Kamu gak perlu pulang, Nda.
Semuanya baik-baik saja.Aku akan tetap pulang setelah acara ini selesai. Feri juga. Mas Dian dilarang protes.
Nanda mengirim pesan secepat kilat sebelum ada senior yang menegurnya. Ia segera mengantongi ponsel dan kembali ke rombongan. Langkahnya terhenti saat gadis familier tengah menunduk dan menunggunya sambil mengentak-entak rerumputan.
"Lo lagi, ada apa?"
Caroline mendongak. Ia tersenyum dan berjalan menghampiri Nanda. "Tadi gue nggak liat lo di kelompok, jadi gue cari, deh. Ternyata lo di sini," ucapnya seraya menata rambut ke belakang telinga, tanpa alasan.
"Ngapain nyari gue?"
"Hem?"
"Lo ngapain nyari gue?" tekan Nanda lagi.
Iya, juga, ya, batin Caroline.
"Nggak pa-pa, takut lo hilang aja."
Shit!
Caroline mengumpat dalam hati. Dari sekian banyak kata di dunia ini, mengapa alasan bodoh itu keluar dari mulutnya? Rasanya ia ingin buru-buru bersembunyi kali ini. Pipinya sontak merona ketika tawa Nanda datang. Ah, bikin malu saja.
"Gue udah gede kali, Lin."
"Emang cuma anak kecil doang yang boleh?"
Nanda menggeleng. "Seenggaknya gue udah tau jalan pulang ke rombongan."
"Kalau jalan ke hati gue tau, nggak?"
Nanda memutar bola matanya malas. "Kumat."
Lelaki itu melanjutkan langkah, melewati Caroline yang masih terpaku di tempatnya. Gadis itu hanya tersenyum dan mengikuti dari belakang. Langkah kecilnya dibuat seirama dengan milik Nanda. Kiri dengan kiri, kanan dengan kanan, kurang kerjaan sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Crush ✔ [Terbit]
Teen Fiction[DIBUKUKAN] [PART TIDAK LENGKAP] Judul sebelumnya: Adolosense, Slow Motion "Dasar psikopat!" Caroline sudah terbiasa dengan umpatan itu, padahal ia yakin 99% bahwa ia hanya gadis biasa yang kebetulan mempunyai hobi yang tergolong unik, yakni menont...