Pagi ini langkahku terasa begitu ringan menyusuri koridor sekolah. Bagaimana tidak, kalo di sampingku saat ini Dory dengan erat menggenggam tanganku, menyisipkan jemarinya disela jemariku. Terbayar sudah kesedihanku beberapa hari belakangan ini dengan sikapnya pagi ini.
Kakiku terus melangkah mengimbangi langkahnya, sesekali aku mencuri pandang wajahnya dari samping, manis. Bibirku tak hentinya mengulum senyum, pertanda jika hatiku sedang benar-benar bahagia.
"Ehm.. kenapa, Fe? Dari tadi ngelihatin saya seperti itu." Tiba-tiba Dory membuka percakapan membuatku tergeragap.
"E-eh.. siapa juga yang ngelihatin kamu. Jangan ge-er, deh!" elakku untuk menutupi rasa malu karena ketahuan mencuri pandang wajahnya. Ups! Kok dia bisa tahu, sih, perasaan dari tadi pandangannya lurus ke depan, deh.
"Sudah, mengaku saja, Fe. Ndak usah malu-malu seperti itu." Kali ini Dory menatapku sambil terus berjalan.
"Apaan, sih," ujarku sambil mengalihkan pandangan ke arah lain, malu rasanya bersitatap dengannya.
Ya ampun, aku kenapa, sih? Rasanya seperti awal pertama jatuh cinta sama dia. Jantungku nggak mau berdetak secara normal gini, batinku sembari menggigit kecil bibirku.
Di saat aku merasa gelisah seperti itu, Dory justru mengeratkan genggamannya. Duuh, lama-lama bisa kena serangan jantung kalo kayak gini!
"Belajar yang rajin, ya," ucap Dory ketika kami sampai di bangkuku sebelum dia sendiri menuju ke bangkunya.
"Dor," panggilku saat dia baru beberapa langkah berjalan, dia pun menoleh ke arahku.
"Kamu juga, ya, belajar yang bener," balasku yang dibalasnya dengan senyuman. Sebuah senyum yang cukup memberiku semangat untuk menjalani hari ini.
"Ciee.. yang udah rujuk," goda Alyn sambil menyodok pinggangku dengan sikunya.
"Apaan, sih, dikata kami cerai apa pake rujuk segala! Nikah juga belum, Lyn."
"Ututtutuuu.. yang lagi kasmaran karena cintanya bersemi kembali, muka lo tuh merona kek gitu." Alyn masih terus merecoki dengan menggodaku.
"Sssttt.. berisik! Tuh Madam Iren udah masuk kelas, bisa kena semprot kita kalo ketahuan masih becanda mulu!" Aku menyebut guru Bahasa Inggris kami dengan sebutan madam saking terkenal killernya. Sontak Alyn langsung bungkam ketika menyadari Madam Iren sudah berdiri tegak di depan kelas dengan tatapan tajamnya.
Jam istirahat tiba juga setelah dua jam berlangsung dengan tegang karena si Madam yang senewen karena ada beberapa teman yang tidak mengerjakan tugas, akibatnya beliau terus uring-uringan sepanjang jam pelajaran. Fiuuhhh.. lega rasanya begitu mendengar bel tanda istirahat berdering nyaring.
"Fe, saya mau ke perpustakaan, kamu mau ikut?" Dory sudah berdiri di samping bangkuku.
"Ikuttt," jawabku dengan segera.
Lagi-lagi digenggamnya tanganku dengan erat sepanjang perjalanan menuju perpustakaan. Dia sama sekali tidak membuka suara, tatapannya lurus aja ke depan, tapi genggaman tangannya begitu mengalirkan kehangatan ke seisi hatiku.
"Nyari buku apa, sih, Dor?" tanyaku saat kami menyusuri sepanjang rak display buku-buku di perpustakaan. Netra Dory begitu fokus membaca deretan judul buku yang tertata rapi di sana.
"Saya lagi nyari buku soal latihan ujian, Fe," jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari rak di hadapannya.
"Ooh." Aku hanya bisa ber-oh ria. Iya, nggak kerasa waktu ujian nasional akan segera tiba, tinggal beberapa bulan aja, batinku. Rasa gelisah tiba-tiba mengusikku, mengingat begitu ujian berakhir, aku dihadapkan pada ultimatum Papa; kuliah di London. Mendadak aku terdiam, resah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Boy ✔
Teen FictionDory Saputro--cowok super kalem yang aku kenal di bangku SMA Angkasa. Ia murid baru pindahan dari kota Solo. Entah mengapa sosoknya yang berbeda dari kebanyakan cowok yang pernah dekat denganku justru mengusik hatiku untuk mengenalnya lebih jauh. Do...