#7

52 12 2
                                        

Sesampainya di sebuah parkiran, fiona mengajak aku untuk menemui gerald nya. Hadeuhh jadi nyamuk lagi aku.

"Hai sayang.. Yu pulang, nih helm nya." sapa gerald yang turun dari motornya, sepertinya dia memang menuggu fiona di tempat ini. Lalu mau apa fiona mengajakku menemui pacarnya? Memangnya bisa bonceng tiga? Ga etis banget sih.

Tiba-tiba ada pengendara motor yang akan melewati kami bertiga, sepertinya dia anak sekolahku juga.

"Rikatttt! Berenti berenti." tiba-tiba fiona menghalangi pengendara itu dengan badannya sampai melebarkan kedua tangannya agar pengendara itu berhenti.

"Eh--" pria tersebut pun berhenti mendadak dengan mengeremnya, untung saja tidak jatuh.

"Kenapa si." Ketus pria itu sambil membuka kaca helm nya. Hah? Beneran ricard?.

Disisi lain gerald hanya melongo melihat mereka berdua bertengkar, memang tidak ada waktu untuk berdamai ya.

"Kat. Lo mau pulang kan? Oh oke--" tanya fiona sambil mengambil sebuah helm dari motor ricard, kemudian memberikannya kepadaku. HAH?

"Tapi--"

"Shuttt, gak usah banyak tapi-tapian ya. Sekarang lo anterin riza pulang, kalo engga lo gak bakal jadi captain basket lagi. Udah cepet pake za." dengan nada kereta api yang tidak mempunyai rem dia mengoceh dan memerintahkan aku untuk ikut pulang bersama ricard. Sementara ricard dia hanya pasrah dengan pacar temannya itu. Sebel deh, karena aku terlalu selalu bersama dengan ricard. Sedangkan gerald ia hanya menggeleng-gelengkan kepala saat aku, fiona dan ricard seperti itu.

"Udah ya, kalian kan jadi gak bisa ganggu kita ya yang. Yaudah dahh za kat, eh zakattttt dong. Hahaha.. Dadahhhh.. Hati-hati..." tawa fiona seperti selalu menjulidku dengan ricard, untung aku pasrah dan sabar. Awas saja ya kau fiona.

.
.
.

Sepanjang perjalanan, aku dan ricard hanya berdiam tak membuka mulut sepatah kata pun. Saat aku menanyakan sesuatu, ia hanya menjawab dengan kata 'iya, oh, dan ya seperti itulah dia, sangat dingin. Atau aku yang terlalu bawel. Entah lah.

Bandung saat sore hari itu sangat murni ya, tak banyak asap kendaraan seperti jakarta. Tapi terkadang aku merindukan jakarta, seperti aku merindukan kebersamaan dengan teman-temanku.

Sesampainya di depan gerbang rumahku, akupun langsung turun dari motor ricard dan melepas helmku. Tiba-tiba pintu gerbang rumahku terbuka, oh ternyata bang tio ada dirumah sedang beres-beres ya. Seperlihatanku karena dia memegang gunting rumput.

"Za, udah pulang? Kenapa ga telpon abang?" tanya abang mengagetkan aku dan ricard.

"Aku kira abang ga ada dirumah." jawabku.

Tiba-tiba ricard turun dari motornya kemudian membuka helm sambil mencium tangan abangku. Hah? Mereka saling kenal?. Disitu aku pun bingung oleh sikap ricard, apa karena ricard menghargai kakakku?.

"OH Ricard! Apa kabar? Ternyata kamu pacar adik abang ya?" teriak bang tio kaget setelah melihat wajah ricard. Bang tio mengenali ricard? Sejak kapan?.

"Eh-- bukan bang." celetukku kepada bang tio.

"Abang kok kenal sih sama ricard?" tanyaku heran.

"Masuk dulu yu nanyanya dipending dulu, gak enak diliat tetangga. Ayok masukkin dulu motornya kat." perintah kakakku pada ricard.

"tapi bang--" jawab ricard gugup tapi bang tio mencoba untuk memaksakan ricard untuk masuk ke dalam rumah.

Sedangkan aku bingung sedari tadi, kok bang tio kenal dengan ricard? Padahal umur mereka beda 5 tahun. Tapi seperti sangat dekat ya.

"Bang aku ganti baju dulu." ucapku pada abang dan langsung pergi ke kamar untuk mengganti baju, karena jika aku langsung mandi maka tak bisa untuk bertanya-tanya banyak tentang kedekatan mereka. Setelah ganti baju aku langsung keluar kamar untuk menemui mereka yang sedang asik mengobrol di ruang tamu.

"Bang ibu kemana?" tanyaku pada abang menanyakan ibu, karena rumah ini sangat sepi sekali.

"Ibu sedang ikut ayah ke kantor."

"Oh iya za, jadi ricard itu adik dari temen abang. Dulu pas abang SMA, dia itu masih SD ya? Ya pokoknya mukanya samar-samar gitu deh. Terus kan abang sama kakaknya ricard kebetulan satu kampus juga, jadi abang sering kerumah ricard. Tapi jarang banget ketemu sama dia karena kamu latihan basket terus ya? Jadi gitu deh." jelas abangku, oh ternyata adeknya teman abangku.

Ya pantas saja aku tak tahu, karena abang semasa sekolahnya itu dia tinggal bersama dengan nenek di bandung. Sedangkan aku di jakarta dengan orangtuaku, jadi ya dia sudah seniornya lah punya banyak teman disini.

"Ohh--- begitu, pantas." ucapku ber-oh dengan cerita abangku itu.

"Masih suka main game online? Mabar kuy. Yuk dikamar saja." ajak abang kepada ricard dijawab dengan kata -kuy- kemudian mereka pun beranjak menuju kamar abangku untuk bermain game. Seperti kakak adik ya, adem liatnya.

Sampai pada pukul 20.30 ricard pun izin kepada ayah dan ibu untuk pulang padahal bang tio masih mengoda-goda ricard untuk menjadi teman bermain game nya itu. Tapi bang tio pun melepas kepulangan ricard karena ia tak enak kepada ricard sudah mengurungnya di kamar, sampai-sampai ricard mandi dan pakai pakaian abangku. Hahaha dasar manusia-manusia aneh mereka itu.

.
.
.
.

Wah gimana tuh kok ada bau-bau pendekatan antara abang dan ricard ya. Ihiy bentar lagi ini mah. Tunggu ya kelanjutan dari mereka...

Maaf kalau banyak typo

.
.

Thanks and SEE YOU.

My secret boyfriend [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang