●●●
Malam itu, Jungkook langkahkan kakinya tak tentu arah. Menyusuri malam gelap juga sepi disekitaran taman.
Muak. Setiap hari selalu saja ada obrolan ringan yang berakhir dengan adu mulut perihal ekonomi keluarganya. Tawa riang diakhiri cacian pedas menusuk hati.
Jika dipikir, toh apa yang harus diributkan? Apa sebegitu sulit bicara baik-baik tanpa ucapan pedas juga makian sialan itu?
Lelah. Namun, menyerah bukan pilihan.
Mendudukkan dirinya di trotoar jalan, keadaan sepi, padahal cuaca cukup baik. Mendongak ke atas, Jungkook terkekeh disusul dengan beberapa bulir air mata yang berakhir jatuh pada pipinya.
"Kenapa harus berakhir sesak begini sih?" omelnya pada dirinya sendiri yang terlampau lemah.
Meluruskan kedua kakinya, mencoba menghentikan tangis yang tak kunjung mereda. Mengingat bagaimana ucapan sang ayah yang mengatakan bahwa ia hanya menyusahkan, juga ibunya yang mengatakan bahwa ia tak berguna, air matanya kembali mengalir deras. Isakan menyusul setelahnya.
Malam semakin gelap, namun ia tak kunjung menemukan alasan untuk apa ia pulang. Tidur dikursi taman mungkin akan kembali menjadi opsi yang dipilihnya.
Bangun, menepuk sekitaran bokong juga lutut lantas disusul dengan kedua telapak tangannya. Pandangannya berpendar ke sekeliling, sepi dan sunyi. Menaikkan tudung pada jaket hitam guna menutup kepalanya, Jungkook langkahkan kaki menuju kursi taman yang sudah diingatnya.
●●●
Jeon Jungkook, pemuda berusia delapan belas tahun bulan September nanti. Kini ia sudah menginjak bangku tingkat tiga sekolah menengah atas di Busan, siswa dengan prestasi yang cukup membuat ia dikenal di sekolah.
Sekolah dari dasar hingga akhir begini selalu dengan beasiswa, orang tuanya tak cukup mampu untuk membayar uang bulanan. Walau nyatanya ia hanya satu-satunya tanggungan yang mereka miliki.
Keluarga mereka berkecukupan, benar-benar cukup. Bahkan tak ada sisa hanya untuk sekedar membeli cemilan.
Uang hasil kerja sang ayah digunakan untuk melunasi hutang, ibunya tak bisa bekerja sebab sakit yang didera sudah cukup parah.
Ayahnya tergolong pemarah, setiap apa yang ia tak suka akan selalu dijadikan bahan omongan tak enak didalam rumah. Seperti;
"Apa saja yang kalian lakukan dirumah? Berangkat kerja tadi pagi keadaan berantakan gak karuan, pun pulang juga gitu." ucapan pedas terlontar kala lihat buku miliknya tergeletak diatas meja.
Tujuannya diletakkan disana adalah ia akan selesaikan tugas, namun, tanpa mau repot bertanya sang ayah memilih melukai hatinya juga sang ibu.
"Capek, kalian diurusin toh gak mau ngerti. Otak letakin dimana?"
Jungkook menarik sudut bibirnya, tersenyum miris kala semua hal yang sudah lalu kembali diungkit. Seolah apa yang sudah diberi harus selalu diingat. Agar apa?
Membantu sang ibu berdiri, Jungkook dengan perlahan ajak ibunya untuk istirahat dikamar. Sedikit banyak bisikkan kata-kata penenang, mengatakan bahwa kini sang kepala keluarga sedang dalam keadaan lelah.
"Ayah, jangan marah-marah terus. Aku lagi ngerjain tugas tadi, karena laper ya aku makan dulu. Belum selesai tugasnya." Jungkook duduk di depan meja kecil tadi, kembali membuka bukunya dan mulai mengerjakan tugas.
Namun, konsentrasinya pecah kala sang ayah kembali mengucapkan kata-kata menyakitkan.
"Kalo udah sebesar ini tuh coba otak pintarnya digunain yang benar, gak lihat keadaan. Udah tau orang tua capek pulang kerja, bukannya disambut kopi atau apa kok malah keadaan kacau gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
i love u 3000 ; vkook
Fanfiction♡♡♡ [ one-twoshoot's collection; taehyung x jungkook ] sederhana. mereka saling cinta. harus berakhir bahagia pastinya. 2019 © Moddyyyyyyy Start : August 13, 2019