Takut dan sakit bercampur menjadi satu. Takut akan masalalu yang kembali terulang dan sakit hanya sekedar melihat wajahnya. Dia yang dulu ia anggap sebagai seseorang yang mampu memberikannya kebahagiaan, tapi sebaliknya dia lah yang kembali menorehkan luka yang dalam untuknya.
Sekarang entah apa yang akan dilakukan Aira, ia bingung akankah ia dapat melawannya atau kembali ke masalalu yang seakan perlahan mulai membunuhnya.
Tidak cukupkah ia membuatnya menderita selama ini? Sekarang apa yang mau dia lakukan lagi, membuatnya semakin hancur? Cukup sudah! ia tak mau semuanya terulang, sekarang ia akan melawannya.
Aira menghela napasnya. "Aku pasti bisa." ucap Aira menatap langit langit kamarnya.
Setelah ia mengetahui fakta itu untungnya ia langsung berbalik dari situ dan pergi ke kamarnya sebelum mama dan papanya tahu bahwa ia telah mengetahui fakta sebenarnya, yang ada malah membuat mereka bersedih. Aira tak mau itu.
Oleh sebab itulah Aira bertekad bahwa ia tidak akan kalah lagi dengan masalalu nya. Ia berjanji akan bangkit dan membuat orang tuanya bahagia sebelum senuanya terlambat.
Cukup lama asik dengan pikirannya. Aira bangkit dari rebahannya, ia membuka semua pakaian sekolahnya lalu melangkah ke kamar mandi.
Beberapa menit di kamar mandi Aira keluar menggunakan pakaian santai dengan handuk yang terpasang di kepalanya.
Drrt Drrt..
Bunyi ponsel mengalihkan perhatiannya. Ia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang meneleponnya.
Aira mengernyitkan dahinya heran. "Gak ada namanya." Ujar Aira karena yang dilihatnya adalah nomor asing tanpa nama.
"Angkat aja deh. Siapa tau penting." Kemudian ia menggeser tombol hijau keatas.
"Halo." Sapa Aira pada orang diseberang sana.
Tidak ada jawaban.
"Halo?" Ulang Aira sekali lagi.
Tapi tetap sama tidak ada jawaban. Aira mengecek ponselnya ternyata masih tersambung.
"Halo. Ini siapa sih kalo nggak ada yang penting saya tutup." Ujar Aira dengan kesal.
Tetap hening.
Aira menutup teleponnya. Dan membuang ponselnya sembarangan.
"Siapa sih siang-siang masih ada aja yang iseng." Dumel Aira kesal lalu ia keluar untuk mengisi perutnya yang sedari tadi minta diisi.
Saat mau ke meja makan ia melihat mamanya yang sedang menonton tv, Aira berjalan menghampiri mamanya terlebih dahulu.
"Hai ma." Sapa Aira kemudian duduk disebalah mamanya.
Nengsi menolehkan kepalanya. "Ya sayang, kamu kapan pulang?" Tanya Nengsi.
Aira diam sebentar. "Baru aja ma." Jawabnya bohong. Tidak mungkin ia mengatakan bahwa ia sudah sampai dirumah sebelum mamanya berbicara dengan papanya.
Aira memicingkan matanya merasa ada yang aneh dengan mamanya.
"Mama nangis?" Tanya Aira.Nengsi menggelengkan kepalanya. "Gak sayang. Mama gak nangis dan mama baik-baik aja kok." Jawab Nengsi. Kemudian memberikan senyuman pada Aira.
Aira tau mamanya ini berbohong dan Aira tau juga apa yang membuat mamanya menangis tapi ia tetap diam seolah tidak tau.
"Mama jangan bohong sama Aira. Mama kalau ada apa-apa cerita sama Aira. Aira siap mendengarkannya ma." Aira menggenggam tangan mamanya mengusap lembut punggung tangan mamanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
AIRA (REVISI)
Novela JuvenilJangan lupa follow sebelum membaca^^ SIAPKAN MENTAL SEBELUM MEMBACA! **** Semuanya terasa kelabu bagiku yang ada hanya bayang-bayang semu yang medominasi pikiranku. Hidupku tak tentu. Rasanya hampa. Saat kau datang. Rasanya sungguh indah. Tapi bersi...