14. Seandainya

1.2K 74 3
                                    

"Le, bibirmu kenapa to, itu? Kenapa bisa memar seperti itu, Le?" cemas Nur--ibunya Dory sembari memegang dagu putranya mengamati luka memar pada sudut bibirnya.

"Oh, ini__tadi ada yang nonjok Dory, Bu."

"Kamu berantem, Le?" Dory mengangguk pelan.

"Oalah, Le.. sejak kapan to kamu ini sok jagoan seperti ini, Le," cecar Nur.

Dory hanya menunduk tidak berani menatap wajah ibunya.

"Bapak sama ibu ndak pernah ngajarin kamu untuk berantem, Le. Kami menyekolahkan kamu itu supaya jadi orang, supaya pinter dan punya ilmu ndak kayak kami ini, dan bukannya untuk jadi jagoan seperti ini, Le."

Dory masih saja menunduk, ia menyesal karena sudah membuat ibunya cemas dan kecewa akibat ulahnya.

"Dory minta maaf, Bu. Sebenarnya tadi Dory juga ndak berniat untuk berantem, tapi teman Dory yang mulai, Bu. Dory hanya mencoba untuk membela diri sekaligus membela kehormatan orang yang Dory sayangi."

"Maksud kamu opo to, Le? Kok ibu malah ndak paham. Memangnya sopo to orang yang kamu sayangi itu?"

Dory terlihat sedikit ragu untuk mengatakan tentang siapa yang ia maksud, tapi ia memilih untuk jujur saja kepada ibunya.

"Mm.. itu, Bu, Fea."

"Nak Fea itu? Memangnya ada hubungan apa kamu sama nak Fea?"

"Saya sayang, Bu, sama Fea. Dan tadi di sekolah ada seorang teman yang bersikap kurang ajar sama dia."

Nur mengangguk-angguk. "Oalah, jadi anak ibu ini sedang kasmaran, to."

Dory hanya tersipu mendengarnya.

"Ibu ndak keberatan, kan, kalau Dory dekat sama Fea?"

"Ibu bisa apa to, Le? Kalau anak ibu sudah jatuh cinta seperti ini, perasaan, kan, ndak bisa dilarang-larang."

"Lagi pula kamu juga sudah dewasa, ibu percaya sama kamu, Le. Kamu pasti tahu mana yang baik dan mana yang buruk dan bisa bertanggung jawab."

Dory mengangguk. "Nggih, Bu. Dory ndak akan mengecewakan ibu sama bapak. Dory akan selalu menjaga nama baik keluarga."

"Tapi kamu harus tetap mengutamakan sekolahmu, yo, Le."

"Pasti, Bu."

"Sama satu lagi pesan ibu, Le. Jangan sekali-kali kamu menyakiti hatinya Fea, ya. Ingat kalau Fea itu seorang perempuan sama seperti ibumu, dan kamu itu lahir dari rahim seorang perempuan. Eling sama ibu."

"Baik, Bu. Dory akan selalu ingat dan menjaga amanat dari ibu."

Nur tersenyum sembari mengusap puncak kepala putranya tersebut. "Yo wes, sana.. lereno, Le. Ibu juga mau rebahan sebentar sambil nunggu adzan Ashar."

***

"Dor, nanti mampir dulu, yuk, ke rumahku. Temenin aku makan, sepi di rumah. Setiap hari aku selalu makan sendirian."

"Duh, gimana, ya, Fe. Saya bukannya ndak mau, tapi terus terang saja saya masih sungkan kalau ke rumah kamu. Ndak tahu kenapa, tapi saya ndak terbiasa berada di rumah sebesar itu."

Wajahku mendadak berubah murung, membayangkan siang nanti harus makan sendirian lagi seperti biasanya, rasanya membuatku malas untuk pulang.

Sad Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang