Tubuh Nanda membentur dinginnya lantai. Ia mengumpat dalam aduan tak bersuara. Suaranya dicekal, napas pun tak berjalan sebagaimana mestinya. Udara sekitar seolah-olah tersangkut di kerongkongan.
Ia mengepal kuat, memukul tempat pembaringan. Kakinya bergerak acak, menendang segala hal yang masih membelenggu. Matanya kuat memejam, meringis menahan tangis. Sesak. Dadanya kembali bermain-main.
"Hah …."
Sia-sia ia mendengkus. Satu tarikan napas setelahnya pun tak ada yang singgah. Air mata mulai berkumpul dalam pelupuk. Satu per satu telah jatuh membasahi ruamnya.
Seketika Nanda mengingat momen saat di bioskop tadi.
Ia menyusuri sekat kursi dan meraih tangan Caroline, menggenggamnya erat melalui sela-sela jari. Ia tersenyum tanpa menoleh saat gadis itu menyambutnya.
Mereka sama-sama fokus pada layar. Popcorn yang dibeli telah habis sebelum film dimulai. Bukan rakus, tetapi begitulah sabda dosen Audio Visual saat memberi materi.
"Five feet apart, are you in?"
Caroline makin mengeratkan genggaman. Kupu-kupu di perutnya mulai beraksi hingga naik ke jantung, mempercepat degup dan membuatnya gemas kalang kabut. Ia menelan ludah, hanyut dalam original soundtrack favoritnya.
Gadis itu melepas tangan sang pujaan. Ia beralih menarik lengan Nanda dan menggandengnya erat. Caroline bahkan menyandarkan kepalanya tanpa permisi. Tebak, Nanda baik-baik saja.
"So sweet banget, nggak kuat," puji Caroline. Ia menyamankan sandarannya pada bahu Nanda.
Lelaki berlesung pipi itu kembali memperhatikan. Ia meneliti dengan rinci, bagian manakah yang disebut 'so sweet' oleh gadis itu. Ia hanya berkedip dan menautkan alis.
"Oh my God." Caroline berseru lagi.
Bola mata Nanda berputar. "Kenapa?"
"Suka lihatnya."
Stop!
Nanda menepis ingatan itu dan fokus ke laci nomor dua di samping kasur. Tubuh ringkihnya sedikit ditarik untuk bangkit, mendorong hingga mampu meraih barang yang dicari.
"S-sat!" umpatnya terbata.
Tubuh itu kembali jatuh. Luruh dan bergetar. Terlebih kedua telapak tangan yang telah basah dan lembap. Bibirnya pun tak lagi putih, melainkan kering kebiruan.
"B-b--"
Laki-laki itu tak lekas menyerah, meski gelap menyuruhnya untuk kembali ke bawah sadar yang menenangkan. Dengan amat susah payah ia mencoba menggapai penyambung nyawanya. Ayo, Nda, batinnya menyemangati.
"Dapat!"
Nanda tersenyum. Napasnya tak lagi panjang dan berderu cepat. Namun, kebahagiaan itu tidaklah lama. Ia masih harus duduk dengan benar untuk menggunakannya. Sungguh sial.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Crush ✔ [Terbit]
Novela Juvenil[DIBUKUKAN] [PART TIDAK LENGKAP] Judul sebelumnya: Adolosense, Slow Motion "Dasar psikopat!" Caroline sudah terbiasa dengan umpatan itu, padahal ia yakin 99% bahwa ia hanya gadis biasa yang kebetulan mempunyai hobi yang tergolong unik, yakni menont...