16. watch a movie

131 35 7
                                    

Hana mengambil tisu dari dalam tas dan menyodorkannya kepada Minhyuk agar ia bisa mengelap air matanya. Mereka masih duduk di kursi bioskop sementara orang-orang mulai berjalan keluar dari studio.

Menurut Hana, film yang mereka tonton tidak terlalu sedih. Tipikal cerita romance penuh konflik namun tetap berakhir bahagia. Ada beberapa adegan yang menyesakkan, tapi tidak cukup untuk membuatnya mengeluarkan air mata.

Sebenarnya selera film Minhyuk dan Hana berbeda. Jika sedang bersedih, biasanya gadis itu memilih untuk menonton sesuatu yang menyeramkan. Lain halnya dengan Minhyuk, dia lebih suka menonton yang sedih juga agar dia melupakan masalahnya dan malah menangisi film tersebut.

"Udah yuk balik," Hana bangkit dari duduk dan diikuti oleh Minhyuk.

"Untungnya gue nonton bareng lo. Kalau sama orang lain pasti gue tahan-tahan biar ga nangis."

Minhyuk memang agak sensitif dan mudah tersentuh, bukan hal mengejutkan bagi Hana karena ia sering melihat temannya itu meneteskan air mata kala menonton film. Begitupula sebaliknya, Minhyuk kadang mendapati Hana terisak saat tengah membaca buku atau menonton sesuatu yang benar-benar menyedihkan.

"Bagus sih filmnya, but not my style," komentar Hana.

"Lo selalu ngomong begitu tiap abis nonton film," cibir Minhyuk.

"Oke, gue bakalan diem dan ga komen apa-apa."

"Bukan gitu maksudnya," Minhyuk terkekeh mendengar respons Hana, "Sekarang mau ke mana? Makan dulu atau langsung pulang?"

"Pulang aja. Soalnya gue disuruh makan di rumah."

Minhyuk mengangguk lalu mengekori Hana menuju parkiran di basement.

"Sekarang jam berapa?" tanya Minhyuk sebelum membuka pintu mobil.

Hana merogoh ponselnya, melihat jam sekaligus mengecek notifikasi, "Setengah sembilan."

Sepanjang perjalanan, Hana sibuk menatap layar ponsel, "Mampus," serunya ketika membaca salah satu pesan.

"Kenapa?"

"File yang gue kirim ga bisa kebuka, padahal buat bahan meeting besok," keluh Hana, "Si Nayoung minta gue kirim ulang sebelum jam 9."

"Setengah jam lagi dong?"

"Iya makanya. File nya ada di laptop, tapi baterainya abis dan gue lupa bawa chargeran."

"Gue ngebut deh biar cepet sampe," kata Minhyuk sembari mempercepat laju kendaraannya.

"Eh, lo pake mac juga kan?"

"Iya."

"Ya udah gue mampir dulu ke apart lo, minjem chargeran bentar."

Terima kasih kepada Minhyuk yang mengebut sehingga dalam waktu kurang lebih lima belas menit mereka telah berada di parkiran apartemen. Syukurnya jalanan pada jam segini tidak terlalu ramai seperti tadi sore.

Hana lantas beranjak dari mobil Minhyuk, dia berjalan ke mobilnya dan meraih laptop yang ia letakkan di kursi belakang.

"Kok bisa ga kebuka file nya?" celetuk Minhyuk saat mereka menaiki lift ke lantai 11.

Hana mengedikkan bahunya," Ga tau tuh. Apa gue salah attach ya?"

"File nya corrupt kali?"

"Aduh, semoga dokumen yang di laptop gue ga kenapa-napa. Mati gue kalau ga bisa kebuka."

Sesampainya di depan unit apartemen, Minhyuk menekan kata sandi pada keypad untuk membuka pintu.

"Chargerannya ada di kamar, ambil aja," ucap Minhyuk seraya mempersilakan Hana masuk ke apartemennya.

Hana menurut, dia melangkah menuju kamar Minhyuk sedangkan lelaki itu pergi ke dapur untuk memasak mi instan.

"Di mana Min?" teriak Hana lantaran tak kunjung menemukan benda yang ia cari.

"Di atas meja ga ada?" balas Minhyuk tanpa mengalihkan fokusnya dari kompor, "Coba cari di dalem laci."

"Oh iya nemu," sahut Hana. Dia berniat segera keluar dari sana, namun gerakannya terhenti kala mendapati foto Seola dan Minhyuk yang terpajang di nakas samping tempat tidur.

Perhatiannya teralihkan oleh bungkusan yang terletak di sebelah foto. Hana mengernyit, seingatnya Minhyuk tidak memiliki penyakit yang mengharuskannya minum obat secara rutin. Kalau itu obat pereda pusing, demam, atau semacamnya, pasti Minhyuk letakkan kembali di kotak P3K di dapur sehabis meminumnya.

"Mungkin vitamin kali ya?" gumam Hana.

Awalnya ia tidak curiga, tapi jika dipikir-pikir.. aneh juga. Untuk berjaga-jaga, Hana mengeluarkan ponsel dan memotret obat tersebut. Bukannya ingin mencampuri urusan Minhyuk, dia hanya merasa khawatir.

"Lo tuh kalau mau masak, ganti baju dulu," omel Hana. Dia menutup pintu kamar dan berdecak melihat Minhyuk berkutat di dapur masih dengan kemeja dan celana kerja melekat di badannya.

"Ntar aja ah, males."

Hana mengabaikan jawaban Minhyuk. Dia tidak punya waktu untuk menimpali karena ia buru-buru menyambungkan pengisi daya pada laptopnya dan mengirimkan dokumen yang Nayoung minta.

"File nya bisa dibuka?" Minhyuk menoleh, menyadari kehadiran Hana di dekatnya.

"Bisa, udah gue kirim," jawab Hana sambil membuka kulkas. Alih-alih menemukan jus, dia justru dibuat heran akan banyaknya kaleng bir di lemari pendingin.

"Sejak kapan lo jadi demen minum alkohol?" Hana mengambil satu kaleng dan meminumnya, "Dulu kalau gue nanya punya bir atau enggak, pasti lo bilang ga ada."

Tentu saja Hana bingung, pasalnya, selama ini Minhyuk tidak begitu menyukai alkohol. Waktu mengetahui kawannya itu mabuk saja dia merasa aneh, meskipun akhirnya dia paham setelah mengetahui Minhyuk putus dengan Seola. Wajar menjadikan alkohol sebagai pelarian akibat rasa patah hati.

Minhyuk menghela napas, "Gue akhir-akhir ini susah tidur, harus mabuk dulu baru bisa."

Toleransi Minhyuk terhadap alkohol memang lumayan rendah, dia bisa langsung mabuk meskipun cuma menenggak sekaleng bir atau dua shot whisky.

"Tapi minum sering-sering tuh ga bagus loh."

"Iya, gue ga minum tiap hari kok."

how to deal with a breakup | hana, minhyukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang