Dian berhenti menatap burung-burung kecil di luar jendela. Fokusnya beralih pada insan yang sudah terlelap selama dua jam dengan tangan yang masih bertautan. Hatinya tergerak untuk menutup laptop dan mendekati mereka.
Canggung, tetapi Dian harus melakukannya sebelum gelap menutup hari. Ia pun menyentuh pundak Caroline dan menepuknya beberapa kali. Tubuhnya membungkuk dan memanggil Caroline tepat di telinga kanannya.
"Dek …."
Caroline hanya menggeliat, mengalihkan pandangan, lalu kembali menyamankan diri, menjadikan lengan Nanda sebagai bantalnya. Dian tak dapat menahan tawa kecil. Imut sekali, pikirnya.
"Dek Olin …," panggil Dian lagi. "Bangun, Dek. Udah sore."
"Hem ...."
"Bangun, Dek. Udah sore!"
"Aish! Sontoloyo!"
Caroline tersentak, refleks bersungut-sungut. Dari raut wajahnya saja sudah dapat dinilai, ia sungguh kesal sampai ingin memukul siapa pun yang kali ini membangunkannya.
Gadis itu menegakkan tubuhnya dengan linglung. Matanya yang separuh terbuka memandang dari sudut kiri ke kanan.
"Wait, ini bukan kamar gue?"
Caroline mengusap wajahnya kasar berulang kali. Ia lantas membuka matanya lebar-lebar. Sial, ia pun menepuk jidat saat menyadari masih di kamar pangeran-nya. Ia sontak menutup mulut dan lalu menoleh ke samping. Gawat, Dian sudah menatapnya intens. Senyum dan lesung pipi yang tak sedalam milik Nanda itu makin membuatnya kikuk.
"Maaf ya, Kak. Keceplosan," ucap Caroline setelah menelan ludah. Malu banget, batinnya.
Dian tidak berhenti tersenyum. Sungguh, tingkah gadis ini memang ada-ada saja. Salah satu tipe yang Nanda suka, bukan? Unpredictable, seperti Axela dan full of charm, seperti Kitty--dua gadis di masa lalu. Ditambah lagi kalau dia sukar didapat, adiknya pasti tidak segan untuk mengejar.
"Nggak pa-pa, kok, Dek. Maaf, ya, jadi bangunin kamu. Udah sore soalnya, daripada kemaleman," terang Dian panjang lebar.
"Iya, Kak, makasih. Maaf, ya. Olin nggak bermaksud buat ketiduran sampai jam segini."
"Nggak pa-pa, makasih udah jagain Nanda. Oiya, kamu pulang naik apa?"
"Olin bawa motor, kok, Kak."
"Ya udah kalau gitu, hati-hati, ya."
Caroline sangat enggan beranjak. Hatinya ingin menunggu Nanda membuka mata. Ia tentu ingin pamitan. Namun, melihat Dian yang sudah yakin mengusirnya secara halus, ia pun menggangguk. Kemudian lekas mengambil tasnya dan berjalan keluar ruangan.
"Hati-hati, ya."
Gadis yang menoleh sekilas itu segera membalas, "Siap, calon kakak ipar. Dadah …."
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Crush ✔ [Terbit]
Teen Fiction[DIBUKUKAN] [PART TIDAK LENGKAP] Judul sebelumnya: Adolosense, Slow Motion "Dasar psikopat!" Caroline sudah terbiasa dengan umpatan itu, padahal ia yakin 99% bahwa ia hanya gadis biasa yang kebetulan mempunyai hobi yang tergolong unik, yakni menont...