Chapter 8 - First Text

2.1K 197 11
                                    

A/N:

Happy New Year, guys!

Sorry I am so late. Anyway, ini update pertama di tahun 2020.
Semoga kalian bisa menikmati satu chapter ini.

And please say thanks to ninadine

Aku jadi bisa update new chapter of this story.
So sorry aku sangat sibuk akhir-akhir ini. Ada banyak pekerjaan, juga awal tahunku sudah disambut dengan kabar duka. Jadi, mohon maaf untuk masa absen yang panjang.

Okay itu aja salam pembuka dariku.
Happy New Year and Happy Reading, guys.

**************

Lou POV

Ponselku berdering saat aku sedang mandi. Tapi aku tidak terlalu mempedulikannya, karena nada deringnya biasa saja, bukan nada khusus yang aku pasang untuk keluargaku atau Gin. Yup, aku selalu memilih ringtone khusus untuk kontak tertentu, termasuk nada dering untuk pesan WhatsApp. Hari ini cukup melelahkan dengan aktivitas di café dan kampus. Sialnya besok aku masih harus melakukan double shift di café karena Arya ada urusan di luar kota. Sebenarnya bukan urusan penting, hanya perlu mengantar pacarnya pulang ke Bandung, sekalian dia bertemu dengan orangtua pacarnya. Tak apalah, siapa tahu dia bisa segera melangkah ke jenjang lebih lanjut dengan pacarnya.

Mandi shower air hangat memang menyenangkan. Membanti tubuh dan pikiranku untuk lebih rileks, dan itu sebabnya terkadang aku suka menghabiskan waktu lama di bawah pancuran shower bila sedang tidak terburu-buru. Seperti sekarang misalnya, sudah lebih dari 15 menit aku menjalankan ritual mandiku. Bukan karena aku perlu membasuh tubuh dan rambut sampai sangat sangat bersih, hanya saja menikmati air shower yang hangat menenangkanku. Membuatku dapat berpikir lebih jernih, dan merenungkan kejadian-kejadian yang baru berlalu.

Kemarin misalnya, aku menemui hari yang meyenangkan. Gin sudah menerima hadiah yang aku kirimkan, dan tentunya atas saran Nadin. Nadin juga ke café kemarin dengan seorang perempuan cantik. Mereka lucu, so cute together, dan apa yang dilakukan Nadin untuk perempuan itu menurutku sweet dan cute. Aku menuliskan nomer ponselku di gelas perempuan itu agar dia cemburu dan lebih posesif pada Nadin. Cara itu sepertinya terbukti berhasil, aku sempat melihat Nadin memegang tangan perempuan itu dan mereka saling tersenyum. Wajah perempuan itu bersemu merah, so cute. Hahaha. Kurasa aku harus menanyakan hasil kencan mereka kalau bertemu lagi dengan Nadin nanti.

Ermm... Tapi kalau dipikir-pikir. Sepertinya perempuan itu punya perangai yang kurang pas dengan Nadin. Dia sepertinya pemalu dan tidak banyak bicara. Sangat berbeda dengan Nadin yang sepertinya mudah bergaul dengan orang, ramah, dan asyik. Ah mungkin justru itu mereka jadi cocok ya? Opposite attraction? Hmm... Maybe. Ah sudahlah, kenapa jadi memikirkan Nadin? Sebaiknya aku selesaikan saja mandiku, agar pikiranku tidak makin ngaco ke Nadin.

*********

Setelah mandi, aku segera mengambil ponsel yang tergeletak di atas ranjang bersama dengan baju-baju kotorku tadi. Kulihat ada satu missed call dari nomer yang tak kukenal. Hmm.. Siapa ya? Sebaiknya aku abaikan saja. Dia pasti akan telpon lagi kalau penting. Sebaiknya aku mengecek WA, siapa tau ada pesan dari Gin yang tidak aku dengar.

Hmm... Ada 10 pesan dari 4 chat. Ada dari papa, dari mama, dari nomor tidak dikenal. Nomor yang sama seperti yang telpon aku tadi. Tidak ada foto profilnya, hmm... Siapa ya?

Hai.

Hanya itu text yang kuterima. Okay kita coba balas.

Hey? Siapa ya??

Tak lama kemudian aku menerima jawaban darinya, sepertinya dia sedang online, jadi tak butuh waktu lama untuk membalasku.

Coba tebak. Kamu yang kasi nomer kamu ke aku, masa kamu lupa? Cepat sekali melupakan aku ya?

Hmm... Aku? Kasi nomer? Kayaknya aku gak pernah kasi nomer ke orang sembarangan. Kalau kasi nomer juga pasti aku kenal kan orangnya. Sebaiknya aku telpon saja, mungkin mendengar suaranya aku akan ingat.

....

Tidak diangkat, hmm... Aneh.

Are you so curious till you want to call me?

Pesan darinya kembali masuk ke WA ku. Dasar orang aneh.

Don't be weird. Please tell me, who is this? Aku gak merasa kasi nomer aku ke siapa pun hari ini. Jadi, tolong yang jelas. Ini siapa? Atau aku akan block dan report nomermu, balasku pada pesannya.

.... Dia terlihat sedang mengetik, tapi kemudian online. Mengetik lagi, online lagi. Apa dia juga sedang galau kali ya? Dasar orang aneh. Ah bodoh amat tungguin dia. Mending aku beresin pakaian kotorku dulu yang berserakan.

You promised the world and I fell for it

I put you first and you adored it

Set fires to my forest

And you let it burn

Terdengar dering ponselku, padahal baru saja aku selesai memungut pakaian-pakaian kotor. Langsung saja kuangkat karena aku tahu betul itu adalah nomer orang aneh itu. "Hey, Miss Jutek," sapa suara dari ujung lain sambungan ini. Begitu aku mendengar suaranya, aku langsung tahu siapa yang menelponku. "I see that you are so curious with my number, sampai kamu telpon aku kembali," ucapnya sambil tertawa.

"Sialan! Kamu ini bikin orang bingung tahu. Of course I am curious. Gimana kalau nomer aku nyebar ke orang gak jelas?" sergahku dengan nada sebal.

Hahaha... Suara tawanya sepertinya begitu lepas. "You know that curiosity kill the cat. Kamu jadi kelihatan lucu banget. Pake ngancam segala," ucapnya diikuti dengan gelak tawa lagi.

Idihhh... Nih cewek emang bikin sebel deh. Baru aja tadi lari-lari di pikiran aku waktu aku mandi, sekarang udah muncul aja suaranya di ponselku. "Gak apa. Kucing nyawanya ada 9 kok, bukan 7 aja," jawabku sekaligus meledeknya. Aku masih ingat pembicaraannya di telpon saat pertama kali dia berkunjung ke café. Mana ada kucing nyawa cuma 7, enak aja main kasi diskon.

"Ah masa? Jangan sok tahu kamu. Kucing itu nyawanya 7 kan. Itu di film-film juga 7 kan," sanggahnya membela diri.

"Ya elah, di film mana-mana juga 9 keles. Kalau gak percaya coba kamu Google. Pasti nanti keluar hasilnya itu 9, bukan 7," protesku balik padanya.

"Okay. Nanti aku Google. Kalau benar 7, aku boleh ngopi gratis selama seminggu di Coffee and You."

"Deal! Kalau benar 9, kamu harus bayar double berikutnya kamu ngopi di Coffee and You," tantangku balik padanya.

"Deal!"

Tentu saja sembari membuat perjanjian, aku sudah membuka Google lebih dahulu dan menemukan jawaban dari taruhan kami. Aku segera mengambil screenshot dari hasil penelusuran Google dan bersiap mengirimnya pada Nadin.

"Nih hasilnya 7," ujar Nadin dengan suara tidak percaya diri. Dasar licik.

"Coba kamu screenshot jawabannya. Aku mau lihat," tantangku lebih lanjut.

"Lah, coba aja kamu Google sendiri. Kalau Google kamu sama aku beda ya bukan salah aku dong. Yang jelas Google aku bilang 7."

Elah. Masih ngeles aja ini orang. "No picture = Hoax," jawabku padanya. Dan langsung saja aku kirimkan hasil screenshot yang tadi sudah aku siapkan. "Not like you, miss lawyer. I have the proof. Check your WhatsApp."

Kudengar tawa terkikik dan dengusan kesal yang bercampur dari Nadin. "Okay, okay, aku kalah kali ini. You win, nerd. Siapa juga yang peduli kucing punya berapa nyawa? Selama dia hidup ya biar aja," ucapnya setengah berusaha membela diri. Hahaha. Dasar konyol.

"Okay sudah malam. See you tomorrow di café. Night, loser!" kumatikan sambungan telpon sambil tertawa penuh kemenangan. Not a bad end for a very long day.

Good night, Nadin.

*********

Law of Perfect CupWhere stories live. Discover now