Prolog

29.4K 2.3K 25
                                    

"Kamu pulanglah ke orang tuamu."

Suara itu mengalun tenang, memecah sepi yang sedari tadi menyelubungi mereka berdua.

Mungkin sebagian orang, perkataan ini bukanlah apa-apa apalagi diucapkan dengan nada tenang. Tapi bagi Riyuna, petir pun tidak akan membuat jantung dan hatinya bertalu-talu dibanding kalimat tadi. Ada begitu banyak ribuan panah tak kasat mata yang menancap di hatinya ketika perkataan itu keluar dari mulut suaminya.

Ia tahu, tadi adalah kalimat perceraian yang paling halus yang pernah Riyuna dengar.

Bak aliran sungai, air mata Riyu mengucur deras, "Kak, kenapa harus bercerai?" Riyuna berkata dengan nada pilu yang kentara. Ia menatap mata suaminya yang kemerahan... Tidak, mantan suaminya. Setidaknya dua menit yang lalu. Ia tahu, lelaki dengan nama Rio itupun merasakan luka yang teramat. Tapi... Mengapa?

Rio balas menatap Riyuna yang sedang terduduk di lantai. Sejenak ia lupa untuk menjawab pertanyaan Riyuna. Tidak, ia bingung harus menjawab apa. Ia mengalihkan pandangan. Merasa ada sesuatu yang panas dan menghalau penglihatannya.

"Kita belum bisa berpikir dewasa,  Riyu. Kita belum siap. Kita masih belum mampu untuk mengemban tanggung jawab ini. Rasanya terlalu cepat. Terlalu banyak ego yang berkeliaran di kehidupan rumah tangga kita." jawab Rio. Untuk pertama kalinya Rio menangis dalam hidupnya. Iapun tidak menginginkan perceraian ini. Tapi kondisi memaksakan hal itu harus terjadi.

"Lalu untuk apa kau datang melamarku di hadapan orang tuaku waktu itu Rio?!" Teriak Riyuna frustasi, ia tidak lagi memanggil Rio dengan sebutan 'kak'. Ia terlalu kalut dengan keadaannya sekarang. suaranya memelan, tangisannya makin terdengar pilu. "Mengapa tidak dari dulu kau mengatakan belum siap? Bukankah terlalu egois menceraikanku disaat aku baru saja berkabung? Aku butuh penguat, bukan perceraian seperti ini."

Rio terdiam. Rasa bersalah merasuk hingga ke ulu hatinya.

"Apakah kau menceraikanku karena..."

"Bukan karena itu Riyu!"

"Lalu, mengapa kau menceraikanku disaat setelah kejadian itu?!"

"Riyuu kumohon... aku... Aku hanya tidak bisa mengimbangi sifatmu yang labil dan kekanakkan. Ini jalan terbaik untuk kita."

Riyu tidak menyahut. Rasanya terlalu lelah menghadapi ini semua. Batinnya terasa... Ia seperti tidak bisa bernafas.

"aku tidak sengaja, kak. Itu diluar kehendakku. Meski awalnya aku kaget, tapi aku tidak berniat untuk... Aku..." tangisan Riyuna kembali pecah. Ia memegang kepalanya, melampiaskan segala rasa yang ada di hatinya.

Rio paham apa yang dimaksud Riyuna. Tapi ia memilih bungkam. Semuanya tampak buntu. Ia terduduk di ranjang. Membiarkan suara tangisan dan permohonan Riyuna menggema di keheningan malam.

Mungkin malam itu menjadi saksi bisu. Air mata, ingatan kelam, sedih, marah, menjadi satu emosi yang mengusik hati mereka berdua. Hanya karena satu masalah berpikir yang tak sejalan, malah mengantarkan mereka pada satu kata, 'cerai'.

"Andai kita tidak pernah bertemu, andai kau tidak datang melamar bak kesatria satu tahun yang lalu, mungkin... Aku tidak akan pernah tahu, ternyata ditinggalkan saat hatiku telah ada padamu...  akan sesakit ini."

* * *

Jangan pelit vote, comment sama share yahh, Hehehe

Kasih tahu dong kesan kalian di part ini😋

Semoga kalian sukakkk!!

Bye bye😍😘😘💋

24 Januari 2020

My Ex Husband is Next Door Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang