(Part 12) Menari Di Hari Pernikahan

3.1K 130 0
                                    

PUTRI KEMBALI HADIR MEMBAWA PESAN SINGKAT.

Aku dan Adit kembali duduk di kursi tamu. Suasana rumah Ratih sepertinya sudah mulai tenang. Tapi Adit masih saja menunggu jawaban dariku yang bahkan aku sendiri bingung mau menjawab apa. Ada sedikit penyesalan memang aku tidak lebih fokus pada apa yang ingin dikatakan Putri. Tapi itu juga bukan mauku untuk seketika refleks dengan kedatangan Pak Ustad.

"Jadi lu ga sempet denger Putri ngomong apa tadi Beng?" tanya Adit sekali lagi. Aku hanya menggelengkan kepala dengan tatapan kosong sambil meminum segelas air putih. Adit sepertinya juga sangat penasaran seakan menurutnya ada pesan yang benar-benar ingin Putri sampaikan.

Jam sudah menunjukkan pukul 12.07 malam. Ini benar-benar pengalaman pertama kali sepanjang karirku. Terlebih, besok acara akan dimulai jam 9 pagi. Tapi sepertinya aku juga tidak akan bisa seketika tidur malam ini.

Anak buah Adit datang. Syukurnya mereka juga membawa janur kuningnya. Memang sebuah kendala yang diluar logika menurutku. Bagaimana mungkin mencari janur kuning untuk acara pernikahan begitu sulitnya. Meski begitu, Adit mungkin tidak mau memikirkan hal lain. Baginya sudah menemukan janur kuning-pun sudah cukup meringankan bebannya. Ia langsung menyalakan rokok dan pergi dengan anak buahnya untuk memasang janur kuningnya. Tak lama, Pak Ustad keluar dari rumah Ratih seorang diri. Ia lalu memghampiriku.

"Mas, temanmu tadi dimana?" tanya Pak Ustad saat menghampiriku.
"Oh Adit kesana Pak Ustad, mau masang janur kuning sama anak buahnya." jawabku agak gemetar.
"Oh yasudah, masnya dengan teman mas perbanyak istighfar yah. Mohonkan perlindungan pada Allah" sambung Pak Ustad. Pesan ini membuatku semakin merinding. Aku hanya mengangguk dan tidak mau bertanya lebih jauh lagi.
"Yasudah, Bapak pamit dulu ya, Assalamualaikum." lanjut Pak Ustad lalu menjabat tangaku untuk bersalaman.
"Waalaikumsalam" jawabku.

Belum rasanya penasaranku terjawab tentang apa yang akan diucapkan Putri tadi, ditambah lagi dengan pesan dari Pak Ustad yang tak biasa bagiku. Meski memang pesan dari Pak Ustad adalah pesan yang bersifat umum dan biasa diucapkan oleh kebanyakan Ustad lain, tapi jika disampaikan kepadaku setelah kejadian barusan justru akan membuatku semakin tidak bisa tidur rasanya malam ini.

Setelah beberapa saat menenangkan diri sambil menunggu Adit menyelesaikan tugas terakhirnya malam ini, akupun mulai merasa sedikit mengantuk. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Karena agak takut untuk tidur sendirian dirumah malam ini, akupun meminta Adit untuk menemaniku tidur di panggung pelaminan. Selain suasananya lebih terang disini, aku juga tidak akan khawatir bangun kesiangan karena sudah pasti akan ada petugas kebersihan yang membangunkanku pagi nanti.

Akhirnya kamipun tidur berlima dipanggung pemlaminan karena Adit juga mengajak ketiga anak buahnya untuk tidur bersama juga.

Tak terasa pagi-pun datang.  Sinar matahari pagi yang sangat terang menyorot tepat dimataku. Akupun perlahan membuka mata dengan menahan rasa perih karena memang istirahat yang sangat singkat. Adit dan anak buahnya masih terlelap. Terlihat jelas raut kelelahan di wajah mereka. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 6.30 pagi. Dan benar saja, petugas kebersihan sudah mulai membersihakan area tenda. Syukurnya semalam tidak terjadi hal yang tidak diharapkan sepanjang kami tertidur. Setelah Adit dan anak buahnya bangun karena dibangunkan oleh petugas kebersihan, mereka langsung beranjak pulang kerumah masing-masing untuk selanjutnya kembali kelokasi untuk mengkondisikan sound system yang akan digunakan nanti.

Sementara yang lain pulang, akupun langsung bergegas kembali kerumah untuk bersiap-siap juga. Langkah kakiku agak sempoyongan dan penglihatanku juga agak memudar. Sambil lewat, kulihat tenda dapur sudah mulai terkondisikan. Aroma makanan yang akan dihidangkan juga membuatku menjadi lapar. Akupun bergegas mandi agar bisa memiliki sedikit waktu untuk sarapan terlebih dahulu.

Setelah merasa cukup segar diguyur air mandi, akupun langsung mengeringkan badan dan mengenakan kemeja serta celana hitam andalanku. Untungnya dirumah yang disediakan oleh keluarga Ratih untuk kutempati sementara waktu ini terdapat cermin yang cukup besar, jadi aku bisa leluasa untuk sedikit bersolek agar bisa terlihat tampan. Tak lupa aku juga sudah mempersiapkan dasi serta jas untuk membuat penampilanku lebih rapih dan elegan lagi.

Saat aku tengah mengikatkan dasi dan merapihkannya dikerah bajuku, tiba-tiba saja lampu kamar mendadak mati. Udara kamar menjadi agak panas. Pikirku sepertinya listrik padam karena kipas angin juga berhenti berputar.

Ternyata dugaanku salah. Ada sosok yang berdiri dibelakangku saat aku melihat ke cermin. Jaraknya mungkin 3 langkah dari tempat aku duduk. Sorot cahaya matahari yang sedikit memberi penerangan dari lubang fentilasi jendela membuat sosok tersebut terlihat agak samar dalam kegelapan.

Tanganku mulai bergetar, keringat juga mulai bercucuran sedikit demi sedikit. Aku memejamkan mata seolah sangat menyesal telah melihat kearah cermin yang menampakkan sosok tersebut. Ingin rasanya akun bangun dan keluar dari kamar, tapi entah mengapa kakiku seperti kaku dan tidak bisa kugerakkan walau sedikit.

"A Ibeng" kudengar suara pelan dari sosok tersebut. Aku tau itu pasti adalah Putri. Aku semakin merinding mendengar namaku dipanggilnya. Mataku semakin kuat memejam.

"Tolong teh Ratih A Ibeng" Putri meneruskan kata-katanya. Kuhitung setidaknya tiga kali sudah dia mengulang kalimat tolong Teh Ratih itu. Akupun mengingat pesan Pak Ustad semalam lantas perlahan kuucapkan istighfar semampuku berkali-kali.

Bersambung...

MENARI DI HARI PERNIKAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang