(Part 14) Menari Di Hari Pernikahan

3.1K 120 0
                                    

KEKACAUAN TERJADI KARENA ADAT YANG TERLEWAT

"Bagaimana para saksi?"
"Sah!" para saksi dan hampir seluruh hadirin kompak bersuara sesaat setelah Bos Asep membacakan akad nikahnya. Memang lancar sekali pembacaannya. Mungkin karena ini memang bukan pertama kalinya Bos Asep membacakan akad untuk menikahi wanita yang ia sukai.

Tak lama kemudian, Ratih-pun keluar dari Rumah dituntun oleh para sepupunya yang kini tengah menjadi pagar ayu dalam pernikahan Ratih. Anehnya, mata Ratih sepertinya agak memerah meski bibirnya tersenyum manis.

Pengantin Pria dan Wanita kini bersatu. Mereka saling memasangkan cincin perkawinan di jari manis pasangannya. Aura kebahagiaan mulai terlihat diantara keduanya. Bos Asep yang kini telah resmi menjadi suami menuntun Ratih berjalan menuju kursi pelaminan untuk selanjutnya berpose dengan memegang buku nikah masing-masing. Sambil terus memberikan selamat, aku tak hentinya memandangi kebahagiaan mereka berdua diatas panggung pelaminan.

Ditengah asyiknya aku memandangi Ratih dan Bos Asep, tiba-tiba Adit memukul pundak dan mengagetkanku. Syukurnya aku sedang tidak berbicara didepan mikrofon.

"Beng, gawat Beng!" bisiknya.
"Kenapa lagi, Dit?" tanyaku.
"Tukang kendang tiba-tiba pulang, Beng!" lanjut Adit. Aku terkejut bercampur bingung. Bagaimana tidak, setelah ini akan dilangsungkan prosesi adat Ngawih dan pemain musik sudah seharusnya bersiap.
"Loh, bukannya tadi ada Dit?" tanyaku lagi meyakinkan diri.
"Iya tadi ada, pas habis selesai main musik buat penyambutan itu dia cabut buru-buru katanya istrinya menelpon mau melahirkan! Gue gabisa nahan dia dong, Beng!" jelas Adit dengan raut wajah sangat kebingungan. Akupun akhirnya mendekati Pak Ade dan berusaha menceritakan apa yang barusaja terjadi kepadanya.

Karena sesi berfoto dengan memasangkan mas kawin dan memegang buku nikah telah selesai, Pak Ade-pun tidak berfikir panjang.

"Lanjut saja dulu ke acara selanjutnya, Beng!" kata Pak Ade. Ia terlihat begitu panik, namun sudah tidak ada waktu untuk berpikir lebih lama sehingga keputusan harus diambil begitu cepatnya.

Akupun akhirnya melanjutkan acara menjadi pembacaan doa oleh Pak Ustadz. Seluruh hadirin yang hadir juga Bos Asep memandangiku saat mengalihkan urutan acara yang seharusnya adalah prosesi adat namun menjadi pembacaan doa. Bahkan Pak Ustadz yanf kusebut namanya-pun sedikit kebingungan, namun karena namanya sudah disebut akhirnya ia naik keatas panggung dan mulai membacakan doa.

Aku sendiri merasa tidak tenang dan amat sangat merasa bersalah. Kurasakan betapa penuh tanda tanyanya seluruh hadirin yang datang akan prosesi adat yang mungkin dalam pikiran mereka aku sengaja melewatkannya. Tapi karena keputusan ini adalah keputusan sang pemilik hajat, akupun merasa bahwa apa yang aku lakukan sudah benar adanya.

Pembacaan doa selesai dan acara prosesi akad nikah-pun ikut selesai. Kini aku yang berdiri sejak awal sebagai pemandu jalannya acara-pun pamit mengundurkan diri karena tugasku sudah selesai. Para tamu undangan mulai berbaris menuju kedua mempelai untuk saling mengucapkan selamat dan dilanjutkan dengan mengambil hidangan yang sudah tersedia di prasmanan pernikahan.

Aku menghela nafas lega. Meski ada beberapa kendala terjadi, namun kurasa tugasku telah kujalankan dengan baik. Akupun mengajak Adit untuk ikut mengucapkan selamat dan makan karena waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang serta perutku memanglah sudah terasa sangat lapar.

Adzan dzuhur berkumandang, para tamu sudah mulai agak sedikit berkurang. Biasanya tamu akan mulai ramai lagi ketika waktu dzuhur telah usai karena itu adalah waktu dimana semua orang ingin makan siang. Ratih mulai turun diantar oleh para sepupunya untuk berganti gaun.

Beberapa menit berselang, akupun mengajak Adit kerumah sejenak untuk melaksanakan sholat dzuhur. Ketika barusaja ingin melewati Rumah Ratih tempat dimana Ratih mengganti gaunnya, tiba-tiba saja dari dalam terdengar suara teriakan yang amat keras. Aku dan Adit-pun saling berpandangan. Selain suara teriakan muncul juga setelahnya suara barang-barang pecah seperti tengah dibanting tak beraturan. Tak ingin bengong terlalu lama, Adit dan akupun akhirnya berlari menuju sumber suara berasal.

Didalam ruang ganti kulihat para sepupu ratih terduduk kesakitan. Lampu-lampu dan beberapa peralatan make up berhamburan dimana-mana. Gaun yang seharusnya akan dikenakan oleh Ratih sobek disana sini karena dicabik-cabik oleh Ratih. Ratih seperti kehilangan kesadaran. Matanya memerah seperti menunjukkan bahwa ia sedang kesurupan. Badannya membungkuk ke lantai dengan posisi tangan dan kaki yang tak beraturan. Mulutnya meracau mengucap banyak kalimat yang aku sendiri tidak memahami itu apa. Adit berusaha menghampirinya dengan langkah perlahan, namun ketika hampir sampai ia justru ditampar dan terpental cukup jauh. Aku yang sedari tadi hanya berdiri tak bergerak hanya berusaha membantu Adit dan para sepupunya yang kesakitan. Tanpa bertindak yang aneh-aneh aku hanya berani bertanya kepada Ratih tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"Istighfar, Ratih! Ada apa dengan kamu?" nada suaraku agak tinggi.

Ratih hanya meracau sambil menatapku tajam. Tangannya mencakar-cakar lantai hingga kuku palsunya mengelupas. Aku semakin merinding dan tidak berani untuk mendekatinya.

Tak lama kemudian Pak Ade datang ditemani dengan Pak Ustad. Pak Ade mulai menangis melihat putrinya dalam kondisi seperti itu. Raut kesedihan sangatlah nampak diwajahnya. Pak Ustad kemudian mendekatinya perlahan sambil mengarahkan tangan terbukanya kearah muka Ratih. Kudengar Pak Ustad membaca ayat kursi dan beberapa doa yang aku tak tahu sebelumnya. Lalu tiba-tiba Ratih pun memejamkan matanya dan tergeletak pingsan begitu saja.

"Kita harus menjalankan adat ngawih-nya, pak!" kata Pak Ustad saat memegang kepala Ratih dan mengusapnya dengan tangan kanannya.

Setelah suasana mulai tenang, semua orang mulai membantu membereskan bekas kekacauan yang terjadi di ruang ganti. Aku membantu membangunkan Adit dan ketiga sepupu Ratih. Ratih yang mulai sedikit sadar namun masih terlihat sangat lemas dituntun kembali ke panggung pelaminan. Pak Ustad mengarahkan semua pihak panitia untuk mempersiapkan pelaksanaan adat ngawih secepat mungkin.

Di kursi pelaminan, Bos Asep terlihat begitu panik bercampur sedih melihat istrinya begitu lemah dengan gaun yang berantakan serta rambut yang terurai. Ratih kembali duduk namun tidak lagi terlihat seperti seorang pengantin yang tengah berbahagia. Pandangannya kini terlihat sangat kosong dengan mata yang masih memerah.

Aku dan Adit berdiri diantara gerombolan tamu yang penasaran akan apa yang terjadi. Pemain kendang baru panggilan Pak Ustad datang dengan sangat tergesa-gesa namun kelihatannya dia sudah siap untuk memainkan kendangnya. Pak Ustad mulai memberikan pengumuman bahwa saat ini akan dilaksanakan adat ngawih dan para penari Jaipong akhirnya dipanggil untuk turut hadir memenuhi pelaksanaan adat tersebut.

Alunan musik mulai dimainkan. Para penari mulai memposisikan diri diatas panggung dan sedikit demi sedikit menunjukkan kelihaiannya dalam menari. Kedua Juru Kawih mulai melantunkan lirik-lirik berbahasa sunda dengan sangat merdu. Dari atas panggung Pak Ade mulai melempar beberapa uang koin yang diambilnya dari sebuah baskom lalu diserbu oleh anak-anak ketika koin-koin tersebut mencapai tanah.

Ratih yang sedari tadi terdiam duduk diatas kursi pelaminan mulai membuka mata lebih lebar. Ia kembali terlihat seperti tak sadarkan diri. Bibirnya mulai tersenyum jahat. Tangannya perlahan diangkat melekuk seakan mengikuti irama alunan musik. Perlahan ia mulai berdiri dan ikut menari. Tariannya terlihat lebih indah ketimbang para penari yang sudah dibayar untuk memeriahkan acara. Pak Ade sempat ingin menariknya tetapi tertahan oleh pegangan Pak Ustad.

Bos Asep terlihat begitu panik. Tak lama iapun berdiri dan hendak menghampiri Ratih. Semua orang hanya menonton mereka berdua berdiri diatas panggung pelaminan. Ratih dengan tarian lihaynya, dan Bos Asep dengan raut kesedihannya yang akhirnya berlutut dihadapan Ratih.

Bersambung...

MENARI DI HARI PERNIKAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang