Nanda terbatuk di sela kegiatannya mengemasi barang. Sesekali ia berhenti menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya sesuai ritme yang diajarkan. Kadang tangannya mengurut dada yang sedang merajuk. Udara yang ia hirup seakan-akan terjebak di kemacetan panjang, sukar berkutik dan lambat lajunya.
Dian menatap miris. Walau sudah mengantongi izin dari dr. Vivi, hatinya tetap tidak tenang. Terlebih, hanya sehari semalam adiknya mendapat asupan istirahat yang benar.
"Yakin, Nda?"
"Iya, Mas."
"Bener?" tanya Dian lagi.
Nanda terdiam. Toh, jawabannya juga sama saja.
"Kalau ada apa-apa hubungi Mas, ya. Jangan diem-diem."
"Iya."
Percakapan itu lantas dientrupsi bunyi ketukan pintu. Kamar yang memang setengah terbuka lekas menampakkan sesosok gadis manis berkuncir satu, lengkap dengan pita berwarna biru. Ia tersenyum ke arah kakak adik seraya melambaikan tangan.
"Selamat pagi!"
"Olin?"
Ada perihal apa gadis ini pagi-pagi kemari? batin Nanda.
"Mas harus buru-buru ke Bekasi sekarang. Jadi, tadi Mas nge-chat Dek Olin aja buat nebengin kamu."
Nanda mengerutkan kening saat Dian berujar demikian. Tampangnya linglung saat kakaknya meraih tas ransel yang tersimpan di bawah ranjang kasur. Lelaki itu mengusap rambut Nanda lembut, lalu mencium kening adiknya. Mata Caroline hampir melompat saat melihat hal tersebut.
"Mas berangkat dulu."
Kini mata Nanda tak lepas dari Dian yang berjalan mendekati telinga Caroline, lalu berbisik. Entah apa yang diucapkan kakaknya itu sampai Caroline senyam-senyum dengan pipi yang merona.
Tanpa pamit dan salam lagi, Dian melenggang keluar ruangan begitu saja. Nanda pun mendengkus. Kepalan tangannya memukul kasur empuk beberapa kali, sedangkan Caroline masih diam di tempat. Gadis itu menelan ludah kasar yang ia tahan sejak tadi. Hari masih pagi, tetapi aura Nanda sudah berkobar-kobar. Salah gerak sedikit, ia bisa kena damprat.
"Lo ngapain masih di sini?"
Caroline celingukan, menoleh ke kiri dan kanannya. "Gue?"
"Kucing."
"Oo …."
"Ya lo, lah!"
Caroline cukup tersentak sampai mundur beberapa langkah. "Sori, gu-gue cuma niat bantu Mas Dian doang."
"Dari mana?" tanya Nanda.
"Hah?"
"Dari mana Mas Dian dapet nomer lo?"
Caroline menggeleng. "Gue nggak tau."
"Nggak usah bohong, deh."
"Gue beneran nggak tau. Dia tiba-tiba nge-chat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Crush ✔ [Terbit]
Teen Fiction[DIBUKUKAN] [PART TIDAK LENGKAP] Judul sebelumnya: Adolosense, Slow Motion "Dasar psikopat!" Caroline sudah terbiasa dengan umpatan itu, padahal ia yakin 99% bahwa ia hanya gadis biasa yang kebetulan mempunyai hobi yang tergolong unik, yakni menont...