"Tok, tok, tok". Ketukan pintu penuh keraguan terdengar beberapa kali. Sayang, yang ada di dalam tidak menjawab. Seorang asisten malu-malu mengintip, lalu memutuskan masuk ruang CEO Djoyo Makmur Grup, milik tuannya.
Dia dapati atasannya tertidur pulas dibalik leptop yang masih terbuka. Sepertinya leptop itu sedang sleep mode, lampu kecil disudut bawah menyala. Artinya siatasan tertidur tanpa sempat mematikannya.
Surya membuat suara batuk beberapa kali, dan Hendra hanya menggeliat.
"Apa anda bekerja semalaman?". Supaya Hendra terbangun. Surya berinisiatif mengeraskan frekuensi suaranya.
"Ah, jangan ganggu aku, pergi sana!". Hendra mengerjapkan mata, mengintip perlahan dengan malas. Dia dapati senyuman lebar Surya, penuh makna. Sempat diabaikan.
Sesaat kemudian..
"Brak!!". Hendra terkesiap, menutup layar leptop secepat kilat. Ingin rasanya Surya tertawa atau minimal tersenyum kecil. Perutnya sungguh geli, tergelitik seakan tahu apa yang ingin disembunyikan pewaris Djoyodiningrat. Namun apa daya hari ini misinya adalah tidak di pecat. Jadi dirinya menggigit kuat-kuat bibir bawah sembari menahan nafas, sehingga perutnya tegang dan mau diajak kompromi.
"Mau apa kau kemari, mengganggu saja". Hendra berdiri dengan mata setengah terbuka, rasa kantuk masih mengelabuhi dirinya.
"Anda harus ingat, bahwa saya adalah asisten pribadi anda yang paling utama. Walaupun ini hari Minggu dengan sangat suka rela, saya akan mendampingi Anda". Seru Surya menyajikan intonasi protokoler, dan hal tersebut mencurigakan di mata Hendra.
"Bilang saja kau mau merevisi niat pengunduran diri". Hendra menebak sesuatu yang sering terjadi. Melangkah perlahan melewati Surya. Berencana melanjutkan tidurnya di kamar hotel ekslusif yang secara khusus disediakan untuk dirinya.
_Tumben-tumbenya, weekend datang dengan senang hati_ batin Hendra.
"Eem.. termasuk itu, saya berencana memohon kerelaan hati anda. Bisakah anda... menganggap kejadian kemarin tidak ada". Suara Surya benar-benar lembut layaknya customer service melayani konsumen.
Hendra hanya melirik acuh.
"Jangan sentuh itu!!". Nada perintah mengejutkan. Hendra merasa Surya akan memegang leptopnya. Asistennya bergidik, mematung. Lalu menyentuhkan sedikit jari telunjuknya ke handphone.
"A ku ha nya ma u memberitahu, ini ketinggalan". Penjelasan Surya terbata-bata disambut gerakan lincah Hendra mencomot Handphonenya.
"Jangan ganggu aku, aku akan tidur seharian". Pinta Hendra.
"Sepertinya anda tidak bisa".
Kening Hendra mengerut tanda dia keberatan mendengar perkataan Surya.
"Hari Jum'at anda menggeser rapat devisi tim marketing karena berbenturan dengan jadwal meeting bersama klien kita dari Singapore. Apa anda ingat?".
"Tunggu aku satu jam lagi. Beritahu mereka, aku akan menemui mereka di ruang meeting Orange (ruang meeting berukuran sedang dengan interior berwarna orange)". Dan Hendra menghilang di balik pintu.
***
"Besss..". Suara air meluncur membasahi tubuh Hendra. Laki laki itu beberapa kali mengusap wajahnya, berusaha menghilangkan rasa kantuk. Sesekali dia termenung mengingat foto dan video yang di kirim penguntit suruhannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIUMAN PERTAMA ARUNA
Fiksi UmumBagaimanakah rasanya menjadi pengganti kakak sendiri untuk menikahi seorang lelaki tak dikenal hanya demi sebuah perjanjian? Itulah yang dirasakan Aruna, gadis 20 tahun mahasiswi jurusan desain ini. Ia harus menikahi Hendra, seorang CEO muda, pemil...