Perbedaan Mencolok

3.7K 131 0
                                    

Aruna melangkahkan kakinya dengan ragu. Hendra meletakan hair dryer di meja sembari menunjukan dimana letak sakelar sehingga Aruna bisa memanfaatkannya untuk mengeringkan baju. Sedikit kikuk karena panjang kabel hair dryer mengharuskannya berdiri, Aruna memegangi bagian bawah rok. Menundukkan kepalanya memastikan hair dryer berhembus panas tepat pada roknya yang basah.

Adegan yang sungguh diluar kata anggun. Malah tampak sangat aneh karena kaki Aruna terbuka santai padahal dia mengenakan midi dress. Masih bisa di maklumi menurut benak Aruna, karena dirinya membelakangi Hendra. Dari awal masuk lelaki itu mengambil salah satu buku koleksinya pada rak buku yang membentang di bagian kanan ruangan. Lalu duduk dimeja kerjanya dan terlihat fokus membaca.

_apa-apa'an dia_

Aruna tidak menyadari bahwa Hendra beberapa kali mengamatinya. Dia sungguh tak menduga jika perempuan yang akan menikah dengannya adalah gadis seberantakan itu.

_Apakah karena dia (Aruna) adalah seorang pengganti maka dari itu dia sama sekali jauh dari ekspektasi_

_Bagaimana bisa kakeknya yang perfeksionis menyiapkan jodoh bertahun-tahun lamanya berupa gadis aneh yang suka tersenyum_

Pikiran Hendra meliuk-liuk seperti sedang bermain teka teki.

"Huh... akhirnya selesai juga, syukurlah, lihat rok ku sudah kering". Seru Aruna bersemangat membuyarkan lamunan Hendra.

"Segera matikan itu". Pinta Hendra yang terganggu dengan suara lirih hair dryer.

"ah". Aruna malah tak sengaja mengarahkan hair dryer menyala itu pada wajahnya. Hembusan hawa panas tiba-tiba membuatnya terkejut dan ekspresi wajah lucu muncul sekilas. Sesungguhnya ekspresi itu cukup menggemaskan. Sebelum akhirnya segera meraih ujung kabel hair dryer supaya alat itu berhenti.

"Apa kau terlahir berantakan?". Hendra mengajukan pertanyaan sindiran dengan lugas.

"Apakah kau terlahir... ". Aruna ingin membalas sindiran Hendra. Dan tertahan dibenaknya. Buat apa membalasnya toh tak ada gunanya.

"Kenapa?! Lanjutkan saja.. aku tidak seprotokoler kakek ku". Pungkas Hendra.

Aruna hanya menggelengkan kepalanya sedang tidak minat berdebat. Seharusnya saat ini dia berhati-hati dengan siapa pun yang berhubungan dengan nama Djoyodiningrat. Namun potongan kalimat tanpa penyelesaian itu malah membuat sang pewaris Djoyodiningrat kesal bercampur penasaran.

"Aku hampir yakin, gadis seperti mu mampu menghina ku, untungnya itu hanya keyakinan palsu". Wao kata-kata Hendra sungguh tajam. Benar-benar konsisten dari pertemuan pertama dan kedua.

_Seperti mu?!? oh ya tuhan, tuan muda khayangan terhormat_

Aruna berupaya menjaga kewarasannya.

_Kau terlahir bermulut tajam_

Umpatannya hanya sampai tenggorokan.

"Lain kali karena kita akan banyak beraktivitas bersama, tolong kurangi perilaku aneh mu". Sesungguhnya kata 'unik mu' yang disusun Hendra. Namun dia berakhir memilih kata 'aneh' agar terkesan tak bersahabat.

_Aneh?!?_ Aruna mencoba menyusuri tindakannya dari awal makan malam hingga sampai di ruang kerja Hendra. Dia merasa tidak menemukan 'aneh' apa pun.

CIUMAN PERTAMA ARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang