Part 14

26 20 0
                                    

POV Biyan
_________

Hanna mengeratkan genggamannya. Entah mengapa aku merasa jadi tak enak. Aku merasa dari belakang ada juga yang sedang menatap kearahku. Aku sudah tau siapa. Yumi, ya Ayumi. Siapa lagi kalau bukan dia. Aku menarik dasiku.

" Lah kok malah ditarik. Sini gue benerin."

" Gak usah Han. Gue gerah." Elakku. Namun Hanna tak menggubris ku. Ia sibu merapikan dasiku. Aku hanya pasrah. Kulirik ke arah Ayumi yang sedang menatap kami tajam.

Aku tahu ia tidak suka dengan keberadaan  Hanna. Hanna pun begitu. Biasanya mereka selalu ramah dan mudah bergaul dengan orang lain. Namun, kali ini berbeda.

Aku menatap Ayumi. Dengan cepat ia membuang muka. Aku tahu ia menyadari kalau aku menatapnya dari tadi.

" Beres. Kalau gini kan rapi." Sambil menepuk-nepuk jas yang tak berdebu milikku.

" Ehehe makasih." Balasku singkat.

Aku mengambil makanan, tak lupa dengan buah salak titipan Ayumi. Aku menghampiri Ayumi. Tentu saja Hanna masih berada disini.

" Nih salak nya. " Menyodorkannya ke Yumi.

" Makasih."

POV Ayumi
_____________

Aku menerima salak yang aku titip tadi. Hanna menatapku sinis.

" Nih anak, salah gue apa coba. Hampir 2 jam kita ketemu gue baik sama dia. Apa gue ada salah ngomong?" Batin ku.

Aku membuka kulit salak. Tanpa sadar kulit nya melukai jari jempolku.

" Makanya hati-hati. bukanya sambil bengong sih." Sambil meraih tanganku, lalu duduk disebelahku.

" Halah, dikit kok. Perih sih cuman bentar doang. " Kutarik tanganku lalu mengibas-ngibaskannya pelan.

" Padahal perih banget >_< mana darahnya banyak lagi. Padahal kulit salak. Kok bisa tajam gini." Rutukku.

" Udah ayo ikut gue. Di mobil ada kotak P3K. " Menariku berdiri.

" Udah lah, lo makan aja. Gak sakit kok percaya deh."

" Gimana gue mau percaya. Liat, mata lo aja ber air gitu. Gue tau pasti perih kan? "

" e-enggak kok. Gue tadi habis makan nih salak. Asem banget." Sambil memicingkan kan mata.

" Udah banyak alesan lo." Sambil menarik tanganku. Apa boleh buat ia sudah menarikku begini.

Aku berjalan mengikutinya dari belakang. Tangan kananku masih ada digenggamannya. Aku menatapnya dari belakang. Genggaman nya yang hangat menjalar ke pipiku.

Sampai dimobil. Ia mencarikanku tempat duduk.

" Lo tunggu disini gue ambil ke mobil."

" Eh.. iya."

" Kok perhatian banget? Gue jadi malu gini. Mana muka gue anget dari tadi. Ambyar juga gue lama-lama. "

Pukkk....

" Bengong mulu. Sini mana tangan nya yang sakit. " Duduk disampingku.

Malu-malu aku mengulurkan tangan. Ia merawat lukaku dengan baik. Aku menatapnya. Pipiku kembali memanas.
" Jantung.... Detak nya jangan kenceng gini dong. Gue bisa mati kalau gini. Suasana nya adem banget lagi. Sejuk,,, tenang banget jiwa gue. Apa lagi gak ada Hanna. Wuihh makin adeeem.. ehh.... "

Kulihat ia tengah sibuk mebersihkan, mengoleskan obat merah hingga memakaikan Plaster luka warna hitam di jari jempolku.

" Beres. Makanya kalau lagi buka buah apalagi buah salak yang kulitnya tajem itu konsentrasi, ini malah bengong."

What A Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang