31. Who?

411 29 3
                                    

Puluhan pengawal telah di amankan. Sebuah ruangan gelap, dingin, sunyi, dan menyeramkan. Tentunya tempat ini jauh dari keramaian ibu kota. Dan sialnya, pengawal Qyrha yang di sekap memiliki ruangan yang berbeda.

Mulut Qyrha sudah mengeluarkan busa, sepertinya ia keracunan sesuatu, sesuatu yang tadi Sasya suntikkan ke dalam tubuhnya. Arthur sudah sadarkan diri sedari tadi, ia hanya menutup matanya dan sesekali melirik ke arah Sasya yang sibuk memarahi pekerjanya yang tidak becus dalam membuka kotak berlian itu.

"Buka yang bener! Mustahil kalo gak ada benda yang bisa ngehancurin tuh kotak! Kalian hancurin kek! Atau bakar sekalian!"

"Tidak bisa, Nyonya. Kotak ini hanya bisa di buka oleh kata sandi yang mengunci kotak ini. Meskipun kita hancurkan pun, kotak ini masih akan tetap utuh." Ucap asisten pribadinya.

"Tolol! Pokoknya gue mau tuh kotak terbuka secepetnya!"

"Mengapa kita tidak menunggu wanita itu bangun, Nyonya?"

"Percuma, dia gak bakal ngasih tau sebelum gue bisa ancem tentang keluarganya. Gue bakal lanjutin pencarian tentang letak kediaman mereka semua. Gue pastiin ini adalah akhir dari hidup lo semua. Lo semua bakal mati di tangan gue. Semua keturunan serta kerabat-kerabat dekat lo bakal hancur sehancur-hancurnya. Dunia bakal murung atas kepergian lo semua dan akhirnya dunia bakal tunduk di tangan gue." Ucap Sasya dengan lantang dan di akhir kalimatnya ia tertawa keras.

Arthur tertawa keras di dalam hati. Wanita ular di hadapannya ini, terlalu tinggi dalam berekspetasi. Rencana ia dan istrinya masih berada jauh di atas sana.

Sasya bodoh. Tidak ada bedanya dengan suaminya. Saat penyekapan, tidak ada alat-alat canggih yang ia lepas dari tahanan. Atau alat-alat itu yang terlalu canggih sampai-sampai pasutri itu tertipu dengan penampilannya?

Earphone masih menyala, tetapi Arthur tidak tahu jika masih berfungsi atau tidak. Apakah Sasya telah memblokir lintasannya?

Sejujurnya Arthur bertanya-tanya di dalam otaknya, mengapa pertempuran tadi tidak masuk ke dalam berita di kantor polisi? Seharusnya polisi-polisi yang menjaga perbatasan senantiasa mengurus dan mengatur pertempuran tadi.

Sedangkan tadi, keadaan sangat sunyi. Pertempuran itu serasa hanya milik mereka berdua. Tidak ada yang mengganggu. Apa ini adalah salah satu ulah Sasya? Ia akui, rencana Sasya satu ini sangat matang. Untung saja, Qyrha dan Arthur telah mempersiapkan pengawal di sekeliling rumah mereka. Dan untungnya komplek kecil itu bukan sembarang komplek.

Hingga beberapa jam kemudian, Sasya bangun dari duduknya yang di hadapan komputer pelacak. Nafasnya menderu tidak karuan. Rasa ingin menghabisi Qyrha sudah berada di ubun-ubun.

"Setan! Rumah lo dimana sihh!" Teriak Sasya frustasi.

Sasya menghampiri Qyrha sambil menghentakkan kakinya dengan kasar. Mencengkram pipi Qyrha yang sudah berlumuran busa dengan kasar.

"Bangun, Bitch! Cepet lo kasih tau gue, dimana letak rumah lo itu!" Bentak Sasya dengan sangat kencang. Pengawal-pengawal Qyrha hanya mampu tertunduk di dalam sekapan ini.

Qyrha masih belum terbangun. Wajahnya semakin pucat. Bibirnya menghitam.

"Ahh lemah! Padahal racunnya gak seberapa kok." Ucap Sasya dengan nada yang terlihat muram.

"Bangun dong, Cantik. Masa pemimpin lemah banget. Gue cuma pengen tau rumah lo dimana kok. Habis itu lo ngasih tau dehh kata sandi nih kotak, baru dehh abis itu lo bakal gue lepasin." Bisik Sasya tepat di telinga Qyrha.

Qyrha tersenyum miring dan dengan tiba-tiba memelototi matanya dengan tajam. Melirik ke arah Sasya yang terkejut. Mata iblis yang tidak pernah takut akan kematian.

