29;

9.1K 337 1
                                    

"Heh bangun!"

Seorang gadis mengerjabkan matanya beberapa kali saat merasakan tendangan keras di kursi yang ia duduki. Gadis itu meringis merasakan nyeri di bagian kepalanya. Pikirannya melayang pada beberapa jam lalu. Dimana ia dikejar oleh orang yang tidak dikenalnya hingga ia yang pingsan.

BRAKKKK.

Gadis itu tersadar dari lamunannya saat seorang pria lagi-lagi menendang keras kursi yang didudukinya. Gadis itu mencoba menggerakkan tubuhnya namun susah. Kedua kaki dan tangannya terikat. Membuat pergerakan gadis itu terbatas.

"Mau lu apa?" Tanya gadis itu dengan ketus. Menatap pria yang berdiri di depannya dengan tatapan tajam.

"Berani juga lu jadi cewek." Sahut pria itu dengan tersenyum miring.

"Emang gue harus apa? Takut gitu? Cih," gadis itu juga menunjukkan senyum miringnya. Menatap remeh pria berbadan besar itu.

"Gue suka cewek berani kayak lu ini," pria itu menunjukkan seringai yang menjijikkan. Tangannya terulur untuk mengelus pipi gadis yang sedang terikat itu.

"Jangan sentuh gue dengan tangan kotor lu itu!" Sahut gadis itu tajam. Memalingkan wajahnya agar tak disentuh pria itu.

"Jaga mulut lu!"

Gadis itu mengalihkan perhatiannya saat mendengar seseorang membuka pintu ruangan itu. Matanya menatap tajam 3 sosok yang sangat dikenalinya. Ia sudah menduga gadis-gadis brengsek itu adalah dalang dari semua ini.

"So? Bagaimana Aquilla?"

"Apa tidur lu nyenyak?"

"Lu belum disentuh orang suruhan gue kan?"

"Udah gue duga," Sahut Aquilla dengan menyeringai. Matanya terus menatap tajam 3 sosok di depannya.

"Lu terlalu sombong dengan apa yang lu miliki selama ini. Dan sekarang saatnya lu menderita," Sahut salah satu dari 3 sosok itu.

"Terus lu iri gitu Salsa?" Tanya Aquilla dengan menekan nama salah satu dari ketiga sosok itu.

"Gue iri sama lu? Najis!" Salsa berucap sombong. Menghampiri Aquilla untuk sekedar menyengkram dagu gadis itu kasar. "Lu terlalu hina buat gue," lanjut Salsa sambil melepas cengkraman tangannya di tengkuk Aquilla.

"Kalian bertiga yang lebih hina." Sahut Aquilla dengan memandang rendah ketiga gadis itu. "Ini yang katanya siswi berprestasi? Oh lupa! Yang satu kan jablay berpretasi." Lanjut Aquilla.

"Jaga omongan lu!"

"Apa yang salah sama omongan gue Ayara?" Tanya Aquilla dengan menatap Ayara yang mengepalkan tangannya menahan emosi.

"Tutup mulut busuk lu!" Ayara mendekati Aquilla. Menunjuk tepat didepan wajah gadis itu.

"Jablay ya jablay aj-"

PLAKKK.

Ucap Aquilla terpotong saat tamparan mendarat dengan keras di pipi sebelah kirinya. Pipinya masih terasa sangat nyeri. Tapi gadis bernama Ayara itu menamparnya dengan keras. Matanya menatap tajam tepat di manik mata Aquilla.

"Gue perintahin lu buat tutup mulut lu atau-"

"Atau apa? Kalian mau nyiksa gue?" Potong Aquilla dengan menatap satu persatu tiga gadis yang ada di sana.

"Tepat sekali!"

"Selamat datang di dunia penyiksaan Aquilla!" Ucap Dian dengan menyeringai tajam.

***

"Mereka gak berangkat,"

"Anjing!"

"Kita harus gimana dong? Aku khawatir sama Aquilla sayang," ucap Anna panik sambil menggoyang-goyangkan lengan Arion yang duduk di sampingnya.

"Tenang. Kita bakal temuin Aquilla dalam keadaan baik-baik saja," Arion mengelus punggung Anna dengan lembut. Berniat untuk menenangkan gadis itu.

"Kenapa mereka cuma nyulik Aquilla? Kita semua juga ikut ngerjain dia kan?" Orlin berucap bingung. Jarinya mengetuk-ngetuk meja kantin. Menandakan bahwa ia sedang gelisah.

"Karena Albert?"

Semua orang menatap Zanna. Memikirkan ucapan gadis itu. Bisa saja kan mereka menculik Aquilla hanya karena Albert sudah memilih gadis itu? Albert mengerang kesal. Tangannya terkepal menahan emosi. Matanya menggelap. Aura dingin langsung menyerang mereka.

"Gue udah kasih tau bokap Aquilla. Beliau udah ngirim beberapa bawahannya untuk melacak keberadaan Aquilla," jelas Arion.

"Lu mau kemana?" Tanya Raffa saat melihat Albert melenggang pergi tanpa mengatakan sepatah katapun.

"Nyari Aquilla," sahut Albert dingin.

***

PLAKK.

"Lu jangan banyak bacot anjing!"

"Gue gak sudi kalo harus mohon-mohon sama lu semua." Sahut Aquilla dengan tajam.

BUGGGGG.

"Lebih baik gue mati karena siksaan kalian daripada gue hidup tapi harus mohon-mohon sama kalian." Ucap Aquilla dingin. Mengabaikan sudut bibir dan keningnya yang berdarah.

BYURRRR.

Seember air yang di campur garam mengguyur tubuh Aquilla. Membuat gadis itu sedikit meringis merasakan perih hampir di seluruh tubuhnya. Gadis itu mengepalkan tangannya menahan emosi. Emosi lebih mendominasi daripada rasa sakit di tubuhnya.

"Gimana enak?" Tanya Dian dengan tersenyum miring. Tangannya bergerak maju. Berusaha menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Aquilla. Tangannya merambat kebelakang kepala gadis itu. Menjambaknya tanpa belas kasihan. Oh apakah ini karma untuk semua tindakan Aquilla selama ini?

"Lepas brengsek!" Teriak Aquilla dengan penuh emosi. Matanya menatap tajam 3 gadis gila itu.

PLAKKK.

"Jaga omongan lu!" Lagi. Aquilla sampai lupa sudah mendapat tamparan berapa kali seharian ini.

"Cih." Aquilla meludah telat di samping Dian. Membuat ketiga gadis itu bertambah murka.

"Masih punya nyali juga lu," ucap Ayara dengan menendang kursi yang Aquilla duduki. Gadis dengan rambut pirang itu menggenggam sebuah batu.

"Ahhhh!" Teriak Aquilla ketika Ayara melempar batu itu tepat di perutnya. Aquilla sebisa mungkin menahan tangisnya. Ia tak ingin membuat ketiga gadis itu bertambah senang saat melihat beberapa bulir air mata turun dari matanya.

"Cukup untuk hari ini Aquilla Alverta Mahardika!"

[TMS #1] AQUILLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang