[21] Aku Siapa?

311 38 11
                                    

READING LIST

Happy reading 💕

🎨🎨🎨

Kalian tak akan pernah tahu selemah apa diriku. Hidupku selalu terikat dengan kata rancu. Kata sempurna yang sering terucap sebenarnya bersifat semu. Bahkan, aku saja tak tahu siapa diriku.

🎨

"Lev ...." Tangan Devan terulur ingin menyeka air mata Leva. Namun, gadis itu segera menepisnya.

"Atau ... atau selama ini, aku merepotkan?" tanya Leva. Suaranya terdengar sangat lirih.

Leva memaksakan senyumnya. Gadis itu masih menatap Devan. Tak ada jawaban yang terlontar dari bibir Devan. Dia hanya bungkam. Mungkin benar, jika selama ini Leva hanyalah beban. Leva melihat ke arah Caca. Ah iya, dia ingat. Jadi ... Devan benar-benar sudah ditunggu oleh seseorang. Leva pikir itu hanya alibi.

Jadi Caca yang nungguin Devan?

"Aku duluan," pamit Leva. Tangan Leva menarik tangan kanan Devan. Gadis itu memberikan sebotol air mineral, memaksa agar Cowok itu menerimanya. "Aku tau, nanti kamu main lagi, kan? Siapa tau butuh ini."

Setelah itu, Leva berniat untuk pergi dari sana. Langkahnya dipercepat, rasanya Leva ingin menghilang saja. Ia tak mau melihat Devan yang akan membuang air mineral pemberiannya. Tak mau melihat ucapan manis dari Devan yang akan terlontar untuk Caca.

Sepeninggal Leva, Devan masih menatap punggung gadis itu yang semakin menjauh, bahkan sudah tak tampak lagi. Ada sedikit perasaan bersalah yang hinggap.

"Kejar Bos!" kata Krisna seraya menggeplak bahu Devan.

"Dia butuh waktu."

"Dih apaan! Cowok bukan lo?!" Queen ikut menimpali, ia sudah menyaksikan adegan tadi. Baru kali ini ia melihat Devan dan Leva tidak akur.

"LAMA LO BOS! UDAH KEDULUAN AXEL NOH!" teriak Rizki. Kompor.

Mendengar itu, Devan langsung bergegas pergi untuk menyusul Leva. Cowok itu pergi tanpa pamit kepada teman-temannya. Di depan gerbang sekolah, dapat Devan lihat bahwa Leva tengah bercakap-cakap dengan Axel. Ia segera menghentikan laju motornya, tepat di belakang motor Axel.

Devan segera menghampiri Leva. "Ayo pulang," ajaknya seraya menarik lengan Leva.

Leva menghentikan langkahnya, ia melepas tangan kekar yang kini melingkar erat di lengannya. "Iya pulang, sama Kak Axel," balas Leva.

"Gue anter," kata Devan.

"Gak usah, nanti Caca nungguin," jawabnya tanpa sadar.

"Lev ...." Cowok itu melirihkan suaranya. Lebih enak didengar. Dan itu mampu membuat Leva patuh.

Gadis itu menghela napasnya pelan. "Iya iya pulang."

Leva menoleh kepada Axel. Sepertinya Axel paham, ia langsung menganggukkan kepalanya, padahal Leva belum sempat berucap apa-apa.

"Maaf, Kak," kata Leva.

"Biasa aja, sih, Lev. Udah sana pulang, hati-hati, ya?" ujar Axel, kemudian ia langsung memasuki area sekolah kembali.

"Ayo pulang," ajak Devan lagi.

Tanpa banyak kata, Leva langsung menaiki motor milik Devan. Setelah itu, Devan langsung menarik gas dan mereka berdua pergi meninggalkan halaman sekolah. Dalam perjalanan, bungkam ikut menemani. Tak ada dari keduanya yang ingin memulai pembicaraan. Canggung mungkin, atau sama-sama terluka? Entahlah.

Leva [Finished] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang