Masih sama.
Minta vote komennya :)Happy reading 💕
🎨🎨🎨
Ada rasa yang sudah lama hadir. Ini lain, bukan sekedar rasa yang bersifat hinggap. Seperti rasa ingin memiliki, namun keadaan mengharuskanku untuk menyimpan. Hanya satu, aku tak mau ada jeda, apalagi sampai membuat jarak di antara kita.
🎨
Devan masih menatap Leva yang sedang melukis di ruang kamarnya. Ia menemani gadis itu dari pulang sekolah tadi. Leva belum pulang ke rumahnya, ia langsung pergi ke rumah Devan. Gadis itu sudah izin kepada Vina. Leva mengenakan hoodie milik Devan yang berwarna putih. Takut-takut, nanti seragam Leva terkena cat air.
Kali ini, Leva melukis sebuah pemandangan. Gadis itu sudah mahir dalam hal lukis-melukis. Leva tak memerlukan sketsa, ia langsung mengenakan cat warna ke kertasnya. Sesekali, Leva memiringkan kepalanya untuk memastikan lukisan itu pas. Sebuah kebiasaan sedari kecil.
Setengah dari lukisan Leva sudah hampir sempurna. Leva masih fokus melukis. Tatapan matanya masih pada kertas, tak teralihkan sekalipun. Devan pun hanya memandangi Leva, ia tak mau mengganggu gadis itu.
Hingga senyum Leva terukir sempurna, lukisannya sudah jadi. Sangat cantik. Di sana ada pemandangan alam berupa gunung dan lautan.
"Bagus, gak?" tanya Leva kepada Devan.
"Bagus."
"Arin belum pulang?" tanya Leva lagi.
"Mamah kalo belanja suka lama. Arin juga pasti minta jalan-jalan dulu," jawab Devan.
Devan mengajak Leva berjalan ke halaman belakang rumahnya. Mereka duduk di gazebo.
"Gitu dong. Senyum," kata Devan.
Leva teringat kalimat yang ada di kertas kecil. "Dev ... kamu ada nulis sesuatu, gak? Terus kamu kasih ke meja kelas aku?"
"Gak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Leva [Finished]
Roman pour AdolescentsA Teenfiction by @Ivory_Lyra Leva? Gadis sempurna yang tak sesempurna kelihatannya.