"Kookie, hyung janji akan selalu bersama denganmu. Hyung akan bawa Kookie kemana pun Kookie mau, suatu saat nanti hyung akan bawa Kookie sampai ke ujung dunia. Hyung akan belikan semua makanan yang Kookie mau. Hyung janji. Kau tahu kan, hyung tak akan pernah berbohong padamu?"
Saat itu Jungkook yang polos hanya tersenyum bahagia, memeluk Taehyung erat, memercayai segala janji yang keluar dari bibir nya. Jungkook tak pernah sekalipun meragukan kakak nya. Tak pernah. Kendati dirinya sama sekali tak menganggap semua janji itu penting kecuali satu, hyung akan selalu bersama denganmu.
Dengan naïf nya ia hanya menjawab, "Aku percaya pada hyung. Tak apa tak ke ujung dunia, tak apa tak banyak makan enak. Yang penting ada hyung, Kookie sudah sangat senang. Terimakasih hyung, sudah selalu bersama dengan Kookie. Hyung harus berjanji untuk tak akan pernah meninggalkan Kookie disini sendiri. Kookie dan Tae-tae hyung selamanya."
Jungkook tersenyum getir, marah saat lagi-lagi dirinya terjebak pada percakapan memuakkan yang terjadi bertahun-tahun lalu. Jika ia bisa, ia ingin menghapus segala hal tentang Taehyung dalam memori nya. Baginya Taehyung sudah mati. Seperti ibu dan ayah yang meninggalkan Jungkook di panti asuhan, begitu pula dengan Taehyung. Semua nya sama saja, Jungkook benci mereka semua.
"Hya! Pagi-pagi begini jangan melamun!" teriak seseorang sambil membawa cangkir berisi kopi pahit, favorite Jungkook. Siapa sangka, ia yang dulu tak bisa hidup tanpa segelas susu kini menjadi pecinta kopi pahit. Mungkin karena manis nya susu tidak cocok untuk hidup nya yang menyedihkan, ia membutuhkan kopi, untuk membuktikan bahwa ada hal yang sepahit hidupnya.
"Terimakasih," ujar nya sambil menerima kopi pahit yang di sodorkan temannya.
Hoseok mengangguk. "Bagaimana dengan jadwal mu hari ini?"
Jungkook berpikir sejenak. "Jam 6 aku akan mengantar dulu koran dan menyebar brosur milik toko makeup. Jam 9 aku ke mini mart, jam 1 aku harus membantu kedai Bibi Ahn dan jam 3 aku akan ke resto."
Hoseok terbahak. "Kau menyebar brosur makeup? Jjinja?" Tanya nya tak percaya, Jungkook si bocah manly akan menyebar brosur makeup pada wanita-wanita cantik? Yang benar saja!
"Yak, jangan tertawa!" Jungkook memukul kepala Hoseok karena tak terima dengan ejekannya. "Kenapa tidak, aku akan mendapat bayarannya ini." Jungkook mendelik sebal. "Lalu bagaimana dengan jadwal mu?" ketus nya.
"Jadwal ku tak sebanyak milik mu. Aku hanya akan ke toko sampai jam 12 lalu ingin menemui teman ku."
"Teman?"
Hoseok mengangguk. "Temanku yang bekerja di proyek bangunan itu."
"Kau mau ikut bekerja disana? Terlalu membahayakan."
Hoseok mengedikkan bahu nya. "Aku juga tak tahu, lokasi nya sih di Gangnam. Ia hanya baru memberitahu ku, tapi katanya bayarannya lumayan besar. Ya aku akan menemui nya dan meminta informasi lebih lanjut. Tapi aku akan ikut, tenang saja aku bisa menjaga diriku dengan baik. Kau mau ikut?"
Jungkook menyeruput sedikit kopi panas nya. "Aku sedang menyesuaikan jadwal ku. Akhir tahun restoran pasti penuh sekali. Aku tidak tahu akan diberi izin atau tidak," keluh nya.
Hoseok mengusap dagu nya. "Bayarannya cukup besar, sayang sekali jika tidak di ambil. Ini benar-benar karena kau yang tidak tahu akan diberi izin atau tidak oleh restoran mu kan? Bukan karena trauma?"
Seketika Jungkook terbahak keras. "Trauma? Tidak mungkin, aku tak diizinkan untuk menjadi selemah itu, Jung. Punggung ku sudah baik-baik saja, kau tak perlu khawatir," Jungkook menggerakkan tubuh nya untuk membuat Hoseok percaya, masalah kesehatan Hoseok memang paling tak bisa di kelabui.

KAMU SEDANG MEMBACA
Past
FanfictionAku masih mencari, adikku yang telah lama hilang, masa lalu yang masih terasa hangat. Disini terlalu tinggi, aku takut ia tak bisa menatap mata ku. Seperti apa aku dalam pikirannya? Apakah ia masih akan menatapku dengan sorot mata itu? Aku terlalu t...