Inget ya, cafe bulan.
Wendy hela nafasnya berkali-kali di depan cermin, Mingyu gantengnya udah berangkat kerja duluan. Ya siapa orang idiot yang pagi-pagi telfon suaminya itu suruh datang ke tempat praktek? Gak punya otak sekali.
Mau mengumpat tapi Wendy gak bisa dan gak terbiasa ngomong kotor juga. Dia kan cuma bisa ngomong kutu kupret buat Seulgi.
Seulgi? Minta anter kerja sama dia aja.
Wendy angkat pergelangan tangan lalu liat arlojinya sekilas dan langsung keluar rumah—niatnya mau ketuk rumah Seulgi yang kalau di hitung jaraknya cuma 13 langkah.
Dia ketuk pintu beberapa kali dan buka pintunya tanpa Seulgi suruh.
“Uh, harum banget. Sudah mau berangkat ke klinik??” tanya Seulgi yang duduk santai hadap televisi.
Wendy ngangguk, jas putih ada di lengan. “Anterin.”
“Gak mau. Suamimu mana?”
“Sudah berangkat, ayo.” nada Wendy nyaris kaya orang mendesak gak sabaran, Seulgi geleng sebagai tanggapan.
“Bilang sayangku cintaku dulu—baru mau anterin.”
“Ih,” geli.
“Apa? Ayo bilang dulu. Kalau gak mau bilang yasudah. Berangkat sendiri sana.”
Nih kalau kondisinya belum rapi kayak sekarang mungkin Wendy udah terjang aja manusia Kang ini. Cekek sampai tewas.
Wendy mendengus dulu lalu jalan deketan sampai posisinya hadapan sama Seulgi yang masih duduk anteng pegang remot televisi.
“Seulgi. Sayangku cintaku, anterin aku kerja plis. Dasar kutu kupret.”
Seulgi tutup mulutnya gemes gak tahan buat ketawa keras, Wendynya merunduk bilang gitu, yang terakhir bisik bilang kutu kupret. Greget.
“Aku gemesin ya? Kamu bisiknya sampe gregetan gitu.”
“Hilih binyik iming! Cipit!” seru Wendy lalu tendang tulang kering Seulgi, yang di tendang semakin kurang ajar ketawanya.
Tapi serius—kaki Seulgi sakit. Tolong.
“Iyi iyi! Gausah tendang lah anjing.”
“Ngomong terus ngomong!” lalu jidat manusia Kang kena sentil.
Enak banget ya Mingyu jelek itu punya Wendy yang begini orangnya. Kadang kalau lagi ngelamun Seulgi suka bayangin dia jadi Mingyu dulu buat 10 tahun mendatang. Gak tanggung-tanggung, dia maunya jadi Mingyu selama 10 tahun haha kocak.
Gak tau diri banget ngayalnya.
;
“Kamu kalau bukan pasienku udah aku timpuk Bae.”
“Ya timpuk aja kali, gapapa Gyu. Ikhlas aku mah.”
Balesannya nantang, gak mungkin Mingyu beneran nimpuk. Cowok ini cuma bisa liatin Irene datar, pagi tadi pasiennya yang ini telfon katanya darurat—Mingyu suruh dia pulang aja, karena Irene orangnya random. Iya, banyak gak jelasnya.
Irene bilang dia udah di depan pintu kerjanya. Mingyu mendengus di telfon, bahkan dia kasian sama Wendy yang masih tidur peluk buku bekas baca semalaman. Ya mau gak mau, Mingyu langsung sibak selimut lalu masuk kamar mandi.
“Dah kamu jangan judes gitu, tuh aku bawain nasi uduk. Makasih dulu.” kata Irene, Mingyu angkat bahu gesture bodo amat.
“Nasi uduk bekas kapan ini, terinya keras banget. Nasinya juga dingin.”
“Gak tau lah, orang itu mamiku yang beli.” jawab Irene, dia cuma tumpu dagu di meja Mingyu.
“Iya dari kapan, istriku aja gak pernah kasih aku makanan keras.” bales Mingyu sambil nguyah.
“Mami beli subuh, dia anter adekku ke pasar—tau tau pulang bawa itu, pasar kalau siang suka rame pan.”
Dan ini hampir jam sembilan. Mingyu cuma melongo lalu stop ngunyah dan ambil air mineral botolannya, dia teguk cepat di depan Irene yang ketawa santai.
“Makasih lho makanannya. Demi kamu aku sampe tinggalin istriku yang masih tidur dirumah.” Mingyu sarkas. Irene ngangguk sambil tutup mata, you’re welcome katanya.
Decihan Mingyu makin kenceng.
“Seberapa cantik sih istrimu itu Gyu, santai aja kali.”
“Istriku cantik orangnya, baik hatinya. Jangan salah.”
“Heleh. Preet, bu bidanku lebih cantik.”
Serah kalian lah amjinc 😭😭😭
Irene kalau niat ngasih orang makan yang beneran sedikit. Mungkin sebelum Mingyu bilang kalau dia laper mah nasi uduknya tetep di dalam kresek.
“Kamu ada foto istrimu? Aku mau lihat Gyu.”
“Gak, nanti kamu suka sama dia. Kamu kan gay.”
Sekarang giliran Irene yang berdecih, Mingyu terkekeh ganteng dan ambil ponselnya di saku jas buat kasih liat Irene—biar dia tau siapa itu istri dari Kim Mingyu.
Irene sedikit bangun dari kursi, jarak duduknya sama Mingyu agak jauh, jadi harus mendongak. Tapi tiba-tiba ponselnya nyala, Irene celingukan liat antara ponsel Mingyu. Ya kan takutnya yang nyala itu bukan ponselnya dia.
“Owh my god.” pekik Irene shok, dia megap pegangin dadanya sendiri. Mingyu senyap liatin pasiennya itu intens.
Irene kasih gesture diem jangan berisik lewat tempelan jari telunjuk di bibir, Mingyu diem aja padahal gak ngomong apapun. Dan Mingyu gak jadi kasih liat foto istri, ponselnya dia simpen lagi di saku jas.
Irene mendesis, “Bu bidan calling, oh my gadeh.”
Lalu Irene angkat. Megapnya masih ada. Kentank nih dia.
“Aku sudah nyampe, jangan lupa bawa kalimbanya.”
“Tungguin. Aku langsung jalan. Sayang.”
Bilang sayangnya bisik aja, takut yang disana denger. Mingyu yang nontonin di depan mata pun geli sendiri.
Obrolan Irene singkat, dia buru-buru beresin suitnya dan cengengesan depan Mingyu.
“Buat closing, kamu ada saran buatku? Biar nanti pas duduk berdua sama bu bidan gak keliatan norak.”
Tai bener dah. Untung Mingyu orangnya pengertian. “Apa ya? Believe in your self aja. Atau kamu bilang ke dia kalau dia cantik banget hari ini, pake skinsip kecil, yang halus. Itu trik aku waktu deketin istriku sih. Ya siapa tau dia juga suka di gituin.”
______________________________________
Gyu, plis :'))
Ayo kenalan dulu sama Unit fav ku di LOONA!
KAMU SEDANG MEMBACA
Insecure (WenRene) | Completed ✔️
Fiksi Penggemar"Don't let fear or insecurity stop you from trying new things. Believe in yourself. Do what you love. And most importantly, be kind to others, even if you don't like them." - Stacy London