"Bangun juga akhirnya. Cepet, gue gak mau basa-basi, dimana letak rumah lo."

Qyrha telah melepaskan diri dari kursinya, ia bangun dari duduknya dan langsung mencekik Sasya tanpa aba-aba lagi. Mencekik tanpa ada rasa kasihan sedikitpun. Arthur yang terkejut langsung ikut berdiri dan menodongkan pistol yang di berikan pengawal Sasya ke arah Sasya. Sepertinya pengawal itu telah berpihak pada Qyrha dan Arthur.

Sasya memiliki pengawal yang berkhianat. Para pengawal Sasya pun mengarahkan pistolnya ke arah Arthur.

Sasya tersenyum sambil mencoba untuk mengatur nafasnya sebisa mungkin. Asistennya sudah ingin melayangkan peluru itu, tapi Sasya mencegahnya.

"Lo itu harus mati, Sya! Gue gak akan biarin lo ngerusak dunia yang udah gue atur serapih mungkin. Dan untuk keluarga gue, gue gak akan biarin lo nyentuh mereka sedikit pun! Mungkin lo anti peluru, Sya. Tapi kalo lo di cekik, gak ada harapan lo bisa hidup lagi!" Bentak Qyrha sambil menambah kekuatannya saat mencekik Sasya.

Qyrha mengambil sebuah anak panah kecil yang berada di dalam ikat rambutnya lalu menancapkan panah itu dengan kasar. Sasya membulatkan matanya.

Sasya memberi aba-aba kepada asistennya untuk menembak Qyrha dan Arthur. Bunyi suara tembakan terdengar nyaring, darah merembas keluar dari sekujur tubuh Qyrha dan Arthur.

Qyrha terduduk lemas, memegang perutnya yang sudah terkena peluru. Sasya meregangkan otot lehernya yang tercekik sambil mencabut panah kecil itu.

"Darah..." Gumam Qyrha lalu melirik ke arah Arthur yang terkena luka parah.

Sial, peluru ini mampu menembus baju anti pelurunya.

Qyrha memanggil Arthur yang sudah terkulai lemas. Arthur menoleh ke arah Qyrha sambil tersenyum. Senyuman termanis yang pernah ia lihat. Akankah ia dan suaminya akan berakhir disini?

"Thur...."

"Drama." Cibir Sasya lalu menendang punggung Qyrha hingga ia tersungkur.

"Mampus. Udah deh tinggal ngomong aja dimana letak rumah lo, beres deh."

"Bahkan sampai gue mati pun, gue gak akan pernah buat buka mulut gue." Bentak Qyrha dengan tegas.

"Berani ya lo? Oke, kalo lo emang mau mati, gue bakal turutin kemauan terakhir lo." Ucap Sasya kemudian menyeret Qyrha untuk berdekatan dengan Arthur.

"Takut mau mesra-mesraan buat yang terakhir kalinya." Lanjutnya.

Qyrha tersenyum pada Arthur, "Gapapa kan, Rha? Mungkin emang ini akhirnya, aku udah gak kuat." Ucap Arthur sambil meraih jari-jemari Qyrha.

Qyrha meneteskan air matanya, "Maaf ya libatin kamu."

Sasya menepukkan tangannya dengan keras di atas kursi yang Qyrha duduki tadi.

"Huhhh sedih banget sih, gue sampe pengen nangis. Harus ngeliat suami istri yang harus mati barengan karena gamau ngasih tau alamat rumah kalian."

"Iyaa sedih banget ya, Sya. Gabisa nyaksiin kematian anak lo satu-satunya." Ucap Qyrha enteng sambil menghendikkan bahunya.

Sasya membulatkan matanya, "APA?! MAKSUD LO APA HAH?! LO APAIN ANAK GUE?!"

Qyrha menaruh jari telunjuknya di depan bibirnya, "Hushhhh.. gak boleh panik dongg.. gue aja gak panik."

"Rey, telepon Xeno sekarang juga!" Bentak Sasya kepada asistennya.

Rey menelepon Xeno namun ponsel anak itu tidak aktif. Dan selang seperdetik kemudian, ponsel Sasya berdering.

"Halo, Sya...."

Sasya menjatuhkan ponselnya begitu mendengar siapa yang ada di seberang sana. Ia terkejut. Terkejut setengah mati. Ia melirik ke arah Qyrha yang sudah tersenyum puas. Qyrha menembak Arthur hingga tewas di tempat. Kemudian Qyrha menembak kepalanya sendiri hingga tewas di tempat juga.








Jangan lupa Vote+Comment+Share Story ini ke teman-teman kalian. Thanks♥️.

Differently TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang