Blarrr...!
Guntur menggelegar memekakkan telinga, yang diiringi oleh sambaran lidah petir membelah angkasa, sehingga langit yang hitam tersaput awan tebal menggumpal jadi terang. Titik-titik air mulai jatuh merinai, menghantam bumi yang seakan-akan beku. Angin bertiup begitu kencang, membuat alam seakan benar-benar murka.
Klraaak!
Lidah kilat kembali menyambar, disertai ledakan guntur yang begitu menggelegar bagai hendak meruntuhkan seluruh alam ini. Kilatan cahaya yang hanya sesaat itu menyinari sesosok tubuh tegap yang melangkah mantap, menyusuri jalan setapak yang penuh batu kerikil. Sorot matanya begitu tajam, menatap lurus ke depan.
Kakinya terus terayun mantap sekali, menapaki batu-batu kerikil yang bertebaran di sepanjang jalan setapak ini. Sama sekali tidak dipedulikan rintik air hujan yang semakin deras bagai tumpah dari langit. Dia juga tidak peduli dengan kilat yang semakin sering menyambar disertai ledakan guntur yang menggelegar memekakkan telinga.
Ayunan kaki orang itu terhenti setelah sampai di depan sebuah bangunan yang sangat tinggi dan besar. Begitu sunyi, tak ada seorang pun yang terlihat. Sorot matanya masih tetap tajam, memandangi pintu yang berukuran sangat besar di depannya. Perlahan-lahan kakinya melangkah kembali, mendekati pintu dari kayu jati tebal dan berukuran raksasa. Perlahan-lahan tangannya terulur. Namun belum juga menyentuh pintu, tiba-tiba saja...
Kriyeeet...!
Pintu itu bergerak terbuka sendiri, sebelum tangan laki-laki muda berusia sekitar dua puluh lima tahun itu menyentuhnya. Suara bergerit dari pintu yang bergerak terbuka sendiri itu sangat menggiris hati. Namun pemuda berwajah tampan, dan bertubuh tegap berotot itu tetap tegar berdiri di depan pintu yang kini sudah terbuka lebar.
"Hmmm...," dia menggumam perlahan.
Sebentar pemuda tampan itu masih berdiri, kemudian perlahan-lahan kembali bergerak melangkah. Dia terus melangkah memasuki bangunan yang sangat besar ukurannya ini. Sebuah bangunan istana tua yang seluruhnya terbuat dari batu. Bukan hanya dindingnya yang terbuat dari batu, tapi atapnya pun dari batu. Dinding-dinding batu itu memang sudah berlumut.
Brakkk!
"Oh...!" Pemuda itu jadi terkejut ketika tiba-tiba pintu yang baru saja dilalui bergerak menutup sendiri. Sehingga keadaan di dalam bangunan ini jadi gelap gulita. Sedikit pun tak ada cahaya yang bisa meneranginya. Dan pemuda itu berdiri tegak, tak bergeming sedikit pun. Begitu sunyi di dalam bangunan istana tua ini, sehingga detak jantungnya sendiri sampai terdengar jelas sekali.
Sementara hujan yang sudah jatuh begitu deras di luar sana, suaranya sama sekali tidak terdengar dari dalam bangunan istana tua ini. Kembali pemuda tampan berbaju rompi putih itu terkejut, ketika tiba-tiba saja ruangan ini jadi terang benderang. Sebentar matanya dikerjapkan, untuk membiasakan dengan keadaan terang yang begitu tiba-tiba. Kemudian, pandangannya beredar ke sekeliling.
"Hmmm..., tak ada apa-apa di sini. Kosong...," gumam pemuda itu berbicara sendiri.
Memang, ruangan berukuran sangat luas ini kosong. Satu pun tak ada benda yang terlihat. Atap ruangan ini tersangga empat buah soko guru berukuran besar. Satu pun tak ada jendela yang terlihat pada dinding ruangan ini. Tapi ada sepuluh pintu yang mengelilingi ruangan ini, selain pintu masuk tadi. Dan semua pintu itu dalam keadaan tertutup rapat. Ukurannya juga sangat besar, seperti pintu masuk tadi. Kemudian pemuda itu menatap ke arah tangga batu setengah melingkar yang terletak agak ke tengah dari ruangan berlantai batu pualam putih ini.
"Oh...!"
Lagi-lagi pemuda berbaju rompi putih itu mendesah terkejut, ketika tiba-tiba saja dari sebuah pintu di ujung atas tangga batu setengah melingkar, muncul seorang wanita yang begitu cantik. Pakaian yang dikenakannya juga sangat bergemerlapan, seperti seorang ratu. Namun bahan pakaian itu tipis sekali, sehingga lekuk-lekuk tubuhnya yang begitu indah sangat jelas terlihat.
"Kau pasti Rangga, Pendekar Rajawali Sakti...," terasa begitu lembut dan halus suara wanita cantik itu.
Wanita itu masih tetap berdiri di ujung tangga batu berbentuk setengah melingkar itu. Dan bukan hanya suaranya yang begitu lembut, tapi senyumannya pun teramat lembut dan manis. Sehingga, wajahnya semakin bertambah cantik, bagai dewi dari kahyangan.
"Benar," sahut pemuda tampan berbaju rompi putih yang memang Rangga, atau berjuluk Pendekar Rajawali Sakti.
Pendekar Rajawali Sakti terus memandangi wanita cantik bagai dewi, dengan mata tidak berkedip sedikit pun juga. Selama hidup, rasanya baru kali ini Rangga melihat seorang wanita yang begitu cantik. Tapi bukan karena kecantikan wanita itu, sehingga dia sekarang berada di dalam bangunan berbentuk istana ini.
"Dan kau datang pasti seperti yang lain, mengira Cempaka ada di sini," kata wanita itu lagi.
"Hmmm...," Rangga hanya menggumam perlahan saja.
Sinar mata Pendekar Rajawali Sakti masih tetap menyorot tajam, menatap lurus wanita cantik bertubuh indah itu. Perlahan kakinya terayun melangkah, mendekati tangga. Tapi baru saja dia berjalan beberapa langkah, tiba-tiba saja...
"Heh...?! Hup!"
Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat, ketika tiba-tiba lantai di depannya bergerak membelah. Kedua bola matanya langsung jadi terbeliak lebar. Kini, di depannya menganga sebuah lubang yang cukup besar. Dan lubang itu ternyata berisi lumpur merah yang tengah bergolak mendidih, dan sesekali menyemburkan api. Lantai yang membelah sendiri, sehingga membentuk sebuah kolam lumpur berapi itu menghalanginya untuk menghampiri tangga.
"Kau tidak akan mendapatkan apa-apa di sini, Rangga. Sebaiknya pulang saja ke Karang Setra. Cempaka tidak ada di sini. Dan aku tidak ingin lagi ada orang-orang bodoh yang harus terkubur di dalam kolamku itu," ujar wanita cantik seperti ratu itu, bernada mengancam walau masih terdengar lembut.
Sedangkan Rangga sudah kembali menatap wanita cantik itu. Perlahan kakinya melangkah mundur beberapa tindak. Pendekar Rajawali Sakti kembali memandangi kolam lumpur yang bergolak mendidik dan mengeluarkan api serta asap kemerahan yang berbau tidak sedap.
"Untuk apa kau menculik Cempaka, Nisanak?" tanya Rangga tegas.
"Biasanya aku dipanggil Ratu Lembah Neraka. Tapi, sebenarnya aku lebih suka kalau ada yang memanggilku Dewi Anjungan. Karena itu memang namaku yang sebenarnya," kata wanita cantik itu memperkenalkan diri, tanpa menghiraukan pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti tadi.
"Aku tidak peduli namamu! Yang kuinginkan kembalikan Cempaka!" sentak Rangga agak tinggi nada suaranya.
"Sudah kukatakan, Cempaka tidak ada di sini. Kau hanya sia-sia saja datang di istanaku ini, Rangga," sahut Dewi Anjungan yang lebih dikenal dengan julukan Ratu Lembah Neraka.
"Aku tidak ada waktu untuk bermain-main, Nisanak. Kembalikan Cempaka, atau aku terpaksa merebutnya darimu!" tegas Rangga sedikit mengancam.
"Ha ha ha...!" Dewi Anjungan jadi tertawa terbahak-bahak, mendengar kata-kata bernada ancaman itu.
Sedangkan Rangga hanya mendengus saja. Walaupun tawa Ratu Lembah Neraka itu terdengar merdu sekali, tapi di telinga Rangga justru terdengar begitu menyakitkan.
"Entah, sudah berapa orang yang mengaku jago Karang Setra datang ke sini. Dan mereka berakhir di dalam kolam lumpur itu. Aku tidak ingin kau juga bernasib sama dengan mereka, Rangga. Sekali lagi kukatakan, aku tidak menculik dan menyembunyikan Cempaka, adik tirimu itu," tegas Dewi Anjungan.
"Banyak orang yang melihatmu menculik Cempaka. Bahkan kau telah membunuh lebih dari dua puluh orang prajurit, dan delapan orang jago Istana Karang Setra. Maka sekarang aku datang untuk menjemput Cempaka, selain menuntut tanggung jawab atas perbuatanmu!" tegas Rangga.
"Kau sudah membuat kesabaranku hilang, Rangga...!" desis Dewi Anjungan jadi dingin nada suaranya.
"Hih...!" Tiba-tiba saja wanita itu menghentakkan tangan kanannya ke depan. Dan seketika itu juga berhembus angin kencang, yang begitu cepat dan keras sekali menerpa tubuh Rangga. Begitu cepatnya, sehingga Pendekar Rajawali Sakti tidak sempat lagi menghindar.
Seketika itu juga, tubuh Rangga yang tinggi tegap jadi terpental ke belakang, seperti selembar daun kering tertiup angin. Begitu kerasnya hempasan angin itu, sehingga membuat punggung Rangga menghantam dinding batu bangunan istana ini. Rangga jadi terpekik sedikit, namun cepat-cepat melentingkan tubuh ke udara. Kemudian dia melakukan beberapa kali putaran, sebelum kakinya kembali menjejak lantai batu pualam ini.
Trikkk!
Dewi Anjungan menjentikkan dua ujung jemari tangannya. Maka saat itu juga, delapan daun pintu yang berada di sekeliling ruangan ini terbuka lebar. Dari balik pintu, bermunculan manusia-manusia bertubuh dua kali lipat tingginya daripada manusia biasa. Mereka semuanya mengenakan baju ketat warna merah. Masing-masing tampak menggenggam sebatang tombak sangat panjang.
Delapan orang laki-laki bertubuh dua kali manusia biasa itu bergerak perlahan mendekati Rangga. Sementara, Pendekar Rajawali Sakti sudah bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Dan memang semua ini sudah menjadi pertimbangannya, sebelum sampai di istana tua ini.
"Masih ada kesempatan untuk pergi, sebelum mereka melemparkanmu ke kolam lumpur itu, Rangga," kata Dewi Anjungan tegas.
"Aku tidak akan mundur setapak pun!" balas Rangga lantang.
"Huh! Rupanya orang-orang Karang Setra semuanya keras kepala. Kau akan merasakan akibatnya, Pendekar Rajawali Sakti!" dengus Dewi Anjungan.
Trekkk!
Kembali Ratu Lembah Neraka menjentikkan dua ujung jemari tangan kanannya sekali. Dan seketika itu juga, cepat sekali delapan orang yang tingginya dua kali dari manusia biasa langsung berlompatan menyerang Rangga, sambil berteriak-teriak keras menggelegar.
"Hup!"
Rangga cepat-cepat melenting ke udara, ketika delapan batang tombak meluncur deras ke arahnya. Dan pada saat berada di udara, cepat sekali dikeluarkannya jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Cepat sekali kaki Pendekar Rajawali Sakti bergerak, mengarah ke kepala salah seorang penyerangnya.
"Hiyaaa...!"
Plakkk!
Begitu cepatnya serangan yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga orang itu tidak sempat lagi menghindar. Dan tendangan yang begitu keras itu langsung menghantam kepala lawannya. Tapi Pendekar Rajawali Sakti itu jadi terkejut, karena manusia bertubuh raksasa itu hanya menggereng sedikit disertai kepalanya yang jadi berpaling ke samping. Betapa tidak...?
Biasanya, orang yang terkena tendangan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa', langsung menggeletak jatuh dengan kepala retak. Tapi orang berbaju serba merah itu sama sekali tidak merasakan kalau kepalanya baru saja terkena tendangan keras.
"Hap!"
Baru saja Rangga menjejakkan kakinya di lantai yang putih dan licin berkilat ini, tiba-tiba saja salah seorang dari pengepungnya kembali melakukan serangan cepat. Tombaknya meluruk deras mengincar dada Pendekar Rajawali Sakti.
Wusss...!
"Hup!
Yeaaah...!"
Cepat-cepat Rangga menarik tubuhnya ke kanan, menghindari tusukan tombak berukuran besar dan panjang itu. Dan ketika tombak itu lewat di samping tubuhnya, secepat kilat tangannya dikebutkan ke arah bagian tengah tombak itu.
Takkk!
"Hah...?!"
"Hiyaaa...!"
Manusia raksasa berbaju merah itu jadi terkejut setengah mati, karena hanya sekali kibas saja tombaknya sudah patah jadi dua bagian. Dan sebelum keterkejutannya bisa hilang, tiba-tiba saja tangan kanan Rangga sudah melepaskan satu pukulan keras lewat jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Kini, kepalan tangan Pendekar Rajawali Sakti jadi berwarna merah, seperti besi yang terbakar dalam tungku.
Begkh!
"Aaakh...!"
Serangan yang dilakukan Rangga memang sangat cepat luar biasa. Sehingga, sukar bisa ditangkap mata biasa. Dan si manusia raksasa itu benar-benar tidak dapat lagi berkelit menghindar, sehingga pukulan dahsyat itu tepat menghantam dadanya. Kontan dia terpekik keras sekali.
Begitu kerasnya pukulan itu, sehingga si manusia raksasa itu jadi terpental deras sekali ke belakang. Dan selagi dia belum bisa menyentuh lantai, Rangga sudah melompat bagai kilat. Langsung dilepaskannya satu tendangan keras menggeledek.
"Hiyaaa...!"
Desss!
"Aaa...!"
Byurrr!
Tak pelak lagi, si manusia raksasa berbaju merah itu langsung tercebur ke dalam kolam lumpur yang bergolak mendidih. Dia berteriak-teriak sambil menggeliat-geliat dan menggapai-gapaikan tangannya. Tapi tak berapa lama kemudian, seluruh tubuhnya sudah tenggelam ke dalam kolam lumpur yang bergolak mendidih itu.
Sementara itu, tujuh orang lainnya jadi terpana kaget tidak menyangka sama sekali. Sedangkan Dewi Anjungan yang juga menyaksikan dari ujung atas tangga, jadi terbeliak lebar melihat Rangga berhasil menceburkan satu orang dari delapan manusia bertubuh raksasa itu. Dan kini, jumlah mereka tinggal tujuh orang lagi. Dan mereka tampaknya jadi ragu-ragu untuk kembali menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
"Kenapa kalian jadi bengong...? Hayo! Serang dia...!" seru Dewi Anjungan lantang menggelegar.
"Hiyaaa!"
"Yeaaah...!"
Mendengar teriakan bernada perintah, tujuh orang manusia bertubuh raksasa itu langsung saja berlompatan menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Keraguan yang semula menghinggapi hati, seketika jadi lenyap. Dan kini mereka menjadi marah, karena Rangga berhasil melenyapkan satu orang dari mereka dalam kolam lumpur mendidih.
Rangga yang mendapat serangan dari tujuh penjuru itu memang tidak bisa berbuat lain, kecuali mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Suatu jurus aneh, dan gerakan-gerakannya seperti tidak sedang bertarung. Dan memang, jurus itu hanya dimaksudkan untuk menghindari pertarungan. Sehingga, tidak bisa digunakan untuk menyerang, meskipun beberapa kali Rangga memiliki kesempatan.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja Rangga melenting ke udara, dan melakukan beberapa kali putaran di udara. Lalu cepat sekali meluncur deras, dan mendapat manis sekali di luar kepungan tujuh manusia berukuran raksasa itu.
"Hap! Hap!
Aji 'Bayu Bajra'! Yeaaah...!"
Rangga segera melakukan beberapa gerakan tangan. Kemudian, cepat sekali kedua tangannya dihentakkan ke samping, lalu secepat itu pula dihentakkan ke depan sambil berteriak keras menggelegar.
Wusss!
Seketika itu juga, dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti yang terbuka lebar berhembus angin kencang bagai topan. Serangan Pendekar Rajawali Sakti yang begitu cepat dan mendadak sekali, sangat mengejutkan tujuh orang bertubuh raksasa itu. Bahkan mereka tidak dapat lagi berbuat banyak.
Tubuh-tubuh yang berukuran dua kali dari ukuran manusia biasa itu jadi berpentalan seperti daun kering tertiup angin. Jeritan panjang melengking tinggi terdengar saling sambut, ketika dua orang dari mereka tercebur ke dalam kolam lumpur mendidih. Sedangkan yang lima lagi berhasil menyelamatkan diri, dengan melakukan beberapa kali putaran di udara, sebelum menjejakkan kaki kembali ke lantai. Saat itu, Rangga sudah mencabut aji 'Baju Bajra'nya, sehingga tidak ada lagi badai topan yang terjadi begitu dahsyat.
"Hiyaaa...!"
Namun tiba-tiba saja, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan tangan kanan ke depan. Kakinya terpentang lebar, dan lututnya sedikit tertekuk ke depan. Pada saat itu juga, dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti memancar secercah sinar merah yang langsung menghantam dada salah seorang dari manusia-manusia bertubuh raksasa itu.
Byurrr!
"Aaa...!"
Kembali terdengar jeritan nyaring melengking tinggi. Orang yang terkena pukulan jarak jauh Pendekar Rajawali Sakti kontan menggelepar-gelepar di dalam kolam berlumpur mendidih, sambil berteriak-teriak meminta tolong. Tapi tak ada seorang pun yang bisa menolong, sampai seluruh tubuhnya tenggelam tak terlihat lagi. Kini tinggal empat orang lagi yang tersisa. Dan mereka semua berdiri tidak jauh dari bibir kolam berlumpur mendidih itu. Sedangkan Rangga berada sekitar dua batang tombak di depannya.
"Kalau kalian ingin tetap hidup, cepat tinggalkan tempat ini!" desis Rangga.
Empat orang bertubuh raksasa itu saling bepandangan beberapa saat, kemudian tanpa berkata apapun juga berlarian hendak meninggalkan ruangan itu. Namun belum juga mereka mencapai pintu tempat tadi mereka masuk ke dalam ruangan ini, tiba-tiba saja...
"Pengecut! Hiyaaa...!"
Dewi Anjungan cepat mengebutkan kedua tangannya secara bergantian. Dari kedua tangannya, meluncur beberapa benda kecil berwarna merah. Benda-benda berbentuk bulat itu meluncur sangat cepat sekali, sehingga empat manusia bertubuh raksasa itu tidak sempat lagi menghindari. Dan Rangga sendiri pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar begitu menyayat saling susul.
Benda-benda kecil bulat berwarna merah itu langsung menembus tubuh mereka, hingga jatuh menggelepar di lantai batu pualam putih ini. Hanya sebentar saja mereka menggelepar sambil mengerang, kemudian diam tak bergerak-gerak lagi. Darah terus mengucur dari tubuhnya yang penuh lubang, tertembus benda-benda kecil berwarna merah yang dilepaskan si Ratu Lembah Neraka itu.
"Kejam...!" desis Rangga menggeram.
"Kau akan bernasib sama jika tidak segera angkat kaki dari sini, Rangga!" ancam Dewi An-jungan tegas.
"Aku akan pergi bersama Cempaka!" balas Rangga tidak kalah tegas.
"Keras kepala...!" desis Dewi Anjungan. "Kau akan mati di dalam lumpur berapi, Rangga!"
Setelah berkata demikian, Ratu Lembah Neraka berbalik dan melangkah masuk ke dalam pintu yang terbuka lebar. Sementara, Rangga yang hendak melompat mengejar jadi terbeliak lebar. Karena, lantai yang dipijaknya jadi bergetar, dan kolam lumpur mendidih itu semakin bertambah lebar saja.
"Gilaaa...!" desis Rangga seraya melangkah mundur. Rangga sempat melirik ke arah pintu masuk yang kini sudah terbuka lebar, seakan-akan memberi jalan Pendekar Rajawali Sakti untuk keluar dari istana tua yang aneh ini. Sementara, kolam lumpur mendidih itu semakin membesar saja. Hingga, Rangga benar-benar terpojok dan merapat ke dinding.
"Hup! Yeaaah...!"
Tidak ada pilihan lain lagi bagi Rangga untuk bisa selamat. Maka, terpaksa Pendekar Rajawali Sakti melompat keluar melalui pintu yang terbuka lebar itu. Dan begitu Rangga berada di luar, pintu itu langsung menutup sendiri dengan keras sekali.
Brakkk!***
KAMU SEDANG MEMBACA
68. Pendekar Rajawali Sakti : Geger Putri Istana
ActionSerial ke 68. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.