(Part 5) Menari Di Hari Pernikahan

3.4K 143 3
                                    

GANGGUAN ITU SEMAKIN MEMBUAT IBENG MERINDING

Langit mulai gelap, akupun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badanku. Pakaianku yang sedikit basah karena hujan diperjalanan tadi aku jemur di motorku. Perlengkapan pribadiku sudah aku masukkan semua kedalam rumah. Sedangkan Adit sepertinya sudah pulang kerumahnya untuk bersih-bersih juga.

Meski saat ini memang musim panas, tapi udara yang aku rasakan disini cukup dingin. Air di kamar mandi-pun terasa sangat sejuk dan segar di badan.
Ditengah asyiknya mandi tiba-tiba terdengar kumandang adzan maghrib.
"Ah gue harus buru-buru nih, biar cepet solat abis itu langsung makan lagi" gumamku sambil nyengir sendiri.

Tiba-tiba dari luar kamar mandi ada suara orang mengetuk pintu kamar mandi yang aku tempati.
"Siapa?" tanyaku.
"A Ibeng" terdengar ada suara wanita memanggil namaku tapi aku tidak tahu itu suara siapa sedangkan aku masih bertelanjang bulat dan tidak mungkin membuka pintu. Apalagi di luar ada wanita.
"Bentar, bentar lagi ibeng selesai mandinya ya, kalo bawa makan taro aja dulu di meja" sahutku cepat sambil buru-buru menyelesaikan mandi ku. Pikirku paling itu orang yang disuruh Ratih mengantarkan makanan untukku.

Setelah selesai mandi, akupun langsung bergegas keluar dengan badan yang hanya tertutup oleh handuk.
Aku lihat diluar kamar mandi ternyata tidak ada siapapun. Akupun berjalan menuju ruang tamu dengan harapan di meja tamu sudah tersedia makanan atau sekedar cemilan yang bisa langsung aku makan.

Sesampainya di ruang tamu ternyata nihil. Mejanya masih kosong seperti sebelum aku mandi. Yah, apes sudah harapan ingin segera memakan makanan kecil.

Akupun akhirnya langsung menuju kamar untuk memakai baju dan menunaikan sholat maghrib. Setelah berpakaian rapih dan siap untuk sholat tiba-tiba saja aku jadi lupa arah kiblat karena ini memang rumah yang baru untuk aku tempati.
"Padahal sarung udah dipake, sejadah udah digelar, tapi gue belum tau kiblatnya kemana, hehe" celotehku dalam hati sambil sedikit tersenyum menertawakan diri sendiri.

Akupun keluar kamar sejenak untuk melihat rumah Ratih dari jendela sambil mengingat-ingat arah kiblat yang biasanya aku pakai kalau aku sholat di rumah Ratih. Setelah akhirnya aku ingat, akupun kembali ke kamar.

Aku terkaget tiba-tiba karena melihat sejadahku sudah tergelar dan menghadap tepat ke arah yang aku baru saja ingat. Aku bahkan sempat terhenti di pintu kamar sambil melirik ke sekeliling kamar hingga kolong kasur untuk memastikan bahwa didalam kamar memang tidak ada siapa-siapa. Sambil istighfar aku berusaha menenangkan diri dan berjalan perlahan menuju sejadah untuk langsung melaksanakan sholat.

Setelah semuanya dirasa aman dan perasaanku mulai perlahan tenang, akupun mulai membaca niat sholat maghrib. Ketika kedua tanganku diangkat untuk melakukan takbir, tiba-tiba saja pintu kamar yang tadi aku biarkan terbuka seperti terdorong tertutup dengan kerasnya.

"Duuaakk" suara benturannya cukup keras dan membuat aku cukup merinding. Dengan berusaha sekuat hati aku kembali menenangkan diri dan melanjutkan sholatku hingga selesai.

Setelah selesai sholat, aku mulai merasa lebih tenang dan ketakutanku yang tadi agak berkurang. Tak hentinya aku mengucap istighfar sampai akhirnya terdengar suara ketukan pintu depan dan suara Ratih sepertinya memanggilku.

"Beng" teriaknya.
"Iya bentar Tih" jawabku sambil buru-buru bergegas menuju pintu depan.

Aku membuka pintu dan terlihat Ratih berdiri seorang diri sambil membawa 1 rantang makanan berisi nasi lengkap dengan ayam bakar dan lalapannya.

"Nah ini nih yang gue tunggu-tunggu, ayo buruan masuk Tih" sahutku sambil mengambil langsung rantang yang dibawa oleh Ratih.

Kami duduk berdua diruang tamu. Aku mulai menuang makanan untuk diriku sendiri saja. Katanya Ratih sudah makan tadi sebelum mengantarkanku makanan.

"Calonlu kemana Tih?" tanyaku membuka obrolan diantara kita berdua sambil menyuapkan sendok pertama kedalam mulutku sendiri.
"Baru aja pulang beng tadi pas maghrib, katanya mau ngaji dirumah jadi buru-buru pulang" jawabnya.

Aku mulai merasa bahwa ini adalah saat yang tepat untuk bertanya langsung kepada Ratih mengenai kejanggalan yang saat ini menjadi tanda tanya besar untukku. Namun aku masih memikirkan kata-kata yang tepat supaya tidak begitu menyinggung perasaan Ratih karena ini menyangkut hal pribadinya.

Bersambung...

MENARI DI HARI PERNIKAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang