelah itu ia duduk.

"Maaf Tante, Om, di mana calon suamiku?" tanyanya.

Mereka semua tampak sedikit gugup saat dia bertanya bahkan tak berani menatapnya.

"Maaf, Queen, Ken masih sibuk bekerja dan tak bisa datang. Jadi dia meminta kami yang melamarmu untuknya."

Hati Queen gelisah mendengarnya dan merasa ada yang mereka sembunyikan darinya tapi ia tak tahu apa. Sesibuk itukah dia hingga tak bisa meluangkan waktu untuk melamar seorang wanita dan Queen sedikit cemas laki-laki apa yang bahkan tak bisa menyisihkan sedikit waktunya.

Jika acara ini mendadak maka ia akan memakluminya tapi semua ini sudah direncanakan sejak dua minggu yang lalu dan ia mulai menduga jika laki-laki itu tak mau dijodohkan dengannya.

Tanpa bisa Queen kendalikan amarah memenuhi dirinya dan merasa tak ingin lagi menerima perjodohan ini jika harus menikahi laki-laki seperti itu. Sebab belum menjalaninya saja ia tahu betapa tragis pernikahan yang akan dijalaninya.

Tapi Queen tak ingin menunjukkan amarahnya dihadapan calon mertuanya meski ia ragu apakah mereka memang akan menjadi mertuanya.

Ia masih memikirkan sopan santun jadi tak menuruti kehendaknya untuk bergegas masuk ke kamarnya. Hanya saja ia tak bisa ikut dalam pembicaraan mereka dan hanya bisa mengenggam tangannya erat sebagai upayanya menahan diri.

"Walau Ken tak bisa hadir untuk menyampaikannya sendiri saat ini tapi tanggal pernikahannya sudah ditentukan satu bulan lagi. Apa kalian keberatan?" tanya Rodrick pada calon besannya.

"Ya, semakin cepat semakin baik," jawab Osbeth yang tentu saja membuat Queen semakin cemberut mendengarnya karena sesungguhnya ia keberatan tapi dirinya sungguh tak ingin ayahnya bersedih.

Saat akhirnya mereka pamit pulang dan sepakat pernikahan akan dilakukan setelah wisudanya, Queen masih tetap diam saja.

Ia segera masuk ke kamarnya dan menganti pakaiannya dengan menghempaskannya untuk melampiaskan kemarahannya sebelum ia meledak.

"Queen," panggil Ametta memasuki kamarnya. "Ada apa?"

"Laki-laki apa yang akan aku nikahi, Bunda, jika bahkan meluangkan waktu untuk lamaran ini saja dia tak bisa, dan aku tak ingin menikah dengan laki-laki seperti itu," ujar Queen melampiaskan rasa kesalnya.

"Bunda tahu, Sayang, tapi apakah kamu tidak bisa melihat betapa bahagianya ayahmu? Dan Bunda tak tega mengecewakannya. Apakah kamu tega?"

Queen terdiam mendengarnya dan tahu jika ia juga tak tega merengut kebahagiaan itu dari ayahnya.

"Jadi apakah pernikahan ini bisa diteruskan?"

"Ya," ujar Queen pasrah dan mencoba berpikiran positif jika mungkin laki-laki itu memang begitu sibuk.

Captivated You by Yessy Lie (Inspirated By A True Story Series, #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang