ろく

957 155 5
                                    

❝ orang lain boleh
saja merendahkanmu
tapi jangan sampai
kau termakan umpan
mereka itu. ❞

Gadis itu berhenti di sebuah bangunan toko bunga, bangunan itu terlihat antik serta tua namun bagian itulah yang membuatnya estetik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis itu berhenti di sebuah bangunan toko bunga, bangunan itu terlihat antik serta tua namun bagian itulah yang membuatnya estetik. Bangunan itu terletak di dekat jembatan penghubung Euriditio dan kota Hanabi sekarang, tepat di sekitar TKP kematian Kagura.

Hanabi membaca brosurnya lekat-lekat untuk memastikan kalau ia ada di alamat yang tepat. Kemudian setelah yakin, ia masuk ke dalam bangunan. Lonceng yang berada diatas pintu berdering, membuat seekor burung putih terbang ke arah Hanabi untuk menyambutnya.

"Selamat datang, nona muda."

Wanita yang nampaknya pemilik dari burung itu menyambut Hanabi dengan ramah. Aneh, wanita itu memakai penutup mata namun ia masih bisa berjalan mendekat ke arah Hanabi tanpa menabrak apapun yang ada disekitarnya.

Burung putih itu mendarat pada pundak sang wanita. "Ada yang bisa kubantu?"

"Uhm ...," Hanabi melihat-lihat kesekitarnya, kemudian memberikan brosur yang ia bawa kepada wanita itu, "... Aku ingin bekerja disini kalau boleh."

Wanita itu menerima brosur yang Hanabi berikan. "Owh, nampaknya aku mengenalmu. Kau pasti Hanabi, seorang gadis muda yang meninggal beberapa hari lalu selalu datang kemari dan menceritakanku tentang dirimu."

Kagura sering kemari? Untuk apa? Hanabi menjadi penasaran dengan wanita burung ini, harus diakui ia mencurigakan. Nampaknya dia buta namun bagaimana caranya untuk melihat Hanabi bahkan kalau wanita itu mengenal Hanabi, pasti ia hanya mendengarkan.

"Jadi, bagaimana? Aku diterima?" Hanabi memastikan.

Burung putih itu mengitari Hanabi. "Nampaknya Verri menyukaimu, nona. Dan tentu saja, kau diterima. Bekerja sendiri di toko bunga membuatku kewalahan, perkenalkan namaku Pharsa."

Verri mendarat dipundak Hanabi, cakarnya yang tajam membuat Hanabi sedikit kesakitan namun jaketnyalah yang membuat rasa sakitnya berkurang.

"Terima kasih, Madame."

Pharsa terkejut. "Sungguh, kau tidak usah memanggilku begitu, nona, namun jika itu maumu silahkan saja."

Verri terbang dari pundak Hanabi menuju ruangan staff. "Ayo, ikuti Verri," ujar Pharsa kepada Hanabi.

Sang gadis mengangguk pelan, diikutinya Pharsa dari belakang. Toko bunga itu benar-benar indah, maksud Hanabi adalah toko bunga itu bisa dijadikannya tempat mencari inspirasi barunya. Wewangian bunga disana juga tidak terlalu menyengat dan membuat mabuk Hanabi walaupun bercampur dengan wewangian bunga lainnya.

Pharsa duduk di sofa yang berada tepat disebuah jendela yang besar, sedangkan Verri bertengger di dalam kandang burung itu.

"Aku memperlakukan staff-ku tidak seperti yang lainnya, aku menganggap semua staff itu adalah keluarga. Jadi, apakah kau ingin bercerita? Hobimu mungkin atau hubunganmu dengan Kagura? Namun jika kau tidak ingin mengungkitnya, tidak apa."

Hanabi duduk disofa lainnya. "Ya, hobiku adalah menulis dari itu pula aku mendapatkan uang untung membiayai kehidupan sehari-hari. Orang tuaku sudah tiada jadi aku sepenuhnya mandiri. Bagaimana denganmu, Madame?"

"Aku hampir sama sepertimu namun aku suka berkebun," ujar Pharsa. "Aku sudah buta sejak kehilangan suamiku, dan Verri bertugas sebagai mata untukku."

Sang gadis mengangguk mengerti, kemudian dilihatnya jari kelingking Pharsa. Benang merahnya ada disana, hanya saja benang itu telah putus. Hanabi turut berduka dengan Pharsa.

Pharsa memperhatikan Hanabi yang melirik ke arah jari kelinglingnya. "Apa yang kau lihat, nona muda?"

Hanabi mengalihkan pandangannya. Ini waktunya bercerita kepada seseorang dengan kemampuannya itu. "Sebenarnya aku bisa melihat benang merah setiap orang hanya saja aku harus berkomunikasi dengan orang tersebut baru bisa melihatnya."

Sang wanita terdiam mendengar penjelasan Hanabi, Hanabi jadi panik. Apakah ia ada salah bicara?

"Apa yang kau lihat di jari kelingking Kagura?"

"Kosong. Sama sekali tidak ada benang merah disana. Apakah ada yang salah, Madame? Kupikir itu hanyalah kemauan Kagura untuk tidak memiliki pasangan dan saat ia mau barulah benang itu muncul."

Raut wajah Pharsa langsung berubah. "Sejak kapan tidak ada benang merah di jari kelingkingnya?"

Hanabi mengingat. "Sejak pertama aku mengenalnya tidak ada sama sekali."

"Ini kenyataan yang pahit namun Kagura bukan dibunuh, ia bunuh diri."

🌷。

Higanbana┊HayaHana ✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang