Gadis yang mengerucutkan bibir masih berguling ke sana kemari. Ratusan notifikasi di ponselnya tak membangkitkan selera. Tentu saja karena tak ada satu pun yang berasal dari sang pujaan. Ia sengaja memasang ringtone lain untuk membedakannya.
"Hah …."
Caroline mendesah kesal. Ia benar-benar bosan. Perkuliahan tengah libur, jadi tidak ada aktivitas yang berarti. Punggungnya sampai panas karena berbaring seharian. Ia bahkan telah menamatkan dua serial sekaligus. Kantung matanya kini telah memiliki kantung lagi.
Gadis itu beranjak duduk, meregangkan otot tubuhnya yang lelah tertindas. Pandangannya kosong menatap cermin panjang yang ia pajang di atas meja belajar. Sungguh, penampilannya sangat tak berperikeputrian. Rambutnya acak-acakan dan iler-nya di mana-mana. Maklum, ia belum mandi sejak kemarin sore.
Ia lantas meraih ponselnya dan membuka akun Instagram. Sayangnya, benar-benar tidak ada notifikasi apa pun dari Nanda. Pemberitahuan bahwa ia akan off selama tiga hari bukanlah main-main.
"Ah, sial! Gue kangen!" teriak Caroline kencang.
Gadis itu kembali melempar tubuhnya. Punggung yang masih panas itu harus beradu dengan kasur setelah kurang dari lima menit dipisahkan. Mata Caroline fokus pada objek favoritnya untuk kesekian kali, yakni langit-langit kamar.
"Nanda lagi apa, ya?"
Lagi-lagi ia bermonolog. Berbicara dengan diri sendiri merupakan keahliannya. Ia hanya bisa mengembuskan napas pasrah. Menghubungi Nanda pun percuma, ia tak akan mendapat balasan apa pun.
Mulai dari pesan WhatsApp, Instagram, Facebook, SMS, semua hal ia lakukan. Namun, hasil tengah mengkhianati usahanya. Selain hati Nanda yang belum bisa ia raih, panggilan telepon pada lelaki itu pun berada di luar jangkauan. Nasib mulus memang tak selamanya hadir.
Kemudian ia mendengkus, meratapi alasan nasibnya harus seperti ini. Di saat ia memiliki waktu luang yang luas, sahabatnya malah disibukkan dengan kemah jurusan. Lelaki yang ia kejar mati-matian juga enyah ke antah berantah. Hanya kumpulan oppa Korea yang menemani hari liburnya.
Caroline kembali duduk. Bagian belakang tubuhnya kembali terasa terbakar. Dengan malas ia membuka pesan di grup satu per satu--melakukan scroll tanpa membacanya. Toh, hanya kumpulan curhat para kaum yang baru saja keluar dari kandang senior.
"Eh? Masih ada nggak, ya?"
Gadis itu tiba-tiba mengingat sesuatu. Senyumnya merekah dan ibu jarinya sontak bergerak antusias. Ia lekas bersyukur karena otaknya sudah mulai bekerja dan membuahkan hasil.
"Ketemu!"
Suaranya keluar dengan sangat lantang. Caroline lekas memeluk ponselnya erat dan menciumnya berulang kali. Sebuah kontak yang terendap di permukaan berhasil membuatnya senyam-senyum sendiri. Tanpa perlu berlama-lama, Caroline segera mengetikkan sesuatu. Matanya berbinar-binar. Akhirnya ia menemukan titik terang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Crush ✔ [Terbit]
Fiksi Remaja[DIBUKUKAN] [PART TIDAK LENGKAP] Judul sebelumnya: Adolosense, Slow Motion "Dasar psikopat!" Caroline sudah terbiasa dengan umpatan itu, padahal ia yakin 99% bahwa ia hanya gadis biasa yang kebetulan mempunyai hobi yang tergolong unik, yakni menont...