[14] Tentang Terang

383 49 17
                                    

Vomment jangan lupa :)
Happy reading 💕

🎨🎨🎨

Aku hampir menyerah atas keadaan yang sekarang. Mencoba bangkit, namun sesak semakin menelisik. Jika hadirmu akan memberi warna. Kuucapkan selamat datang pada dunia kecil yang selalu menjadi pikir.

🎨

"Aku bakal kecewa banget sama orang itu." Pandangan Leva menerawang. "Kenapa tanya itu? Kamu mau ninggalin aku?"

"Mana bisa, sih, gue ninggalin lo." Tangan Devan terulur untuk mengacak-acak rambut Leva.

Devan melirik jam tangannya, sudah cukup sore. Cowok itu memutuskan untuk pulang. Ia berpamitan kepada Vina, kemudian segera beranjak dan meninggalkan halaman rumah Leva.

Namun sebelum pergi, Devan berujar kembali, "Jam delapan minum obat, jangan lupa makan, dan jangan tidur malam-malam."

Setelah itu, Devan langsung pergi meninggalkan halaman rumah Leva. Sedangkan Leva masih memandangi punggung cowok itu. Gadis itu langsung kembali masuk ke rumahnya setelah Devan menghilang dari pandangannya.

🎨

Selasa, 8 Oktober 2019

Leva masih berada di perjalanan bersama Devan. Ia merasa lumayan sehat. Mereka berdua berangkat lebih awal karena harus mempersiapkan lomba bulan bahasa hari kedua.

Leva turun dari motor, kemudian ia segera berjalan ke kelasnya. Devan masih memperhatikan Leva. Devan khawatir jika kondisi tubuh Leva drop lagi seperti kemarin. Langkah Leva terhenti karena tiba-tiba Devan mencekal pergelangan tangannya.

Gadis itu mendongak, menatap Devan yang lebih tinggi darinya. "Kenapa Dev?" tanya Leva.

Tak ada jawaban dari Devan. Tangan Devan justru terulur dan mendarat di dahi Leva. Masih hangat.

"Jangan berat-berat kerjanya. Lo belum sembuh total!" perintahnya penuh tekanan.

Leva sampai di kelasnya, ia meletakan tas di bangku miliknya. Kemudian ia segera bergegas pergi untuk meninggalkan kelasnya dan segera menuju indoor. Sesampainya di indoor, Leva langsung membantu Anik yang sedang merapikan kursi untuk tempat duduk penonton.

"Eh Lev, udah sampai aja," sapa Anik.

"Iya, Queen mana? Belum sampai, ya?" tanya Leva. Pandangannya mengedar, mencari sosok yang ia cari.

Anik menggeleng pelan. "Gak tau. Tapi kayaknya belum datang."

Leva mengangguk singkat. Kemudian mereka berdua lanjut mengerjakan tugas mereka. Senyum Leva tak pudar sedari tadi. Ia harap, hari ini akan membawa ceria.

Tanpa Leva sadari, sedari tadi ada mata yang mengawasinya. Devan mengangkat kedua bibirnya, membentuk lengkungan yang indah. Melihat Leva ceria saja, sudah cukup membuat dunianya berwarna. Devan berjalan ke arah Leva. Ia usil melepaskan ikatan rambut Leva dari belakang. Gadis itu mengomel tak suka. "Apaan sih, Devan. Usil banget, bukannya bantuin yang lain kek. Balikin iket rambut aku sini!"

Leva mencoba meraih ikat rambut miliknya. Tetapi ia tak bisa, Devan sengaja mengangkat ikat rambut Leva tinggi-tinggi. "Devan siniin, gerah."

"Ambil kalo bisa," ledeknya.

"Kamu tinggi, susah ah." Leva memanyunkan bibirnya.

Devan membalikkan tubuh Leva, sehingga gadis itu kini sudah membelakanginya. Kemudian, cowok itu mengikat rambut Leva secara perlahan.

Leva [Finished] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang