Part 10|Important?

12.9K 1.2K 86
                                    

Happy Reading guys! Sebelum baca klik tanda bintang, oke. Kalu tidak kamu... 🌚
___________________________________
     
      Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 8 malam saat Rio keluar dari rumah. Mengenakan pakaian serba hitam mulai dari hodie, training bahkan topi yang ia kenakan. Ia tidak suka pakaian dengan warna yang mencolok. Rio memang type yang tidak neko-neko dalam hal fashion. Selama itu nyaman dan layak dipakai, itu sudah cukup baginya.

Lelaki itu berjalan menuju garasi untuk mengambil motor. Menyalakan mesin lalu melajukan keluar dari halaman rumah.

Sekitar 15 menit berkendara, ia menepikan motornya di depan sebuah cafe yang cukup ramai oleh anak-anak muda. Ia membuka helm lalu memasuki cafe dengan langkah ringan.

"Hai, Jo." Sapa Rio pada seorang Barista yang terlihat sibuk melayani pelanggan.

Joki--sang Barista yang dipanggil Rio sebagai Jo--tersenyum ramah, "Hai, Rio. Lagi galau?" tebak Joki. Ia tahu betul teman bangkunya saat SMA itu tidak akan mengunjungi cafenya kecuali sedang galau atau merasa stress.

"Coffe Latte." Rio menyebutkan pesanannya sebelum menanggapi, "jangan pernah menyebutkan kata galau. Kita bukan anak remaja lagi."

Joki tertawa, "trus, yang kemarin-kemarin apa? Kamu tahu?semua orang butuh galau meski tua sekalipun." Joki menyodorkan segelas Coffee Latte, "pesananmu."

Rio terdiam beberapa saat, "yang kemarin-kemarin itu cuma banyak pikiran." ia menggenggam segelas Coffee lattenya. Lalu menunjuk meja kosong di sudut dengan dagu. "aku ke sana dulu."

Joki mengangguk. Ia tidak bisa berbicara lebih dengan Rio karena banyaknya pengunjung yang berdatangan. Maklum, malam minggu.

Sementara Joki sibuk dengan pelanggan, Rio berjalan menuju meja kosong yang terletak di sudut ruangan tanpa memperdulikan tatapan-tatapan memuja dari para wanita. Menjadi menawan memang tidak mudah. Namun ia tidak peduli.

Meletakkan Coffee Lattenya di meja, Rio mendudukkan dirinya di kursi. Rio bersyukur meja itu belum terisi padahal letaknya yang strategis--berhadapan dengan jalanan kota dengan suasana yang tidak terlalu ramai. Beberapa menit menyeruput kopinya, Lelaki itu menikmati keadaan dengan pandangan yang menerawang menembus jendela kaca yang memperlihatkan jalanan kota yang padat. Beberapa pikiran hinggap di kepalanya. Namun ia berusaha mengabaikan dengan terus menyeruput Coffe Lattenya.

"Rio?"

Rio menoleh, mendapati seseorang menepuk pundaknya pelan.

"Andrean?" Rio sedikit terkejut. namun ia dengan mudah mengendalikan diri, kembali dengan raut tenang.

Teman lama. Tepatnya mantan teman. Ah, iya tidak tahu. Ia benar-benar bingung. Karena ia sangsi sendiri, apakah lelaki yang baru menyapanya itu pernah menganggapnya sebagai teman?

Andrean tertawa kecil lalu duduk di kursi kosong di depan Rio, "Aku kira kamu sudah lupa sama aku. Ternyata masih ingat."

"mana mungkin aku lupa?" lontar Rio.

Ia meneguk coffee lattenya hingga tandas ketika Andrean memanggil pelayan--pekerja Joki yang hanya berjumlah tiga orang--untuk memesan.

Salah satu pelayan dengan langkah kikuk mendekat, ia tampak takut-takut. Sangat terlihat bahwa ia baru disini.

"Selamat malam, pak. Mmm ... Ada yang bisa saya bantu?" sapa pelayan itu ramah. Meski jelas ia gugup.

"jangan terlalu gugup. Aku nggak makan orang, kok." ujar Andrean, "Cappuccino satu."

My Ex Husband is Next Door Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang