POV Ayumi
________"Ya terserah gue. Perasaan gue gini-gini aja dari dulu" jawabku ketus.
"Ya gue sih berharapnya lo bakalan berubah sedikitnya." Katanya sambil tersenyum. Aku hanya diam. Aku menyibukkan diri memilih tumpukan daging sapi yang ada di hadapanku.
"Bodo amat." Gumamku.
"Sini aku bantu pilihin." Sambil membolak bail kemasan daging.
"Gak usah repot-repot" kataku sambil mengambil bunkusan dari tangannya. Secepat kilat, aku sudah pergi meninggalkannya.
"Ngapain juga coba ketemu lagi sama dia. Udah hampir lupa juga. " Pikirku kesal. Aku menghampiri kasir. Ingin rasanya aku pergi cepat dari sini. Sesekali ku lirik Biyan yang masih sibuk dengan belanjaannya.
" Ini kembaliannya mbak." Dengan sigap aku mengambilnya dari tangan kasir itu.
" Huah.. akhirnya aku bisa pergi dari sini." Kupercepat langkah ku menuju Apartemen yang tidak jauh lagi. Sampai di pintu. Hendak membuka pintu.
"Loh, lo juga tinggal di sini? " Sapanya. Aku berbalik. Jantungku berdetak kuat.
"Lo ngapain disini? Mau ngikutin gue? " Tanyaku balik.
"Eh maaf gue lupa bilang ke lo. Gue baru pindah kesini semalam. Gue mau nyapa cuman gak sempat."
"Mimpi apa gue. Biyan pindah kesini? Jadi kita tetanggan dong? Aku harus gimana?" Pertanyaan setiap pertanyaan berhamburan di otakku.
"Eh kok bengong, harusnya disambut dong. Gue kan baru pindah."
"Eh.. selamat atas kepindahannya. Gue masuk dulu." Tak tahu apa yang harus kuperbuat. Memutar kunci. Ada yang menahan tanganku.
"Apaan sih!" Cepat ku tepis tangannya.
"Yuk makan malam. Hitung-hitung sebagai pesta kepindahan gue ke sini."
"Gue udah kenyang. Lu makan sendiri aja."
Saat gue berbalik,
"Krrrrr.....kruukkk..."
"Aduh kok sekarang sih" gumamku kesal. Aku diam. Aku merasa mukaku terasa panas hingga ke telinga.
"Nah itu bunyi. Ayolah, hanya makan saja? " Katanya lagi.
"Baiklah, setelah makan aku akan pulang." Kataku dengan wajah memerah karena malu.
Aku mengikutinya dari belakang. Ia mempersiapkan semuanya. Aku hanya disuruh duduk lalu ia yang akan memasak. Aku melihatnya dari kejauhan. Kulihat tangan kekarnya itu piawai memotong bawang hingga sayuran. Aku menopang kepalaku dengan kedua tangan sambil melihatnya.
"Biyan? Banyak berubah ya lo sekarang. Gak nyangka lo bakalan begini. Kacamata tebal lo kemana? Masih baca buku tebal lagi gak?" Gumamku.
" Yumi, lo liatin gue? Jangan gitu dong gue kan grogi." Katanya sambil membolak-balikkan daging yang sedang dipanggangnya.
" Nggak kok. Lo aja yang ge-er."
" Udah cepetan gue udah laper nih."
" Ya sabar dong. Lo mah enak tinggal makan. Lah gue?"
" Siapa suruh ngajak gue, masa yang diundang yang masak?" Tanya ku balik. Aku kesal.
" Udah- udah. Nih makan, mumpung masih anget." Sambil menyodorkan makanan yang dibuatnya itu.
" Ini dagingnya." Lanjutnya lagi. Aku melahap makanan itu.
" Enak. Ini lebih enak dari buatan ku." Gumamku.
" Gimana? "
" Biasa aja." Jawabku ketus. Aku melanjutkan makan. Entah mengapa aku mulai merasa akrab dan nyaman di dekatnya. Aku merasa bersalah tentang apa yang telah aku perbuat pada masa itu.
" Em... Biyan. Maafin gue."
" Maaf kenapa?"
" Eh gak jadi. Sini piringnya gue yang cuci sebagai tanda terima kasih." Aku berfikir ini belum waktu yang tepat.
" Gak usah biar gue aja." Perkataan nya tak ku dengarkan. Dengan cepat aku membereskannya dengan niat hati jika sudah selesai maka bisa pulang kerumah. Entah mengapa aku sudah rindu dengan kasur ku.
" Biyan gue pulang dulu. Makasih makanannya." Kataku sambil membuka pintu dan keluar dari apartemennya. Ia tersenyum.
" Klik.." aku membuka pintu, berjalan lalu menghempaskan badan kecilku ke atas tumpukan kapuk. Ada apa denganku. Biyan telah berhasil menghantui pikiranku. Aku memutuskan untuk mandi. Mana tau bisa melupakan Biyan. Sepertinya mustahil. Hingga aku beranjak untuk tidur, aku selalu teringat kembali dengan wajah tampan itu. Aku tak habis fikir kalau itu Biyan. Muka tampan nan teduh itu berkeliaran didalam otakku sekarang.
" Argh... Tidurlah Yumi. Ngapain mikirin si Biyan." Geramku.
***
"Kriiiing...." Alarm ku berbunyi yang sudah beberapa kalinya. Aku masih teperangkap dalam selimut hangatku. Semenit kemudian kupixcingkan mata, kulirik jam. Pukul 6. Tak perlu waktu lama aku bergegas bersiap-siap.
" Belum sarapan lagi." Kataku panik. Segera kupakai sepatu. Buka pintu. Kau tahu betapa terkejutnya aku.
" Selamat pagi Yumi. Ayo berangkat. Aku sudah lama menunggumu. " Aku menatapnya.
" Jangan bengong." Ditariknya tanganku menuju halte bus terdekat. Aku hanya diam dan mengikuti arahnya dari belakang. Aku duduk di sampingnya.
" Ini makan. Lo belum sempat sarapan kan?" Menyodorkan sepotong roti.
" Nggak usah. Gue makan di kantin aja nanti." Tolakku.
" Makan aja, ini gue yang buatin. Tenang gak bakalan ada racun kok." Meresa tak enak hati, aku menerima nya.
" Nah gitu dong." Aku hanya tersenyum sambil melahap roti itu.
***
Aku sibuk dengan layar komputer ku. Ketik sana, print sini, antar sana duduk lagi, ketik lagi. Begitulah aku, sampai lupa waktu istirahat.
" Woy Yumi. Udah istirahat loh. Gue mau kekantin lo ikut gak?" Tanya Meka.
" Duluan aja, gue bentar lagi nyusul."
" Gue duluan, lo jangan lupa makan."
" Siiip.." kataku.
***
Meka. Teman ku dikantor. Mungkin temanku satu-satunya. Aku tak sempat berhubungan dengan orang lain. Aku sibuk dengan pekerjaanku. Aku bertemu dengan Meka dengan tidak sengaja di lift. Aku sedang membawa banyak berkas meeting hari ini.
" Boleh dibantu? " Katanya
" Eh.. gak usah mbak, saya bisa sendiri. Dia tersenyum. Saat keluar aku tak sengaja tersandung dan kertas bertaburan dimana-mana. Bergegas ku kutip kertas-kertas itu. Aku melihat ada yang membantuku.
" Eh.. gak usah, saya bisa sendiri."
" Udah sini saya bantuin, gak papa" katanya sambil tersenyum. Aku membalas senyumannya, lalu bergegas membereskannya.
" Makasih ya mbak."
" Eh gak usah panggil mbak, panggil aja Meka."
" Eh iya Meka, saya Ayumi."
Ia sering mengajak ku ke kantin, mengobrol atau sebagainnya. Dari situlah aku semakin akrab dengan nya.
***
Aku merenggangkan otot-ototku yang sudah tegang selama 5 jam bekerja. Aku mematikan komputer, merapikan meja kerjaku dan bergegas pulang. Badanku penat sekali rasanya. Mau makan saja malas. Aku berencana ingin membeli makanan di supermarket saja.
" Yumi tunggu aku." Langkahku terhenti. Ini suara yang ku kenal.
" Jalan lo cepet banget." Katanya. Napasnya tersengal-sengal.
" Siapa suruh lo lari-lari." Jawabku ketus.
" Ehehe."
" Apartemen kita kan arahnya sama. Apa salahnya kalau kita pulang bareng."
" Ya gak papa sih. Gue mah bodo amat " Kataku sambil mempercepat langkahku.
" Ada warung bakso baru buka disekitar sini. Lo suka bakso kan?"
" Kok lo tau?"
" Udah itu gak penting" dengan cepat ditariknya tanganku. Aku hanya pasrah. Aku tak memiliki kekuatan untuk melawannya sekarang.
Aku sudah duduk di warung itu. Aroma kaldu kuah bakso sudah menjalar hingga ke hidungku. Aku sangat suka bakso. Hanya dengan melihatnya saja mood ku sudah bertambah, apalagi memakannya. Pesanan kami datang. Tak perlu waktu lama ku raih kecap, saos dan cabe yang ada di meja. Biyan menatap ku. Tak ku hiraukan aku tengah sibuk dengan baksoku.
" Emang ya lo suka bakso, kalau gue gimana? lo suka gak?" Katanya santai. Aku tersedak. Dengan cepat ia mengambil air minum untukku.
" santai dong makannya." Sambil tertawa. Ku pukul bahu kekarnya itu.
" Apa lo bilang barusan?" Kataku sambil mengusap hidungku yang perih akibat tersedak tadi dengan tissue.
" Udah lupain aja, noh lanjutin makannya. Ntar keburu dingin." Aku melanjutkan makan. Tapi kepalaku tak berhenti untuk berfikir tentang yang barusan dikatakannya tadi.
" Dia masih suka gue? Masa iya? Harusnya dia sakit hati ke gue, karna gue nolak dia dan gue mempermalukan dia dulu" fikirku. Tak terasa bakso satu mangkuk sudah habis ku lahap. Ketika aku hendak membayar.
" Udah gue aja" sambil menyodorkan uang ke si penjual.
" Gue punya duit kok."
" Yaudah, habis ini lo traktir gue es krim gimana? "
" Lo gila ya? Malam-malam gini makan es krim? "
" Apa salahnya? Pokoknya lo harus traktir gue es krim." Tak ingin berdebat lama, aku hanya mengangguk. Kami singgah di supermarket dan menuju kotak yang dipenuhi oleh berbagai macam es krim.
" Lo mau yang mana? " Tanya ku.
" Terserah " sambil menatap semua es krim.
" Lah..ini anak, kan lu yang mau es krim, gimana sih?"
" Aku bakalan mau yang kamu pilihin aja." Aku mengambil satu es krim rasa coklat.
" Ini."
" Lo enggak?" Tanya nya.
" Gue enggak." Jawabku datar.
" Ayolah Yumi. Masa gue aja yang makan." Karena kesal aku mengambil rasa yang sama tetapi ukuran yang lebih kecil. Sebenarnya aku tak kuat makan es krim apalagi malam-malam begini.
" Nih anak dari tadi makan aja. Apa gak kenyang?" Tanyaku sambil membuka bungkusan es tadi. Dia hanya diam sambil menikmati es krimnya.
Saat hendak tidur tengorokan dan kepalaku terasa sakit. Aku melangkah gontai mengambil termometer. Yang benar saja, suhu tubuhku sudah mencapai 38 derjat. Sudah kupastikan aku terkena demam.
" Ini semua salah mu Biyan" gerutuku. Aku tak kuat kemana-mana. Aku hanya berbaring di tempat tidurku saja. Pada saat-saat ini aku jadi merindukan Ibuku. Apalagi dengan bubur ayam buatannya. Aku takut menelefonnya. Nanti ia akan mengkhawatirkanku. Meka sudah ku telepon tadi pagi bahwa aku cuti dulu selama beberapa hari.
Ada yang mengetuk. Aku abaikan, karena pusing aku malas duduk. Tapi ini yang sudah ketukan ke berapa kali. Aku berusaha bangkit, dan kubuka pintu. Oh, si Biyan. Aku menatapnya.
"Mau apa lo?" Kataku.
" Lo kenapa Mi? Demam?"
" Ini semua gara-gara lu"
" Lo gak bilang sih gak kuat makan es krim?"
" Udah lah Biyan, mending lo berangkat kerja, udah jam berapa seka..? " Tak sempat melanjutkan kata-kata aku ambruk.
_______
Bersambung..
Selamat membaca :)
Ditunggu vote dan comment nya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
What A Love?
RomanceAyumi, gadis 23 tahun. Seorang karyawan disebuah perusahaan yang tak pernah mengalami sebuah kisah percintaan. Ia memilih untuk bekerja dari pada memiliki pacar. Ia menganggap itu semua akan menghambat perjalanan karir nya. Namun semua perlahan beru...