Part 13

26 20 0
                                    

POV Author
____________

Ayumi berlalu meninggalkan mereka.

" Gimana keadaan lo? " Biyan membuka kembali obrolan.

" Udah agak mendingan sih. Kan gak kelihatan pucat lagi kan? "

" Syukurlah. Gimana hasil Check out lo yang terakhir? Gue heran, kok akhir-akhir ini lo gak ngelapor ke gue. Gue khawatir. Mana nomor lo gak bisa dihubungi lagi."

" Ehehe...Maaf Yan. Handphone gue rusak. Belum sempet beli yang baru. Tapi tenang besok kalu gue udah beli gue telpon lo. Nomor masih yang kemaren kan? " Sambil tertawa ramah.

" Iya masih yang itu." Sambil melirik sekitar. Ya tentu saja mencari keberadaan Yumi.

" Kemana nih anak? Lama banget." Batin Biyan.

" Nyari siapa sih Yan? Bukan fokus ke gue. Apa gak kangen lo sama gue? " Menepuk pipi Biyan lembut.

" Eh... Gak papa. Kapan berangkat lagi ke Amerika? "

" Gue gak kesana lagi. Gue capek bolak-balik terus. Dan gue ngerasa pengobatannya gak berpengaruh ke gue." Wanita itu ngomong panjang kali lebar, Biyan malah sibuk tengok sana-sini.

" Biyan!!. Gue lagi ngomong."

" Iyaa.. gue dengerin kok." Kilah Biyan. Wanita itu melengos kesal.

" Biyan. Gue ada mau ngomong sesuatu."

" Apaan? "

Wanita itu mendekati Biyan.

" Lo dokter di rumah sakit terkenal di kota ini kan? "

" Iya."

" Papa gue ngerekomendasiin lo jadi dokter pribadi gue."

" Whaattt!!!!.." sontak biyan terkejut. Refleks menutup mulutnya.

" Lo percaya sama gue? "

" Percaya dong. Lo juga lulusan terbaik dari univ yang terbaik juga di kota ini. Lucu dong lo gak bisa nanganin gue dengan baik."

" Gue juga bukan dokter senior. Gue kerja disitu belum sampai setahun Hanna!."

POV Biyan
___________

Namanya Hanna. Gadis cantik dari keluarga konglomerat di kota ini. Namun begitu, ia tidak pernah menyombongkan harta keluarganya.

Aku sudah mengenalnya sejak kecil. Rumahku dulu berdekatan dengan rumahnya. Aku tak menyangka gadis baik dan ceria sepertinya mengidap penyakit serius. Ya, penyakit jantung. Masih ingat di benakku ketika kami sedang asyik bermain, tiba-tiba ia jatuh terkulai lemas. Tentu saja aku panik. Aku menggendongnya pulang. Air mataku tak berhenti mengalir.

Sampai di rumahnya pun aku tak kuat berkata-kata. Mamanya Hanna, Tante Resa berusaha menenangkan ku. Papanya Hanna, Om Andre juga. Ku tatap wajahnya yang sendu itu. Aku tahu ia juga merasakan hal yang sama dengan ku.

Ku tatap Hanna kecil yang sudah di lilit oleh berbagai macam kabel. Ruangan kamarnya dipenuhi suara alat yang tak ku tahu apa namanya pada saat itu.

Dokter keluar dari kamarnya. Papa dan Mamanya Hanna beranjak menghampiri Dokter itu. Tangisan Tante Resa pecah. Om Andre hanya terdiam dan berusaha tegar menerima semuanya. Ya, hari itu Hanna Didiagnosa mengidap penyakit jantung.

Pada saat kejadian itu aku sudah jarang bertemu dengan nya. Aku hanya sesekali berkunjung jika ia sedang dirawat di rumah.

Dan sekarang aku tak percaya ia sudah berdiri dihadapanku. Keadaan nya pun sudah membaik dari yang terakhir kali ku lihat yaitu 10 tahun yang lalu.

What A Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang