Dan kosong.
Harusnya Irene tanya dulu sebelum lari semangat kesini sambil bawa minuman hangat kesukaan Wendy. Tadi suster dia lewatin gitu aja saking senengnya bisa jenguk lagi.
Ini konyol banget, asli. Dia wajahnya tanda tanya semua, suit terasa gak nyaman tiba-tiba.
“Kesayanganku kemana??” lirihnya di bibir pintu, tangan masih menempel di knob—Irene puter balik badan dan tanya ke receptionist rumah sakit.
Jawabannya juga gak enak semua, Irene mendengus lalu keluar dari sana dengan berat hati. Hari pertama pacaran sendiri, Irene mulai takut sama anggukan Wendy yang siapa tau aja cuma omong kosong biar dia seneng.
Padahal dia relain waktu konsultnya di jeda demi bisa bawa sarapan ke rumah sakit buat Wendy, ya tapi kesayangannya enggak ada. Agak kecewa kalau boleh jujur.
Yang bikin bingung itu—Wendy gak ada ngomong apapun. Tapi disini Irene coba mikir bersih dan jernih. Dia gak mau mikir yang aneh-aneh.
“Maaf ya sayang, minumanmu aku abisin.” monolognya setelah duduk di kursi kemudi mobil. Kalau di bawa perjalanan takut tumpah. Ini teh jahe yang suka mangkal di depan klinik Wendy.
Tujuan Irene sekarang ke Mingyu, waktu nyampe ternyata Mingyu juga gak ada. Irene berasa ditinggalin tamasya se-planet gurita. Pas banget Seohyun calling, walaupun males rasanya harus jalan ke kantor sepagi ini. Jam 10 btw.
“Muka bodohmu jangan disuntuk suntukin, tambah bodoh. Nanti Taehyung tambah suka.”
“Idiw, brondong.”
“Yoona juga brondong, tapi aku suka kok.” Irene naikin bola matanya keatas tanda jengah sama ucapan Seohyun.
“Kalian sepantaran. Brondong darimananya itu?” bales Irene, Seohyun ketawa kecil.
Hari ini enggak ada jadwal nyekek sampe sore, Seohyun duduk dikursi kerjanya, Irene juga duduk dikursi kerja dia. Sesekali Seohyun sindir Irene yang beberapa minggu kebelakang udah gak pernah main ke cafe bulan bareng lagi.
“Aku sama bu bidan kan sudah official.” kata Irene nadanya belagu menjurus ke pamer. Jelas Seohyun shok gak bohong.
“Aduh sinting kamuya. Bohong itu pamali tau.”
“Jangan percaya lah udah. Jangan.”
“Bukti, prosedur laporan biar bisa dipercaya kan harus ada bukti konkret. Mana? Kamu ada bukti kalau kamu sudah official??”
Irene mencibir, dia lupa kalau Seohyun itu bukan Joy sama Yeri yang sekali jelasin langsung percaya. Disini Irene telak bungkam, mikir apa kiranya bukti yang bisa bikin Seohyun percaya. Dia gak mau disebut halu dan idiot lagi.
“Em—apaya? Kita belum tidur bareng sih, jadi leherku masih bersih ya belum ada cupangan. Bukti konkret kan itu??” muka Irene langsung kena timpuk permen, dia terkekeh kurang ajar.
“Iya gak kesana juga lho omongannya, idiot. Kalau kalian sudah pacaran aku doain bu bidan aja supaya sabar hadepin kamu yang begini bentuknya.”
“Hidipin kimi ying bigini bintiknyi, halah preet.”
Dan sekali lagi, muka Irene kena timpuk stabilo Seohyun. Irene tuh nyebelin kalau Seohyun ngomong bener-bener suka di ledek pake (i).
Beberapa menit sibuk sama laptop masing-masing, akhirnya Seohyun buka suara.
“Ohiya, minggu depan kamu udah pegang kasus Krystal kan? Sidangnya minggu depan.” Irene berdehem panjang isyarat jawab.
“Tapi aku belum ketemu sama dia,”
“Gapapa, ketemu pas sidang juga gak masalah. Nanti aku kasih tau kamu persoalan mereka.”
Irene puter kursinya jadi madep Seohyun, ballpoint dia yang kembaran sama Wendy di gigit kecil, kalau mau tau mah—Irene tuh gak suka pegang kasus beginian. Tapi rezeki gak boleh ditolak juga, syukur-syukur Seohyun nawarin. Lumayan nanti uangnya buat beliin barang yang Wendy suka. Kalimba mungkin?
“Memang mereka ada masalah apa sampe mutusin buat pisah?” tanya Irene.
“Menurut cerita dari Krystal sendiri sih—sebetulnya mereka udah lama pengen pisah, cuma mungkin ada beberapa pihak yang ikut campur dalam hal positif, kaya mungkin dari orangtua atau temen mereka dan kasih saran supaya keep relationships. Karena kan nikah gak sebercanda itu main pisah aja.” jelas Seohyun, kepala Irene ngangguk.
“And than?? Bagian toxicnya mana? Karena gak mungkin kan kalau orang sudah baik lagi jadi mutusin buat beneran pisah??”
“Si Seulginya cinta sama orang lain, selama pernikahan mereka, dia gak begitu apaya? Begitu puas or something. Aku gak tau pasti, yang jelas disini Krystal merasa kecewa sama Seulgi.”
“Untung aku belum nikah, bu bidan juga belum nikah. Jadi kita bisa matengin mental sampe bener-bener siap.”
Seohyun di depannya cuma diem, selama temenan bertahun-tahun, dia gak pernah liat Irene sebegini niatnya sama hubungan. Ya orang yang deketin mah banyak, cowok apalagi. Tapi Irene gak begitu bagus kasih respon balik. Manusia Bae itu terkesan acuh.
Seohyun jadi penasaran sama bu bidan. Orangnya kayak apasih?
“Eh, tuh ponsel kamu bunyi. Angkat dong Seohyun, Yoona kali.”
“Oh, bukan. Ini klienku pertamaku, bentar ya aku angkat dulu.”
'Iya hallo bu Rosie.'
'Saya dikantor, nanti jam 2 sudah beres sih.'
'Oh bisa, saya dateng kerumah bu Sere kah?'
'Oh pindah?! Okeoke, ibu kirim aja alamatnya, nanti satu jam lagi saya langsung jalan.'
'Iya, sama-sama. Selamat siang.'
Nah, waktu itu Mingyu sebut-sebut nama Sere, Irene juga sering denger nama Sere dari sambungan telepon Seohyun.
Seohyun nunduk mainin ponsel, Irene sama otak sempitnya diam-diam mikir.
“Sere—Serenada?” kata Irene ragu, dia nanya sama diri sendiri. Tapi disini Seohyun ke-notice.
“Kamu kenapa Bae?”
“Tadi kamu telponan sama siapa?” tanya Irene.
“Sama adeknya klienku.”
Irene mengerang dikursinya, jidat licinnya di tamplak keras. Mau nanya tapi ribet ngolah kalimat, berakhir Seohyun cuma liatin Irene aneh.
Irene.
11.32—selamat siang kesayangan <3
11.33—kamu dimana ya? Aku kerumah sakit tapi kamu gak ada.11.50—kerjaan Seohyun kelar, aku juga kelar lebih dulu tapi bingung mau kemana.
12.01—kapan di bls :((
12.11—males makan, pengennya di bls.12.57—ya ampun, ceklis satu mulu :((
13.25—ditinggalin Seohyun sendirian dikantor huhu :((13.44—sayang sekali sama kamu. Take care dimanapun. Luv ya.
(Day 1—sapa Wendy tanpa balasan)
KAMU SEDANG MEMBACA
Insecure (WenRene) | Completed ✔️
Fanfic"Don't let fear or insecurity stop you from trying new things. Believe in yourself. Do what you love. And most importantly, be kind to others, even if you don't like them." - Stacy London