33. Salah Paham (2)

884 43 6
                                    

Author pov

Langit begitu mendung saat Dory memacu motornya dengan perasaan risau. Masih jelas terngiang di telinganya ketika Adit mencemoohnya.

"Dibandingin sama gue, cowok ini jauuuuhhh, Fe!"

Yang dikatakan laki-laki tadi benar, saya memang ndak ada apa-apanya dibanding dengannya, batinnya sedih.

Selama ini Dory selalu bersikap tegar menghadapi nada sumbang beberapa teman terhadapnya, tapi entah mengapa jika menyangkut soal dia dan Fea, Dory menjadi rendah diri.

Menjalani hubungan dengan Fea tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Fea seperti sebuah anugerah terbesar dalam kehidupannya. Gadis itu ibarat bidadari yang sengaja dijatuhkan oleh langit untuk laki-laki biasa sepertinya. Pantas saja jika banyak yang tidak menyukai hubungan mereka. Belum lagi banyak laki-laki yang jauh lebih pantas untuk mendapatkan Fea yang silih berganti datang berusaha memisahkan mereka.

Ahh, harusnya saya lebih tahu diri, bukan memaksakan untuk terus berada di sisi Fea. Dia pantas untuk mendapatkan seseorang yang jauh lebih segala-galanya dari saya.

Tapi nyatanya saya dan Fea saling menyayangi. Apa itu salah? Haruskah perbedaan status sosial menjadi jurang bagi kami?

Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benak Dory sepanjang perjalanan pulang.

Rasanya saya ingin menumpahkan beban ini dengan air mata tapi sungguh saya malu terhadap semesta. Apa pantas seorang laki-laki menangis? gusar Dory.

Tapi pada kenyataannya, cinta yang saat ini bersemayam dalam jiwanya telah benar-benar membuatnya rapuh. Cinta yang tanpa disadari telah mengakar kuat dalam relung hatinya, melemahkan jiwa laki-lakinya.

Langit akhirnya menumpahkan derasnya hujan, seakan tidak mampu lagi membendung beban jutaan kubik air di dalamnya. Sama halnya seperti Dory, dia seakan tidak lagi peduli jati dirinya sebagai seorang laki-laki. Rasa minder dan cinta telah mampu mengambil alih logikanya, setetes air mata luruh, yang langsung tersapu oleh derasnya air hujan siang itu.

***

"Fea, tunggu!" Rena berlari kecil mengejarku saat berada di koridor sekolah.

"Gue cariin elo di kelas tadi, taunya ketemu di sini," ujarnya dengan napas sedikit tersengal setelah berhasil menyusul langkahku.

"Ada apa, Ren?" Kuhentikan langkah dan menghadapnya.

"Ini." Rena menyodorkan sekotak coklat buatan luar negeri yang dihiasi dengan pita merah, sementara aku tertegun memandangi kotak tersebut.

"Buat elo dari Adit." Mendengar itu aku melengos.

"Tolong balikin aja ke orangnya, Ren," kataku sambil beranjak meninggalkannya.

"Lho, kok gitu, sih, Fe?" Rena kembali menyusulku.

"Aku nggak mau nerima itu, Ren. Atau kalo kamu mau ambil aja buat kamu," kataku sambil terus berjalan.

"Tapi Adit ngasih ini buat elo bukan buat gue, Fe."

"Iya, tapi aku nggak mau nerima pemberian dari dia," tegasku

"Fe, Adit tuh suka sama elo sejak pertama kali ngelihat lo di party gue."

"Aku udah punya cowok."

Sad Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang