09| Risking

16.8K 2.3K 572
                                    

Terima kasih yang sudah komen dan berpendapat di part kemarin, huhuhu seneng bangeet aku tuh! Setelah melihat membaca komen kalian, akhirnya cerita ini aku lanjutin tanpa ku unpub, semoga aku bisa mengatasi ini dengan baik

Terima kasih yang sudah komen dan berpendapat di part kemarin, huhuhu seneng bangeet aku tuh! Setelah melihat membaca komen kalian, akhirnya cerita ini aku lanjutin tanpa ku unpub, semoga aku bisa mengatasi ini dengan baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mari mengenal Elena sedikit lebih jauh di part ini. Namjoon akan membantumu.








Selama ini, target Elena termasuk ke dalam klasifikasi manusia brengsek dengan level kelas kakap. Acap kali adalah lelaki hidung belang menyebalkan dengan aroma parfum yang kelewat kuno. Sangat jarang ia mendapatkan target berparas rupawan dan beretika baik untuk tidak menjelajahkan tangannya di atas paha. Tentu saja, hanya orang-orang brengsek yang diharapkan mati oleh orang lain. Jika dibilang benci, iya. Elena teramat membenci apa yang ia lakukan, tetapi tidak menutup kemungkinan ia menikmati itu. Elena memang menyenangi sebuah permainan, ia senang menggunakan apa itu yang Tuhan berikan bernama kecerdasan. Atau bisa dibilang, ia tidak memiliki pilihan lain untuk menghindari pekerjaan ini—Elena tiga belas tahun yang lalu, hanyalah bocah lugu yang menginginkan harapan hidup.

Sayangnya, semakin dewasa belenggu lain seakan menelannya semakin jauh. Menyadarkan sisi lain dirinya jika semua ini memanglah salah sejak awal. Terlebih akhir-akhir ini, tepatnya sejak dua bulan yang lalu. Entahlah, mungkin Elena hanya sampai pada titik di mana ia tidak ada bedanya dengan seorang penghuni neraka. Hei, membunuh itu bukan perkara yang mudah. Tetapi, dunia di mana Elena menghirup oksigen memang sekeras itu, sekelam itu.

Elena baru saja membasuh diri saat teleponnya berpendar semangat, menghela napas cukup besar karena rasa lebam pada sisi pipinya berdenyut-denyut. Memang sialan misi terakhirnya beberapa hari lalu.

"Kau yakin akan melakukan ini, El?" suara Jackson dari telepon genggam terdengar cukup sangsi.

"Aku tidak begitu yakin," jeda Elena bersamaan menatap langit-langit kamarnya, berbaring dengan kemelut pikirannya sendiri, "Tetapi jika Tuhan masih menginjinkan aku memiliki pilihan, aku ingin mencobanya. Mencoba berhenti."

Elena tahu jika Jackson berulang kali menanyakan hal ini, dan ia memahami jika temannya itu lebih mengacu pada kekhawatiran. Bagaimanapun juga, target Elena kali ini tidaklah mudah sama sekali. Bahkan ia tidak pernah menyangka jika tugas terakhirnya adalah untuk menyingkirkan ancaman terbesar mereka.

"Kau tahu sendiri, bahkan ini termasuk mustahil untukku, El. Kim Namjoon bukanlah lawan yang mudah untukmu," kata Jackson.

Elena menutup kedua matanya dengan lengan, tersenyum tipis tanpa arti di sana, "Aku tahu, tetapi aku percaya pria itu memiliki sisi toleransinya sendiri terhadap wanita," jeda Elena, "Jika kau tahu apa maksudku."

"Kau yakin dia sama brengseknya seperti target-target lain?"

"Entahlah, tidak ada salahnya mencoba."

Jackson sedikit tertawa di seberang sana. Iya, selama ini memang begitulah sebuah konsep bekerja. Kalian tahu kenapa assassin wanita memiliki keberhasilan lebih tinggi? Karena mereka memiliki senjata untuk menjerat pria dalam genggamannya.

Arcane | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang