Bisa aja Seohyun mendumel sekarang dicafe bulan, yang ditungguin tiba-tiba gajadi datang karena manusia Bae itu milih banting stir mobilnya buat nyamperin Mingyu.
Yasudah terserahnya saja bajingan.
Irene turun dari mobil, rambut panjang warna hitamnya dia iket kuda, lalu kemeja warna putihnya digulung pas bagian siku, celana bahan jadi pelengkap, sedikit nyempit dibagian pinggul.
Irene wajahnya lempeng, dia jalan cepet karena gerimis yang turunnya rame sekali—waktu dia berdiri didepan pintu ruangan Mingyu, nona Bae diem lama. Tarikan nafasnya jelas terasa gusar, gak pernah dia se-emosional gini.
Sedangkan Mingyu hitung mundur dari angka lima didalam hati, wajah Mingyu juga gak berekspresi, bahkan terkesan dingin. Tambah dingin pas Irene masuk waktu hitungannya di angka empat, terlalu cepet. Mingyu terkekeh sendiri.
“Duduk Bae.”
Wajah Irene masih datar, dia duduk didepan Mingyu tanpa suit. Suara dari jarum arloji milik Irene kedengeran lebih nyaring dibanding biasanya. Mingyu gak suka—dia gak suka Irene didepan dia, bener-bener gak suka.
“Bae, kamu tau cara ngeludah?” tanya Mingyu pake nada kalem.
See?? Disini Mingyu bahkan bisa mancing emosi Irene pake acara ngelempar ballpoint punya Wendy. Mata Irene terpaku disana, kado natalnya dilempar Mingyu sembarangan.
“Kamu tanya aku Gyu?? Kenapa kamu gak tanya istrimu aja? Serenada Wendy kan?” bales Irene juga pake nada kalem.
Sekali lagi Mingyu terkekeh sampai wajahnya terasa panas, suhunya akibat dari cara kerja otak yang coba dia tahan biar gak meledak; nona Bae sekarang sudah bisa sebut nama istrinya secara fasih. Gamblang.
“Dia terlalu lembut buat ajarin aku cara ngeludah, pasti ajarannya juga menyedihkan. Aku pengen ngeludah yang pake kekuatan dari rongga mulut, tekanan emosi semacam gitu. Kamu bisa?”
Irene ngangguk, tangannya melipat didepan dada dan suih! Irene berani ngeludah diatas meja Mingyu, cogan ini bergumam kagum. Bahkan tepuk tangan.
Mingyu berdiri, dia copot jas putihnya lalu digantung dilengan berototnya. Kalau Irene lebih detail—pasti dia bisa lihat raut wajah Mingyu yang mulai berubah bengis.
“Jauhin Sere, jangan pernah lagi kamu dateng kesini. Ke klinik istriku, kemanapun. Dan bawa ballpointnya, itu kado natal dari kamu buat Sere kan?”
Inti dari basa-basi Mingyu akhirnya keluar. Irene masih posisi duduk, tangannya juga masih melipat gestur tenang.
“Sere itu siapa—aku taunya cuma bu bidan.” jawab Irene bertele-tele, jelas ini bikin emosi Mingyu naik.
Mingyu pukul mejanya itu kuat, Irene sempet kaget walau cuma sebentar. Mingyu juga meludah keras kesamping.
“Ey, Gyu. Disini lho orangnya. Kamu ngeludah kesamping itu buat siapa?”
Gak ada jawaban, Irene berdiri—ya walau dia tau; disini Mingyu punya postur tubuh yang tinggi menjulang, kalau Mingyu niat banting manusia Bae mungkin yang dibanting langsung remuk susunan tulangnya, apalagi Irene itu perempuan.
Tapi mereka tau, ini masalah bukan ala-ala gangster. Masalah ini menyangkut hati sama ego, yang cara penyelesaiannya pasti cuma libatin ucapan tusuk menusuk. Mingyu pasti jagonya, karena dia fasih betul Irene yang lemah sama ledekan. Pasti insecure milik Irene bereaksi.
“Punya apa kamu mau dapetin Sere? Kamu yakin dia mau sama kamu?” tanya Mingyu. Irene terkekeh santai seolah pertanyaan Mingyu itu definisi kecupuan yang idiot.
“Gyu, aku kasih tau satu hal sama kamu ya. Kalau Sere gak mau sama aku, pasti natal kemarin dia gak bakal bela-belain dateng kerumah. Ngerti?”
Kalimat ini bikin Mingyu rewind, soal natal kemarin yang gak ada apa-apanya karena Wendy milih pergi tanpa bilang apapun. Padahal ya seharusnya Wendy ada bareng dia sampai malam, beli pohon natal dan teman-temannya. Ketawa bareng dan saling ngucap marry christmas.
Kemarin Mingyu gak dapet ucapan itu dari Wendynya. Masalah besar ada diantara mereka waktu itu. Lalu tiba-tiba dimeja pantry ada kotak kado natal—tertera disana nama JooHyun. Mingyu sama sekali gak menaruh curiga, dia tau nama JooHyun itu cuma Seohyun doang, kuasa hukum Wendy.
Mingyu ngira kado natal itu Seohyun yang beri, tapi setelah liat text diponsel istrinya sama kegilaan Irene soal bidannya, Mingyu jadi paham. Semuanya nyambung.
“Jujur, hal yang paling aku sesali selama perjalanan hidup aku disini yaitu kasih saran buat kamu. Kukira bu bidanmu sama Sereku beda, ternyata mereka satu orang yang sama.
—Bae, ada banyak bu bidan diluar sana. Kamu boleh ambil mereka sesukamu. Tapi kalau Sere, aku mohon jangan. Dia punyaku.”
“Katamu aku harus jadi orang yang egois, Seremu ya Sereku. Aku mau jadi egois apapun soal dia. Jadi kamu gausah ngatur aku.” bales Irene.
“JOOHYUN! dia istri aku!”
Nyata Mingyu kalah, ternyata dia yang takut sama omongan Irene. Manusia Bae punya watek keras, gak bakal mempan sama omongan siapapun kalau dia bener-bener niat sama satu hal. Bahkan Maminya sendiri.
Mingyu nyeselin kenapa dulu dia gak pernah nanya siapa nama bu bidan yang Irene gilai. Kalaukan dia tau dari awal, mungkin ceritanya gak mungkin seheboh ini. Dia gak mau berbagi Serenya sama siapapun.
“Gyu, tapi kamu yang dorong aku buat beneran jatuh cinta sama dia. Sekarang aku beneran cinta sama Seremu, aku gak mau mundur.” ini final. Irene mundur beberapa langkah dan langsung balik badan.
Planet gurita nangisnya makin ricuh, Irene keluar dari ruangan Mingyu dan lari ke parkiran sedikit pake larian. Dia mengerang didalam mobil, bingung mau kemana setelah ini.
Irene memang benci sama Wendy yang kenapa gak jujur soal ini, kenapa kemarin dia ngangguk waktu ditembak—dan kenapa Wendy seberani itu sampai buka baju. Irene gak habis pikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Insecure (WenRene) | Completed ✔️
Fiksi Penggemar"Don't let fear or insecurity stop you from trying new things. Believe in yourself. Do what you love. And most importantly, be kind to others, even if you don't like them." - Stacy London