-chapter 6

10 8 0
                                    

Berhenti di sini
Bisa tidak?

-------

Sore hari di dalam kamar selalu membuat senya ingin terlelap berlama-lama. Bebas menutup mata dan tanpa batas untuk bermimpi,senya benar-benar ingin tertidur sampai dirinya sendiri bosan di tempat tidur

Senya tidak mengubris suara yang mengetuk pintunya yang entah berapa kali di ketuk dari luar, otaknya terlalu malas memerintahkan tubuhnya untuk bergerak beberapa langkah ke arah kamar. Rasanya malas, dan senya sangat malas sore ini

"Kak! Pintunya jangan di kunci dong... "pinta seseorang di luar pintu

Mendengar suara cempreng di balik pintu, senya enggan membukanya dan malah menutup kedua telinganya di balik boneka koala miliknya.
Suara itu milik Alin, adik perempuan semata wayang senya dan satu-satunya adik yang senya sayang.

"Kakak! Di bawah ada tamu!" ujar alin masih berusaha membuka pintu kamar senya. Alin tahu kalau kakaknya itu sangat menjaga aset di dalam kamarnya, sedikit saja terusik bisa dipastikan orang itu akan terkena deretan kalimat yang menulikan telinga. alin tidak menyukai sikap senya yang selalu mengunci pintunya dalam keadaan apapun sehingga ia harus extra sabar mengetuk pintu kamar ketika ada hal penting

"Siapa? Temen kakak nggak?" tanya senya penasaran di balik bonekanya namun masih bisa terdengar oleh alin walaupun suaranya pelan dan terdengar sedikit serak

"Aku nggak kenal" jawab alin singkat tetapi sangat keras

"Nggak kenal kok bilang tamunya untuk kakak?"

"Mana aku tau! Kata ibu sih buat kakak"

"Lin, lihat gih siapa yang datang.. "

"Males! Lihat sendiri ke bawah!" alin berteriak keras sebelum kakinya menendang keras pintu kamar senya. Alin kesal karena senya belum juga membukakan pintunya, padahal ia sejak tadi berusaha mengetuk pintu kamar.

Sedangkan senya? Gadis itu tertawa mendengar tendangan pintu kamar, dan pastinya itu ulah alin.
Dengan malas, senya bangkit dari tidurnya menuju ruang tamu di bawah dan melihat siapa tamu yang di maksud alin.

Sebelum ke ruangan tamu, mata senya tidak sengaja melihat hana-ibunya di dekat dapur yang sedang membuat minuman. Karena penasaran, senya akhirnya memilih mendekati arah dapur lebih dulu

"Buk, kata alin ada tamu" ujar senya sambil membantu meletakan kue kacang di dalam toples
"Siapa buk? Alin bilang tamunya buat aku" lanjut senya

"Itu lho, keluarganya pak wiwo..."

Senya menyergit binggung, keluarga pak wiwo? Senya tidak pernah mendengar nama itu. Di dalam keluarganya juga tidak ada panggilan seperti itu
Jangankan pak wiwo,nama keluarga dekatnya saja ia terkadang lupa.

"Keluarga pak wiwo?" tanya senya sambil memakan kue kacang yang terakhir selebihnya ia sudah masukan ke dalam toples. Senya yakin kalau kue di dalam toples itu pasti untuk tamu bernama wiwo itu

"Masa kamu nggak kenal,pak wiwo yang tinggal di dekat terminal lama. Istrinya itu temen dekat ibu"

"Temen dekat ibu yang sering antar kue itu?"

"Bukan,Itu namanya buk rira.. "

"Teman dekat yang mana sih buk? Setahu aku cuma buk rira yang dekat banget sama ibu.. "

"Sudah-sudah. Ini antar ke depan dulu" Hana menyodorkan nampan berisi tiga gelas teh dingin dan toples berisi kue kacang ke tangan senya.

"Buk... " senya memelas kepada ibunya yang tidak memberitahu siapa itu keluarga wiwo. Dirinya bukanlah tipe gadis yang menutup diri dari lingkungan, hanya saja ia sangat penasaran bahakan kelewat penasaran kalau masalah seperti ini.

Senya menerima nampan dari tangan Hana sambil mengerucutkan bibirnya ke depan karena kesal melihat ibunya yang tidak memberi jawaban
Dengan terpaksa, senya segera menuju ke ruang tamu dan melihat siapa itu keluarga wiwo yang dekat dengan ibunya.

Tiga orang asing yang tidak pernah senya lihat sedang berbincang-bincang di ruangan tamu. Ada seorang laki-laki yang sudah berumur duduk di samping kiri dan senya yakin itu pasti orang yang bernama wiwo yang di katakan ibunya tadi. Selanjutnya ada seorang wanita berumur 40-an duduk di samping pak wiwo yang duduk anggun dengan pakaian kantor.

Ajeng sawina

Mata senya tidak sengaja melihat bagname di sisi kiri atas seragam wanita anggun di hadapannya.
Senya yakin kalau wanita itu bernama ajeng, dan senya juga ingat kalau ibunya sering membicarakan temannya yang bernama ajeng di setiap topik pembicaraan mereka

Namun,senya berusaha mengingat-ingat kembali keluarga yang pernah tinggal di kawasan terminal lama itu, dari sisi wajah mereka ingatan senya terasa sempit. Rasanya ia tidak pernah sekalipun melihat wajah sepasang suami-istri itu, dirinya lebih banyak mendengar cerita ibunya tentang ibu ajeng daripada keluarganya

"Silahkan di minum pak,buk" senya meletakan nampan di atas meja dan menghidangkan satu-persatu ke arah mereka dengan senyum canggung.

"Oh, iya. Makasih ya nak" tutur pak wiwo dengan suara serak. Dari suaranya, senya bisa merasakan kalau pak wiwo ini sangat tegas dan mungkin juga punya kepribadian keras tapi itu hanya perkiraannya saja,dan mungkin itu juga bisa salah

"Kamu senya kan?" tanya wanita berseragam kantor itu kepada senya

Senya tersenyum kikuk kemudian mengganguk pelan"Iya buk, saya senya"

"Mirip banget sama buk Hana"

Senya tersenyum mendengar penuturan wanita anggun di depannya itu. Dirinya sangat sering mendengar orang mengatakan ia mirip dengan ibunya, padahal wajah mereka cukup berbeda. Ibunya memiliki wajah bulat seperti alin sedangan ia sendiri memiliki wajah oval. Walaupun begitu, senya selalu senang saat ia di samakan dengan ibunya

Di lain sisi, Hana datang dari arah dapur kemudian duduk di sofa lain di dekat senya. Senyum di bibirnya merekah saat melihat senya binggung melihat tamu yang belum pernah di lihat oleh anaknya itu

"Han, anak kamu ini mirip banget sama kamu" ujar wanita berseragam kantor itu dan membuat senya lagi-lagi tersenyum mendegar kalimat sanjungan yang sama.

Hana menepuk ujung tangan ajeng pelan sesekali hana tersenyum ke arah ajeng. Begitu pula ajeng, ia merasa kalau hana senang saat ia disamakan dengan Putri sulungnya itu dan ajeng memang melihat hana sangat mirip dengan anaknya bernama senya daripada alin.

"Dia kan anak aku ajeng, ya pasti mirip.. "Ujar hana lalu melirik senya yang hanya diam di tempatnya

"Iya, kamu ibunya han" ajeng tertawa pelan sebelum ia mengambil secangkir teh di atas meja dan menyeruputnya perlahan

"Anak kamu mana? Tadi duduk di sini kan jeng?"

"Katanya ada urusan penting di sekolah.. "

"Nama anak kamu aku lupa jeng, padahal mudah di ingat lho"

"Bara han.. "

------

Vote and comment
See you next part



































LankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang