Saat kita tiba-tiba kehilangan seseorang yang tiap saat hadir mengisi ruang kosong di sela-sela hari, detik itulah rasa hampa menerpa.
_Ada yang kurang_ hati akan selalu berbisik demikian. Lambat laun hati menuntut yang lebih. Bukan lagi berkata kurang, dia mendesak kata lain yang lebih mengharu biru.
_Ada yang hilang_ kata organ yang sering dikaitkan dengan perasaan. Padahal rasa itu sendiri tidak memiliki tempat selain dipikiran kita lalu memacu aliran darah menuju detak jantung kemudian beberapa hormon turut serta mengiyakan.
Aruna berjalan menyusuri lantai 2 outlet Surat Ajaib. Celoteh seseorang yang biasanya memilih menghabiskan malam paling larut di tempat ini hilang. Terakhir adalah Tito dan Laras, dua adik tingkat pria yang memunculkan rasa kosong ini sedang melakukan penyesuaian diri dengan ritme kerja Surat Ajaib.
Setelahnya mereka pamit, menyisakan Aruna termenung sendirian. Mengais beberapa peralatan yang tergeletak di lantai. Biasanya lelaki jangkung akan melempar benda lain ketika Aruna mencoba membersihkannya.
Sekedar ingin mengganggu Aruna atau membuatnya jengkal, karena dia melempar sambil tetap fokus main game di layar tv Lcd favoritnya. Kini tv itu hampir tidak tersentuh, bahkan bantal jerapah tak lagi jadi bahan uring-uringan.
Bantal besar itu sudah di musiumkan dengan sempurna. Tidak ada yang berkata "ini milik ku! Kalau kalian berani membuangnya langkahi dulu Agus". Pernyataan absrud khas Damar. Selalu membuat orang ingin marah sambil tertawa.
"Ah' sepi sekali". Terlalu sepi, sebab keberadaan Damar menghadirkan segerombolan anak muda lainnya tiap saat ditempat ini. Entah sekedar main game atau menyelinap tidur. Kadang mereka juga hadir membantu tanpa di minta. Bahkan saat ada pesanan pernak pernik, Bridal Shower atau semacamnya, merekalah tim delivery dan display paling sempurna. Harga sahabat.
Dan ketika peramu sajak mulai hilang, sesekali mereka datang. Mengeluh, kenapa Damar tiba-tiba jadi normal.
"Gila, Damar kalian cecoki apa?". (Maksudnya kenapa dia mendadak berubah haluan). Intinya teman-teman Damar juga kehilangan. Bukan karena mereka tidak ikhlas Damar jadi populer, namun lebih kepada jalan yang kini Damar tempuh bukanlah impian pemuda itu.
Aruna menuruni tangga. Sebelum mematikan lampu. Kunci yang dia bawa menimbulkan bunyi gemerincing, tersentuh pegangan tangga.
"Terimakasih sudah datang, tunggu sebentar kami segera hadir melayani". Suara khas pintu outlet Surat Ajaib terdengar mengejutkan. Baru saja Aruna mematikan lampu lantai 1, kini dia harus meraba-raba letak stopkontak agar segera tahu siapa yang datang.
Tetapi ketika Aruna berhasil menyalakannya tidak ada siapapun yang dia temukan. Sontak tubuh Aruna merinding.
"Kretek-kretek". Suara yang di buat-buat untuk menakuti-nakuti timbul dari salah satu rak display.
"Ah, siapa? Jangan menakuti ku". Aruna kini hanya bisa mengancam, dia tahu itu perbuatan manusia, tapi dia tidak bisa menghilangkan rasa takut di hatinya. Kalau ternyata penjahat bagaimana?
Aruna berjalan mendekati rak itu.
"Hai cantik kau mencari siapa ha-ha-ha". Suara besar laki-laki dari belakang telinga Aruna begitu mengejutkan. Dibarengi dengan dua tangan yang menutup rapat-rapat matanya.
"Aaaaaa.....". Spontan Aruna berteriak memukul ke segala arah tanpa kendali.
"Hai, tenang-tenang ini aku.. aku...". Pria itu memeluknya berharap mampu menghilangkan kepanikan Aruna.
Ketika mata Aruna perlahan-lahan terbuka. Dia mendapati dirinya dalam pelukan seseorang.
"Damar?!?". Gadis itu larut membalas pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIUMAN PERTAMA ARUNA
Ficción GeneralBagaimanakah rasanya menjadi pengganti kakak sendiri untuk menikahi seorang lelaki tak dikenal hanya demi sebuah perjanjian? Itulah yang dirasakan Aruna, gadis 20 tahun mahasiswi jurusan desain ini. Ia harus menikahi Hendra, seorang CEO muda, pemil...