43.

251 22 0
                                    

Helllo readers, yeeee gak nyangka bentar lagi book ini tamat sayang💜😭
Aaaaaa gua lupa harusnya ini update malam jumat😁 tapi gpp lah semiga ngfeel ya😵😆

Tangan pucat itu menggerakkan sedikit jemari nya, mata nya sedikit terbuka namun ia kembali menutup matanya.

Di balik masker oksigen itu bibir pucatnya tersenyum.

**

Wiwi sedang termenung di balik sebuah pintu ruang ICU, ia berniat melihat seseorang yang berada di sana namun ia sedikit ragu.

Akhirnya ia meyakinkan dirinya dan melangkah ke ruang steril yang tak jauh dari ruang itu, untuk mengganti pakaian yang di khusus kan.

Langkahnya teramat pelan saat memasuki ruangan itu.

Ia tiba di samping pasien yang sedang terbaring di ranjang nya, wiwi tersenyum sinis dan menatap lekat wajah itu.

"Bagaimana? apa rasanya sakit? bahkan ini belum cukup untuk membayar semuanya" ucap wiwi tajam lalu duduk di samping pasien itu.

Ia menatap tajam luna yang terbaring lemah, wiwi mengangkat sebelah tangannya menuju infus yang tergantung di tiang itu.

Ia menghentikan aliran infus itu, lalu tersenyum senang saat tiba-tiba suara pendeteksi jantung itu melambat.

"Bersiaplah untuk mati, ini tidak akan sakit" ucap wiwi pelan tepat di sebelah telinga luna.

Brakk

Wiwi tersentak kaget saat jendela di ruangan itu terbuka karena angin yang berhembus.

Suasana ini, wiwi melirik ke jendela itu lalu ke arah luna yang masih terbaring.

"Ck" wiwi berdecih pelan, saat akan pergi tangannya di cekal oleh tangan pucat luna.

Ia tersentak kaget dan melihat takut tangan yang melingkar di tangannya, sangat pucat dan dingin, lalu perlahan matanya naik ke atas melihat wajah luna yang masih tenang dengan mata tertutup.

Ia mencoba melepas tangan itu namun sia-sia, tangan nya sulit untuk di lepaskan, "ck sialan" ucap wiwi dengan tetap menyingkirkan tangan itu.

Lalu tanpa wiwi sadari wajah luna perlahan bergerak dengan pelan kearahnya, matanya terbuka pelan.

"Apa kabar?" ucapnya lirih.
Wiwi yang mendengar itu pun diam membeku, keringat dingin mulai membasahi baju yang ia gunakan.

Wiwi pun melihat kearah luna, Luna menatap nya kosong, dengan bola mata yang hitam pekat tanpa kehidupan.

Seketika suasana malam itu kembali menghampiri wiwi, ia takut.

**

Riki baru saja akan melihat luna namun penjaga bilang masih ada seseorang yang berada di ruangan luna.

"Siapa yang jenguk luna?" ucap riki pelan, ia pun duduk di kursi tunggu.

Ia melihat jam yang melingkar di tangan nya, menunjukkan pukul 10:15
itu artinya 15 menit lagi waktu kunjungan habis dan tidak boleh ada yang berkunjung lagi.

Riki pun menghela nafas pelan.

**

"Lepas brengsek" ucap wiwi kesal.
Luna masih menatap lekat wiwi tanpa berpaling ataupun berkedip.

Wiwi mencoba melawan rasa takutnya, degub jantungnya seolah membuatnya semakin merasa sesak di dadanya.

Ia takut,kalut dan panik.

Dengan satu tarikan akhirnya tangan itu terlepas dari tangannya, ia bernafas lega dan berbalik untuk pergi.

"Kakak rindu kamu" ucapnya pelan.
Wiwi menghentikan langkahnya, ia sangat kenal dengan suara itu, wiwi pun menggeleng kan kepalanya dan pergi berlalu.

Luna kembali menutup matanya.

**

Riki sedikit kaget saat seseorang menutup pintu ruangan itu dengan keras.

"Lo mau apa?" ucap riki tajam.
Wiwi menatap tajam riki dan pergi berlalu, namun riki lebih cepat mencekal tangannya dan mendorongnya ke dinding.

"Gue bilang lo mau apa di dalam sana hah?" ucap riki emosi.

"Apa peduli lo hah?" ucap wiwi lalu mendorong riki dan pergi.

Riki pun segera masuk ke ruangan luna setelah memakai pakaian khusus.

Niiiiiiitt

Riki tersentak kaget saat alat pendeteksi jantung itu hanya menampilkan garis horizontal, riki pun segera menekan tombol bantuan dan tak lama dokter dan beberapa perawat datang tergesa-gesa.

Riki pergi setelah salah satu perawat itu menyuruhnya untuk keluar.

Tubuh nya tak sanggup lagi menopang berat badannya sendiri, ia pun terjatuh dengan memeluk lututnya dan menumpukan wajahnya.

"Lo kenapa?" ucap fihan menggoyang kan bahu riki.

"Lu-luna" ucap riki lirih.

Mereka yang ada di sana pun kaget lalu tiba-tiba air mata mereka datang tanpa terasa.

°flashback on°

Setelah mendengarkan cerita luna esa dan sivia pun menenangkan kembali aisya.

"Gue takut sa, hiks..." ucap aisya pelan.

"Semuanya baik-baik aja sya, lo harus tenang" ucap esa dan mengelus punggung aisya pelan.

"Iya bener kata esa, lagipula lo itu di tekan sama adik wina itu, ini bukan kesalahan lo" ucap sivia.

"Tapi, hiks..." lirih aisya

"Yang jelas ini bukan salah lo sya, lo baik, dan taruhan itu lo lakuin supaya si brengsek itu gak gangguin wina lagi, dia yang salah dan harus bayar kesalahannya itu" ucap esa kesal.

"Iya, kita harus laporin ini ke polisi" ucap sivia ikut kesal.

Aisya hanya mengangguk.

"Oke, sekarang ayo siap-siap, kita jenguk luna" ucap esa pelan.

"Gpp kok sya, lo juga harus liat keadaan dia, dia pasti senang kalo liat semua sahabatnya ada di samping dia" ucap sivia menyemangati.

Akhirnya mereka pun pergi menjenguk luna di rumah sakit.

°flashback off°

"Gak mungkin, hiks..." ucap aisya lirih

"Tenang sya" ucap esa mengelus pelan pundak aisya.

Tak lama dokter dan beberapa perawat keluar dari sana.

"Dok gimana keadaannya?" ucap riki terburu-buru.

Dokter itu melepas maskernya, "dia baik, hanya saja untuk beberapa saat ini tidak boleh ada yang masuk melihatnya dulu, ini demi kebaikan pasien" ucap dokter itu lalu pergi.

Mereka yang ada disana pun bernafas lega.

~~~~~

To be continuous💜

DEPRESI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang