34. Rumit

843 41 10
                                    

"Fea," lirih suara yang sangat kukenal. Dan saat aku menoleh ke arah suara itu, Dory tengah menyaksikan adegan pelukanku dengan Adit dengan tatapan nanar.

Refleks aku melepaskan diri dari pelukan Adit. Aku yakin saat ini wajahku menjadi pucat pasi karena Dory menyaksikan adegan itu.

"Dory." Tanpa berkata-kata ia berbalik dan menjauh.

Sungguh aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa dengan kekacauan yang baru saja terjadi. Tubuhku masih gemetar menyadari hampir saja tertabrak sepeda motor yang melaju dengan kencangnya, andai terlambat sedetik saja Adit menarikku, entahlah.. aku nggak bisa membayangkan lagi bagaimana tubuhku terhempas ke aspal itu. Tapi aku juga bingung harus bagaimana menghadapi Dory yang sudah pasti menjadi salah paham karena menyaksikan aku berada dalam pelukan Adit.

Aku sadar sudah berhutang nyawa pada Adit, tapi bibir ini kelu rasanya untuk mengucap kata terima kasih, yang ada hanya aku menatapnya dengan rasa bingung. Serba salah rasanya. Entah harus senang atau marah dengan tindakannya menyelamatkanku, karena yang jelas kembali terjadi kesalah pahaman di antara Dory dan aku akibat perlakuannya terhadapku.

Akhirnya tanpa berkata sepatah kata pun aku berlalu dari hadapan Adit dan bergegas menyusul Dory. Sementara Adit hanya menatapku dengan pandangan hampa.

"Dor. Dory, tunggu!" Aku berhasil menyusulnya dengan mencekal pergelangan tangan Dory.

"Dengerin dulu penjelasanku, Dor. Yang kamu lihat tadi tidak seperti yang kamu pikirkan."

Dory hanya tersenyum pias. Gurat kekecewaan jelas tercetak pada raut wajahnya. "Sudah sore, Fe. Lebih baik kamu pulang duluan."

Aku menggeleng cepat. "Aku pulang bareng sama kamu."

"Motor saya belum ditambal, masih menunggu antrian."

"Nggak apa-apa, aku tunggu sampai selesai."

Namun Dory mengabaikan perkataanku, ia justru melambaikan tangan menyetop sebuah taksi yang melintas. "Jalan Ampera Raya no. 24, Pak." Lalu ia membukakan pintu belakang untukku. "Masuk, Fe."

Mulutku seakan terkunci, sungguh aku ingin berkeras menolaknya tapi tidak mampu. Netraku menatapnya dengan berkaca-kaca, sebelum akhirnya menuruti kemauannya. Dengan berat aku masuk ke taksi dan meninggalkannya dengan kesalah pahaman.

Maafin aku, Dor, getirku. Kugigit bibir bawahku hingga terasa perih. Setetes air mata jatuh membasahi pipiku.

Author pov

Dory kembali ke tempat ia menambal ban motornya. Hatinya pedih ketika bayangan Fea dan Adit berpelukan kembali melintas dalam benaknya, ia sungguh merasa terluka. Semudah itukah Fea berpelukan dengan lelaki lain, pikirnya.

Fe, kenapa kamu melakukan itu, geram Dory dalam hati. Matanya terasa hangat, buru-buru ia mengerjap agar air matanya tidak luruh.

Dory sama sekali tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya. Ia datang tepat ketika Fea berada dalam pelukan Adit. Sementara tadi sama sekali Dory tidak memberikan kesempatan untuk Fea menjelaskan kejadian yang sesungguhnya.

Haruskah saya kembali kehilangan kepercayaan sama kamu, Fe, perang batin Dory.

***

Sad Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang